23. Simpang Empat

1.4K 188 0
                                    


Taman kota kalau dibilang bising sih tidak juga, hanya ramai dan penuh oleh aspirasi pengunjung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taman kota kalau dibilang bising sih tidak juga, hanya ramai dan penuh oleh aspirasi pengunjung. Seperti sore ini, tidak ada yang menyebalkan meski ada suara anak-anak yang menangis minta gendong, sepertinya Airin ingat kalau dulu dia justru tidak mau digendong, tidak mau dipegang tangannya, dan tidak mau dijaga. Pokoknya kalau sudah sampai ke sini, dia mau berlarian ke sana ke mari dan tertawa.

Meski terjatuh, dia tidak mengaduh. Meski terpeleset, dia tidak gampang cecet. Meski diganggu anak dari pengunjung lain, yang menangis bukan dia, tapi orang lain.

Airin rindu bisa sebebas itu. Kerjanya cuma makan main tidur, tidak punya masalah apalagi beban pikiran. Ternyata benar kata Fiersa Besari, yang menyenangkan dari menjadi orang dewasa adalah berbagi cerita dan pengalamannya pada generasi muda. Artinya dia tidak bisa kembali lagi, umur menjebaknya agar bisa lebih berpikir logis.

Tapi dia juga ingat kata Raditya Dika yang bilang kadang gue ngerasa terlalu banyak hal hilang dalam perjalanan kita dari kecil hingga dewasa. Sebab semua itu benar. Ada hubungan yang hilang, itu seperti asap yang melebur sama udara, tidak bisa ia tangkap dan mustahil disentuh.

"Akhirnya ke sini juga." Airin tergemap, juga dia tidak bisa kabur karena baru lima menit duduk di situ. "Gue ke sini tiap sore semenjak lu gak sekolah, ponsel lu gak bisa dihubungi, dan jalannya ya cuma tempat ini. Kalo ke rumah lu, entar debatin Bang Aidan doang." Laki-laki itu duduk di sebelahnya, sambil menyerahkan Pop Ice rasa coklat yang diberi topping potongan cincau.

"Makasih, Haidar." Airin menerima minuman itu dan langsung menikmatinya, membiarkan rasa dingin menjalar sampai ke dalam perutnya.

"Gue enggak minta lu cerita apa-apa, cuma mau mastiin kalo lu baik-baik aja. Dan syukur deh, lu kelihatan sehat," ujar Haidar.

"He'eum. Lu berempat gimana? Baik-baik aja, 'kan?"

Sambil mengangguk Haidar berkata, "Tetap kayak biasa, cuman ya ... lu tau sendiri gimana jadinya kita kalo kurang satu orang aja." Haidar terlihat mau cerita. "Dulu lu ingat gak, Nathan bilang kehadiran lu gak ada pengaruhnya. Gue tau itu bohong, Ai. Karena tanpa lu, kita semua jadi berasa ditinggal mati."

"KALO NGOMONG!" Airin mencubit lengan sahabatnya hingga dia meringis. "Apa 'kan gue bilang, lu semua gak mungkin bisa tanpa gue. Hidup lu bakal ...."

"CONGOR!" Sekarang Haidar yang menjitak bagian kepalanya dengan keras, padahal dia sudah tertutup pakai tudung hoodie.

Setelah itu mereka tidak bicara lagi, sekitar beberapa menit untuk lanjut meminum bawaan Haidar yang sudah tinggal setengah. "Kalo perasaan lu udah membaik, atau masalah lu udah mereda. Cepat balik ke sekolah, Ai. Karena yang kangen bukan gue aja, tapi kita semua," kata Haidar lagi.

Cukup memancing untuk segera kembali, tapi mengingat akan bertemu Aica palsu, mungkin itu bukan pilihan yang harus disegerakan. "Gue izinin lu sampe lima hari aja, kata gue lu sakit, dan absensi lu tetap jalan," ujarnya.

ASING : A Strange Friendship✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang