Jevano

11 3 0
                                    

Pagi buta, matahari masih malu menapakkan sinarnya bintang bintang masih samar terlihat bertengger di atas sana, terlihat tiga orang pemuda dengan jubah besar tengah bersiap untuk pergi.

"terimakasih telah menyewakan rumahnya pada kami nyonya, hari ini kami akan melanjutkan perjalanan," ujar Theo pada nyonya pemilik rumah ini, pria berusia 19 thn itu tersenyum semanis mungkin.

"saya yang harus berterimakasih, berkat kalian saya bisa membiayai pengobatan suami dan makan anak saya, trimakasih karena membayar sewa dengan harga yang cukup mahal," kata wanita tua itu penuh emosi yang sulit dijelaskan, sedih juga senang.

"sama-sama nyonya."

Wanita tua itu pergi setelah memberikan satu keranjang apel sebagai bekal untuk Valen dan yang lain, entah mengapa melihat wanita yang penuh cinta pada suami dan anaknya itu membuat Valen iri, seandainya bisa memilih ia ingin punya ibu yang menyayanginya bukan menatapnya dingin saat ia terluka, Valen atau tepatnya pangeran Xander tidak ingin harta dan makanan lezat ia hanya ingin diperlakukan layaknya orang lain.

Tapi bukankah kebanyakan orang memang begitu, selalu menginginkan dan iri atas apa yang orang lain punya.

"Val! Ada apa kau melamun!" teriak Steven yang tengah mengencangkan tali sepatunya.

"ah tidak, hanya sedikit memikirkan sesuatu." jawab Valen.

"memikirkan apa? Keluargamu?" Steven kembali bertanya.

"ya... Kurasa." Valen menimpali dengan raut wajah aneh.

"hey ayo pergi, jika matahari terbit kita akan sulit melewati perbatasan!!" teriak Theo penuh semangat.

Ketiga remaja itu berjalan bersama menuju perbatasan yang dimaksut, namun Valen merasa ada yang janggan, seseoeang memperhatikannya sejak tadi, dari ekor matanya ia melihat seseorang meloncat dari atap ke atap untuk mengikutinya, Valen kenal sekali aura menyebalkan ini.

"AWAS!!!" teriak Valen ketika sebuah anak panah melesat kearahnya dan dua temannya.

Ketiga pemuda itu langsung menghindar, "apa apaan ini!!," Steven binggung.

Seluet seseorang nampak berdiri di atas atap, lalu menjatuhkan diri dan mendarat di tanah di depan Valen dan yang lainnya, seorang pemuda lain yang nampak berusia 17 tahun.

"kau apa maksut-" kata kata Theo terjeda karena Valen menghalanginya yang mendekati pemuda itu.

"aku mengenalnya," kata Valen menatap pemuda itu tajam, "apa yang kau mau Jev!?" tanya Valen pada pemuda itu, Jevano yang baru datang dengan bantuan portal sihir para bawahan ayahnya.

Jevano menyeringai dan membuka tudung jubahnya, mata merah dan rambut pirang yang cantik, "ibu mencarimu, aku diminta membawamu pulang," ujar Jevano.

"siapa dia Val?" tanya Steven.

"dia..." Valen menjeda perkataannya, "pesuruh ibuku" lanjutnya seenaknya.

"a-apa kau bilang, pesuruh? Kau tidak mengakuiku sebagai adikmu apa?" tanya Jevano kesal.

"memang kau menggangapku kakakmu?" tanya Valen dengan wajah datar.

"ahhh" Theo tersenyum faham, mereka adalah adik kakak yang punya hubungan tak baik ternyata, pemuda berambut perak itu melihat ke arah Steven yang juga menggangguk angguk paham.

"dengan ya Xan-" kalimat Jevano terpotong karena Valen melemparinya batu kerikil, tidak ingin Jevano menyebut namanya di depan Theo dan Steven, "awhh, apa maksutmu!!?" Jevano memekik.

Valen menghela napas sebal, "kalian bisa menunggu sebentar kan?" tanya Valen pada dua temannya.

"tentu Val," Steven memghanguk paham. "kami akan menunggu."

Terlahir Sebagai RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang