15. Yok Bisa Yok

1.5K 190 0
                                    


"Kalau sakit, istirahat
dan minum obat, ya."

— Dekik Cantik

¤¤¤

Sebuah kejutan besar di pagi buta saat Bang Aidan membuka pintu rumah adalah, satu-satunya teman laki-laki Airin yang 'tak pernah datang ke sini muncul tiba-tiba. Dia objektif, soalnya cuma Haidar yang berani ke sini.

Iseng-iseng Bang Aidan jahil, dengan sok berlagak jadi kakak laki-laki yang galak untuk menakut-nakuti orang tersebut. "Siapa nama lu?" tanyanya dengan mata tajam bersama wajah yang disangar-sangarkan, Bang Aidan tidak tahu saja kalau hal itu jadi membuatnya terihat seperti buronan.

"Reffan, Bang."

Bang Aidan mengernyit, sepertinya dia pernah mendengar nama ini dari Haidar dan Airin yang menggosipinya sebagai cucu Einstein. "Ngapain ke sini?"

Jujur Reffan was-was sekarang, waktu itu Haidar bilang kalau kakaknya Airin adalah orang yang akrab dan jenaka, tapi dengan penampilan seperti preman di pagi hari ini? Reffan pikir Haidar sudah melakukan lelucon entah untuk yang keberapa kalinya.

Maka sambil menarik napas yang dalam, Reffan menjawab saat menghembuskannya. "Mau jemput Airin, Bang," katanya.

Bang Aidan berdehem sambil meletakkan lengan di punggung sofa, lalu satu kaki ia lipat seperti bapak-bapak tongkrongan warung kopi. "Lu siapanya Airin?" Setelah membenarkan kacamatanya yang merosot sedikit, dia tanya begitu.

"Temennya, Ba ...."

"TEMEN?" Bang Aidan meninggikan suara hingga Reffan terkesiap. "Datang kok cuma temen, pacar dong!" ujarnya lagi, Reffan garuk-garuk kepala mendengar itu.

"Lu naksir adek gue ya?" Bang Aidan sedikit bisik-bisik seram, tatapan tajam dengan menyipit intens membuat suasana hatinya tidak santai.

"Eung ...."

"Abang, ngapain tamunya ditatap kayak gitu, hei? Gak sopan, ah." Mama datang sambil membawa tiga cangkir teh celup dengan pisang goreng yang baru saja diangkat dari wajan. "Maaf ya, Nak. Jangan terlalu diladeni, wong edan itu," ujarnya sambil meletakkan barang bawaan di atas meja.

Reffan menatap wajah Bang Aidan yang sekarang cekikikan sendiri, sial, mana tadi dia percaya kalau kakaknya Airin itu galak.

"Diminum ya." Wanita berdaster bunga-bunga semerah darah itu menyodorkan satu gelas ke Reffan.

"Makasih, Tante. Jadi ngerepotin." Pelan-pelan Reffan menerima benda itu dan memegangnya di awang-awang pangkuan.

"Ma!" Dan tiba-tiba Bang Aidan mengagetkannya lagi dengan keadaan mulut yang penuh pisang goreng. "Twemennywa Awirin adwa wang waras," ujarnya.

Mama tertawa kecil dan geleng-geleng kepala. "Abang kenapa anggap semua teman adek gila sih? Jangan lagi, ah!" Sungguh, Mama langsung kepikiran dengan kata-kata : oh ini yang bentar lagi mau nikah?

"Kamu hati-hati ya, Nak Ganteng. Kalau enggak betah, langsung kabur aja tinggalin." Wanita itu memberikan mantra penenang kepada Reffan sembari berjalan meninggalkan mereka.

Dalam kecanggungan yang muncul begitu cepat, Reffan segera mencicipi air di gelasnya, sekalian mencoba baik-baik saja selama Bang Aidan terus menatapnya tanpa henti.  "Harusnya ya, kalo lu temen Airin otomatis temen Haidar juga. Nah, luar biasa lu gak terjangkit sifat tuh anak dua," ujarnya.

Ya, Reffan akui dia adalah manusia super.

"Sayangnya Airin masih sakit, jadi gak bisa sekolah."

"Hah?" Hampir Reffan menumpahkan air di gelas yang dia pegang.

ASING : A Strange Friendship✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang