Lembabnya gua panjang yang tergenang air terasa dingin, Valen, Steven, dan Theo harus melepas jubah mereka karena takut akan basah, tanpa jubah itu mereka bisa kedinginan saat malam dan itu betbahaya, sekakipun darah ajaib mengalir dalam tubuh mereka.
Steven mengamati jubah Gamma Reynan, ayah Rose yang bekerja untuk ayahnya, pria yang terkadang Steven lihat di castle berwajah dingin dan suram tanpa ekspreksi, sekilas seperti mimik wajah yang selalu ayahnya tunjukkan, tapi Reynan Candel berbeda, wajah datarnya seolah mengisyaratkan keputus asaan.
Steven masih memimpin jalan, mengunakan lentera yang tiba tiba redup dan mati, Steven mengumpat, tidak ada waktu memperbaikinya, air yang makin mengenang menandakan ada air yang akan masuk cepat atau lambat, dan jika sampai ada banjit tamatlah riwayat mereka.
"Permisi tuan tuan, biar saya yang memimpin jalan," Theo Smith mengeluarkan tongkat sihirnya dan seberkas cahaya muncul di ujung tongkatnya.
"Wah syukurlah, lampu berjalan kita sangat bisa diandalkan," ujar Steven menepuk pundak Theo.
"Jika kau terus menghinaku akan kutinggalkan kau!!" Ujar Theo marah.
"Air semakin naik, baiknya kita cepat," Valen menengahi.
"Ya ya, kau benar Val," kata Steven yang dianguki Theo.
Mereka mulai berjalan berurutan, dimulai dari Theo yang memegang cahaya, Steven yang memegang peta, dan Valen memgikuti di belakang mereka.
Aa mungkin mereka akan mati di sini? Valen atau Xander tidak pernah memperhitungkan jika perjalanan mencari artib dari mimpi lima detik itu adalah akhir dari hidupnya, jika air benar benar naik hingga ke langit langit gua sebelum mereka menemukan jalan keluar maka sudah dipastikan kematian mereka akan datang. Tapi dibandingkan mati di istana Demon atau Vampire, entah karena racun dari ibu tirinya atau siksaan dari ayah tirinya mati diantara teman adalah hal yang lebih baik, setidaknya Valen tidak perlu berakhir diantara tatapan benci orang orang di sekitarnya.
Jalan gua itu semakin mengecil, dan air yang masuk sudah sampai mata kaki sementara ujung gua belum ditemukan. Jika gagal keluar sebelum banjir yang entah kapan akan datang mereka akan mati.
Di satu titik mereka sampai di sebuah persimpangan, Theo berdecak sementara Steven membolak bail petanya.
"Kemana kita Stev?" Tanya Theo.
"Entahlah, aku tak yankin dengan keduanya, disini tertulis ada teluk yang menjadi ujung kedua jalan ini," ujar Steven.
"Teluk? Dua duanya? Berarti air masuk dari kanan dan kiri, dimanapun kita pergi sama saja kita aka mati kan," ujar Theo.
"Baiklah jadi kanan atau kiri?" Tanya Theo.
"Tunggu dulu, aku rasa kita harus ke kanan," ujar Valen, "Ada kehidupan di sana," lanjutnya.
"Waw, bagaimana kau tah" tanya Theo.
"Felling," jawab Valen sibgkat.
"Baiklah kanan, jika aku tetap mati meski ke kanan aku akan menghantuimu Val," ujar Steven.
"Jika kau mati aku juga Stev, mau saling mengjantui?" Tanya Valen.
"Ya ya yaa, salinglah menghantui karena aku tidak akan mati," ujar Theo, "Ada kehidupan yang harus aku selamatkan."
Air naik dengan cepat, yang semula semata kaki kini naik ke lutut dan hampir sampai ke Dada, mereka basah kuyup dan mulai panik, jika ujung gua tidak ditemukan dalam beberapa menit kedepan mereka benar benar akan mati.
Theo terpeleset, Steven yang ada di belakangnya menahan, namun karen apermukaan gue yang livin terendam air mereka berdua terjatuh, Valen menghela napas melihatnya, menarik Steven dan Theo bersamaan dari dalam air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlahir Sebagai Raja
VampirgeschichtenImmortal - Fiksi Terlahir Sebagai Raja. Tentang hati yang terlanjur mati. Xander Valentino Anderson. Dia terlahir atas dasar cinta namun di tingalkan begitu saja, dia dibesarkan dengan kebencian dan kesepian hinga tumbuh menjadi sosok dingin nan e...