21

603 62 117
                                    

Koridor sekolah menjadi tempat paling horor di pagi hari yang sunyi ini. Bagaimana tidak horor, Chika menjadi satu-satunya orang yang berjalan di sana saat ini. Biasanya terdengar suara bola dari sudut lapangan, terdengar suara cek-cokkan dari dalam kelas, atau terdengar suara lari-larian di sekitar halaman. Tapi pagi ini masih sangat sepi.

Beruntungnya, Chika minta ditemani oleh Vito lewat sambungan telepon. Laki-laki itu tidak bisa menepati janjinya untuk datang tepat waktu. Lihat sekarang jam sudah menunjukkan pukul enam lebih lima menit, Vito tak kunjung datang membawakan sesuatu yang ingin lelaki itu berikan padanya.

"Buruan!!!!! Gue udah sampe sekolah!"

Nada agak kesal dari Chika terdengar nyaring hingga membuat Vito di seberang sana hampir jantungan. Coba sedikit saja lebih kencang, bisa-bisa Vito mengolengkan mobil barunya. Iya, Vito untuk pertama kali mencoba berangkat sekolah dengan menggunakan mobil baru. Sementara, Ning-Ning dia obati dulu. Setelah kemarin sempat mengalami kecelakaan ringan.

"Iya sabar, habis ini nyampe kok." ucap Vito.

Saat akan menutup teleponnya, Chika mendengar sekilas suara langkah kaki seseorang. Dia dengar lebih teliti lagi, suara itu bukan berasal dari tempat Vito berbicara. Suara itu berasal dari belakang Chika. Lantas dengan wajah panik, Chika menoleh. Namun tidak dia dapati siapapun di belakangnya. Sepi.

Chika berjalan lagi dengan perlahan sembari mengajak Vito berbicara. "Vit?"

"Hm."

"Bentar, jangan ditutup. Ada orang yang ngikutin gue." bisik Chika pelan. Bibirnya ia tempelkan pada speaker ponsel.

Langkah Chika semakin cepat saat ia mendengar lagi seseorang berjalan di belakangnya. Bahkan semakin Chika berlari, langkah orang di belakangnya ikut terdengar berlari. Hingga keberanian Chika muncul tiba-tiba. Kepalanya langsung ia tengokkan ke belakang. Sambil memejamkan mata, Mulutnya menjerit sejadi-jadinya.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA."

"Eh eh, sorry-sorry gue ngagetin lo ya?"

Seseorang berparas tampan, berdiri di depan Chika. Wajahnya panik melihat Chika menjerit. Takut dikira sedang melakukan hal yang aneh-aneh.

Perlahan Chika membuka matanya, melihat sosok laki-laki di depannya. Ketika sudah sepenuhnya terbuka, Chika baru bisa bernapas lega. Orang di depannya itu ternyata adalah salah satu siswa di sekolah. Pantas saja Chika tidak asing dengan wajahnya.

"Woiii Ca, lo kenapaaa?"

Telepon yang masih tersambung, spontan Chika matikan. Dan tidak ada jawaban untuk Vito setelahnya.

"Chika, ini gantungan kunci lo tadi jatuh." Orang di depan Chika yang mengejutkannya tadi menyodorkan gantungan kunci berlogo wali, band Indonesia.

"Oh iya makasih ya." ujar Chika sedikit malu. Untuk apa dirinya berteriak seperti orang gila di tengah sekolah sepi ini. Padahal siswa laki-laki di depannya itu hanya ingin memberikan gantungan kuncinya yang tadi tidak sengaja terjatuh di dekat gerbang.

Sebelum, langkah siswa laki-laki itu menjauh. Chika memanggilnya, "Eh, kalo ga salah lo sekelas sama Naran kan?" Chika ingat jika siswa tersebut sering terlihat berjalan bersama Naran ketika di sekolah.

"Iya, kenapa ya?" tanya balik.

"Nama lo?"

"Gabriel Stefano."

Laki-laki itu mengulurkan tangannya sambil menunjukkan dengan jelas name tag di seragamnya yang sempat tertutup dengan ransel.

"Oh Gabriel itu elo?" Chika juga ingat, nama Gabriel kerap kali disebutkan oleh beberapa guru yang mengejar di kelas Chika. "Oh iya Gab, beberapa kali gue sempet liat lo sama Naran. Kalian cukup deket ya?"

LANGIT [VIKUY] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang