13

745 77 40
                                    

Sakti, seorang kepala keluarga juga pekerja kantoran yang sayang sekali dengan istri dan anak-anaknya. Sakti bukan tipe ayah yang hobinya merawat burung dan bermain badminton saat pulang dari kantor. Sakti hanya seorang ayah yang begitu sayang dengan anak-anaknya sehingga dia selalu mencoba untuk menghidupkan suasana ditengah keluarga
yang kerap kali tidak terbangun dengan warna.

Buktinya, di pagi hari yang cerah ketika ayam masih berkokok panjang. Sakti sudah mempersiapkan drama paginya untuk menyambut Christy yang baru saja selesai mandi.

"Eh ciyeeee anak kesayangan papa udah mandi nih. Pantes, wangi sekaliii seperti wangi kembang melatiiii." ucap Sakti sembari mengelus rambut lepek Christy yang basah.

Biasanya, kalo Sakti sudah memulai drama pagi. Shania juga ikutan berdrama, mengikuti alur yang dibuat oleh suaminya. Shania yang tadi meletakkan dua mangkuk berisikan ayam dan sayur sop ke atas meja makan itu, segera mengikuti gerakan Sakti yang sedang mengelus puncak rambut anak bungsunya. "Iiih iya pah, adek baunya wangi buaaaangetttt."

"Iya dooong Christy kan habis di mandiin sama Kakak Vito."

Tak mau kalah dengan ibu dan ayahnya, Christy juga menjawab dengan nada paling drama seperti yang biasa terdengar di rumah mereka.

Suasana beginilah yang mengisi kesunyian di pagi hari dalam keluarga Sakti. Setidaknya bukan prahara dan omelan yang dilayangkan Sakti akibat masakan Shania yang tak enak. Bukan tangisan kejar dengan volume tinggi dari Christy yang beradu dengan ayam jago. Bukan juga suara knalpot racing dari motor Vespa Kuning milik Vito. Bukan semua itu. Di rumah ini, suasananya jauh lebih harmonis daripada gosip-gosip tetangga.

Dalam seminggu, tujuh hari yang dijalani Sakti, selalu dia jalani dengan sebaik mungkin. Tak ada satupun hari yang dia sia-siakan untuk bercerita, bermain, dan bercanda dengan anak-anaknya. Sakti memang pekerja kantoran yang pulangnya hampir sama dengan waktu pulang kerja Shania, bahkan kadang bisa sampai jam sepuluh malam. Tetapi, hebatnya adalah ketika dia masih bisa memberikan yang terbaik untuk anak bungsunya si Christy.

Sesibuk apapun Sakti, dia tidak pernah absen sama sekali dalam membantu Christy belajar walaupun terkadang Vito yang lebih sering mengajari adiknya itu. Sakti juga tak pernah absen bermain sepeda di taman dekat rumah bersama dengan Christy ketika hari Minggu. Tidak hanya itu, se-terlambatnya Sakti berangkat ke kantor. Dia masih menyempatkan untuk menyuapi Christy sarapan.

Seperti pagi ini, meskipun Sakti masih punya banyak waktu. Dia juga tak lupa memberikan sarapan paling enak buatan Shania kepada anak bungsunya.

"Adek maem yuk, papa suapin ya?" tawar Sakti sambil mencium pipi gembul Christy yang terjuntai seperti hendak jatuh.

"Mau mau mau makan sambil pesawat pesawatan ya pah."

Ada-ada saja tingkah bocah berumur 5 tahun ini, kebiasaan Christy yang paling Sakti hapal yaitu minta disuapi makanan dengan gaya pesawat terbang. Tak hanya sang ayah yang kadang menjadi korban, ibu dan abangnya pun ikut turut menjadi korban. Tetapi nasib pagi ini, Sakti yang harus menerima dengan senang hati.

Untung saja, sarapan sudah tersaji di meja makan. Sakti yang sejak awal sudah duduk di meja makan segera mengambil centong nasi dan mengambil dua piring untuk dirinya dan si anak bungsu. Shania yang melihat itu, segera membantu Sakti untuk mengambil lauk dan sendok.

"Ayo ma, sarapan bareng." Sakti menggeser dua bangku di sebelah kanan dan kirinya. Sebelah kanan untuk Shania dan sebelah kiri untuk Christy.

Dua bangku di depan yang tersisa memang selalu kosong. Lebih sering kosong karena Vito jarang ikut sarapan. Anak itu kerap kali menghindar jika di ajak sarapan oleh Sakti atau Shania. Alasannya hanya karena akan sakit perut jika makan di pagi hari. Padahal sarapan adalah hal penting yang harus dilakukan manusia sebelum memulai aktivitas apalagi Vito juga seorang pelajar, pasti perlu energi untuk berpikir.

LANGIT [VIKUY] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang