23

672 85 40
                                    

Di sebuah pagi yang cukup dingin dan ayam yang saling bersautan untuk berkokok. Chika membuka matanya perlahan. Gadis itu reflek tersenyum bahagia ketika menyadari dimana hari ini dia terbangun. Bukan di kamarnya yang banyak nuansa berwarna pink. Bukan juga di kamar Shani atau di kamar abangnya. Hanya di sebuah ruangan kamar yang ukurannya tidak lebih besar dari ukuran kamar mandinya.

Kamar dengan beberapa tempelan poster band-band lawas dan gitar akustik yang ada di pojok ruang.

Tadi malam setelah dari pantai, Chika memutuskan untuk ikut dengan Vito ke rumah lelaki itu. Awalnya Chika berpikir akan pulang saja ke rumahnya sendiri tetapi melihat jika Jinan tidak kembali dan rumah benar-benar sepi. Vito menawari gadis itu untuk bermalam saja di rumahnya.

Chika sempat menyebut ruangan kamar Vito ini ruangan band. Dimana seluruh sudutnya tanpa ada jeda ditempel poster band lawas mulai dari Dewa 19 sampai band-band barat seperti The Beatles atau pun Guns N' Roses.

Chika bertanya, dari mana laki-laki itu mengenal band-band jadul yang usianya bahkan lebih tua dari usia mereka. Vito hanya menjawab dia tau dari ayahnya. Itu saja. Sedangkan, Puccho sendiri bahkan tak pernah mewariskan apapun pada dirinya. Paling-paling hanya buku non fiksi dan fiksi yang sempat Chika utarakan jika buku-buku itu sudah dimakan rayap di gudang.

Di antara banyaknya poster yang menempel, Chika melihat ada sebuah foto yang di pajang tepat di samping TV. Foto Vito bersama Shania dan Sakti. Di dalam foto tersebut tampak perut Shania sedang hamil dan bisa Chika pastikan jika Shania sedang mengandung Christy pada saat itu.

Bukan hanya perut Shania yang menjadi daya tarik Vito tetapi wajah lelaki itu juga yang membuat Chika tiba-tiba menyimpulkan senyumnya. Terlihat di sana Vito menggunakan kaca mata dan kemeja yang di kancingkan sampai bagian kerah.

"Culun banget sih." celetuk Chika.

Wajahnya masam persis seperti Chika ketika meminta sesuatu pada Puccho apabila tidak dituruti. Tidak ada bahagia-bahagianya sama sekali. Namun, wajah Sakti-lah penyelamat dari foto dengan tema kesedihan tersebut. Senyum Sakti benar-benar lebar sembari merangkul Shania dengan tangan kanannya dan tangan kirinya menggandeng Vito.

Kagum, itulah satu kata yang selalu ingin Chika dedikasikan untuk Sakti. Sakti adalah sosok kepala keluarga idaman dalam keluarga. Sosok ayah yang selalu Chika damba-dambakan. Tidak pernah berhenti memancarkan cinta dan kasih untuk anak-anak dan istrinya. Terbukti saat bagaimana Chika disambut dengan hangat ketika memasuki rumah sederhana ini. Dan terbukti ketika Chika keluar dari ruangan kamar Vito di pagi hari ini.

"Eh neng... Udah bangun? Ayuk sarapan dulu yuk." tegur Sakti. Bapak-bapak dua anak itu sudah lengkap dengan kemeja dan jas kantornya sembari tangan kanannya menyomot tempe goreng yang ada di atas meja makan.

"Chika sarapan dulu yuk..."

Tak lupa dengan Shania yang sudah cantik berdandan. Ibu-ibu satu itu masih sempatnya memasakkan sarapan padahal uap panas dari kompor dapat melunturkan bedak yang sudah menempel di wajahnya. Memang pantas di sebut sebagai wanita idaman.

"Iya om tante, em... Vito mana ya?" tanya Chika.

Mau siapapun yang berada di depannya, tetaplah Vito yang ia tanyai. Bukan tidak menghargai selepas ditawarkan untuk sarapan bersama. Hanya saja, Vito lah yang mengajaknya menginap di sini, Vito juga lah yang seharusnya bertanggung jawab atas dirinya.

Sakti menarik salah satu kursi di ruang makan sambil menjawab pertanyaan Chika. "Oh itu di belakang, anaknya dari pagi udah sibuk nyuci." perjelasnya.

Masih memakai kaos ACDC berukuran XL yang terlihat begitu gombrong di badan Chika, gadis itu berjalan ke arah belakang tepat dimana jemuran baju di rumah Vito berada.

LANGIT [VIKUY] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang