LANGIT [VIKUY] (END)

26

Sore temaram disambut kartun kesayangannya, Shani pulang ke rumah. Dibantu dengan Vino di sebelah kanan dan di sebelah kirinya ada Chika yang turut sabar memegang tangannya agar tidak terjatuh.

"Akhirnya sampe rumah juga, home sweet home." ucap Shani tersenyum, dia bersyukur masih diberi banyak kesempatan untuk melihat rumahnya kembali. Untuk melihat setiap sisi dan sudut dari tempat yang ia tinggali.

Kalau ada yang bilang, minum baygon tidak bisa membuat orang mati. Kalian salah. Shani yang walaupun hanya minum seperempat gelas, dirawat di rumah sakitnya saja sampai seminggu. Ditambah sering pusing dan berakhir kakinya tidak kuat untuk berjalan. Apalagi manusia-manusia tanpa akal, yang memutuskan untuk meminum baygon satu botol. Sepertinya malaikat penjaga neraka otomatis membukakan gerbangnya.

Ini bukan suatu hal yang bisa dianggap remeh, ini hal penting. Sebuah peringatan kepada manusia-manusia yang pernah atau akan memutuskan hidupnya untuk berakhir di tangan mereka sendiri.

Memang kelihatannya sepele tapi tidak ketika kita membahas soal mental seseorang. Mereka punya hati yang kadang mudah tersayat, mereka punya batin yang kadang teras seperti didesak terus menerus, mereka punya banyak pikiran yang setiap harinya selalu berlalu lalang tanpa diminta untuk masuk. Mereka manusia-manusia yang perlu dirangkul bahkan ditanya. Apakah baik-baik saja?

Shani, satu dari banyaknya manusia yang pernah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Bahkan di kamar orang tuanya sendiri. Shani memang baru saja mendapatkan banyak desakan di hidupnya yang harus menuntut dia untuk berpikir lebih keras lagi. Padahal beban tugas dan kuliahnya masih belum rampung.

Saking kerasnya Shani berpikir, jalan keluar yang ia pilih untuk ditempuh adalah botol baygon yang masih tersegel rapi. Untungnya, Chika datang lebih cepat saat itu. Coba saja Chika masih memutuskan berlama-lama di kafe atau pulang mampir ke supermarket. Mungkin, Shani sudah berada di atas langit dan tidak bisa kembali merangkul sang adik.

Kalau kata seseorang di balik tulisan ini. Bunuh diri itu bukan jalan apalagi keputusan. Bunuh diri itu hanya kesesatan dari setan karena tidak ingin melihat makhluk Tuhan yang paling sempurna hidup di atas setiap bahagia mereka.

Setan itu ada dan manusia yang memiliki keimanan wajib hukumnya untuk percaya. Mereka hidup berdampingan dengan kita. Seperti tetangga yang kadang banyak nyinyirnya, setan lebih jahat dari itu. Dia ingin menyesatkan setiap jalan dari yang manusia pilih.

Kembali pada apa yang Shani lalui. Masih berdiri dengan kakinya sendiri adalah salah satu keberuntungan yang mungkin tidak akan ia kira. Bahkan kedatangan Vino dihidupnya membuat dia benar-benar tertampar. Bahwa ternyata setidaknya masih ada satu manusia yang sanggup dan mampu untuk mendengarkannya bercerita.

Vino yang berargumen mati-matian hanya untuk menyadarkan kalau apa yang Shani lakukan kemarin itu adalah kesalahan yang fatal. Vino juga yang memberikan banyak pelajaran pada Shani bahwa setiap masalah yang hadir di hidup kita, pasti punya cara untuk penyelesaiannya masing-masing. Dan lagi-lagi perlu di garis bawahi bahwa bukan dengan cara bunuh diri menyelesaikannya.

"Shan... Tolong banget, kalo kamu perlu apa-apa kabarin aku aja. Kalo kamu mau pergi-pergi, telepon aku aja." pinta Vino, setelah badannya yang tegap itu menyandarkan tubuh Shani di sofa ruang TV.

Hidupnya memang kian tidak tenang. Tapi Vino tidak mau meninggalkan di Shani di atas tumpukan masalah-masalah perempuan itu yang cukup memberatkan. Dia bersedia sampai membuat janji kalau akan selalu ada di samping Shani. Bahkan dia ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius. Meskipun, belum ada kepastian untuk ke depannya.

"Iya mas, makasih banyak ya buat semuanya. Kamu jangan lupa makan. Sejak jagain aku terus di rumah sakit, kamu jadi jarang makan. Mana tambah kurus lagi." Shani memegang wajah Vino, tampak terlihat tidak terurus bahkan janggut lelaki itu sudah agak lebat saking jarangnya dicukur.