Photo
"Harus aku tetap tersenyum, padahal hatiku terluka."
Langit siang ini nampak cerah berawan, seakan memberi tahu bahwa suasana hati semesta sedang bergembira saat ini.
Sepasang kekasih itu duduk di atas padang rumput. Sang wanita merebahkan tubuhnya pada dada bidang kekasihnya yang sejak tadi sibuk mengusap sayang surainya.
Jari jari lentik itu menggenggam sebuah kamera, sibuk mengambil potret pemandangan di depannya.
"Kak Asa, cheese!"
Ia membalik kameranya sembari memperbaiki posisi tubuhnya. Ia menyengir lebar dengan tatapan terarah pada kamera.
Wakasa tersenyum kecil. Ia menarik tubuh (Name) dan mengecup pipi gadis itu. Wakasa yang mengecup pipi (Name) dengan wajah (Name) yang bersemu malu sukses diabadikan di dalam memori kameranya.
"Wah! Ini bagus!" (Name) berbinar menatap potret itu.
"Kamu menyukainya?" Tanya Wakasa sembari menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher (Name).
"Tentu saja." (Name) tersenyum manis. "Aku ingin mencetak ribuan foto aku dengan Kak Asa."
"Saat aku sudah menjadi seorang fotografer profesional dan terkenal, lalu ada wartawan yang bertanya foto favoritku, akan aku jawab itu fotoku dengan Kak Asa."
Wakasa mengusap sayang surai (Name).
"Tapi apa Kak Asa tau cita cita yang paling aku inginkan?" Tanya (Name).
Wakasa memasang raut bingung, "Apa?"
"Memotret wajah bahagia Kak Asa." (Name) tersenyum.
Wakasa terkekeh pelan, "Kalau begitu, tetaplah bersamaku, okay?"
"Siap!" (Name) berpose selayaknya tentara. Tawa keduanya menyembur keluar.
Wakasa bahagia bersama (Name).
.......(Name) ingat, satu tahun yang lalu hari yang paling membahagiakan baginya. Orang yang ia kagumi sejak dulu menyatakan cinta padanya.
Wakasa kala itu berusia dua puluh enam tahun, sementara (Name) berusia delapan belas tahun.
Memang perbedaan umur mereka sangat jauh. Kadang (Name) harus tabah menerima anggapan dan kalimat miring dari orang orang.