Epilog

870 93 50
                                    

Kalau Tuhan bersedia menarik satu permintaan, aku mau dia kembali ke bumi ini.

***

Tiga Bulan Kemudian

Pukul sembilan pagi, Chika sudah bangun dan sibuk merapikan baju-bajunya. Beberapa ada yang sudah rapi masuk ke dalam koper. Beberapa lainnya masih tergantung bebas di lemari dan tidak tau akankah cukup jika dipaksa untuk masuk koper. Padahal dua koper lainnya sudah terkunci dan bisa dipastikan tidak akan dibuka lagi.

Di sela-sela kebingungan Chika ketika tak tau tumpukan baju yang dipegangnya saat itu akan dimasukkan kemana, ponselnya berdering kencang. Kemudian, tak lama seutas senyum tertoreh pada bibir Chika ketika melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi begini.

"Halo, Yessica Tamara di sini."

"Halooo manusia paling ngangenin se-Jakarta, se-Indonesia, se-planet, se-alam semesta raya..."

Hanya kata-kata sederhana tapi mampu membuat Chika senyum-senyum bak orang gila. Dibuatnya selalu candu dari setiap kalimat yang laki-laki di seberang sana ucapkan. Namun, bukan Chika namanya jika tidak gengsi. Gadis itu justru hanya menjawabnya dengan ledekan.

"Alay banget kamu."

"Emang alay wleee."

"Dasar manusia paling nyebelin se-Jakarta, se-Indonesia, se-planet, se-alam semesta raya..."

"Copas nih ga kreatif ah."

"Biarin—Ada apa sih pagi-pagi gini udah nelpon? Biasanya juga masih beradu pantun sama ayam jagonya pak RT."

Laki-laki yang sedang berbicara dengan Chika itu lantas tertawa. Suaranya terdengar renyah, bukan tipe suara tawa dari bapak-bapak usia 30 an ke atas. Suaranya persis suara anak-anak milenial yang tinggal di Jaksel.

"Sok ngide banget beradu pantun. Kita itu saut-sautan jargon Ca, biasa laki-laki mah kudu lakik."

"No komen deh ya." Chika hanya geleng-geleng kepala meskipun laki-laki yang sedang menelponnya itu tidak tau bagaimana mimik wajah Chika sekarang.

"Engga, aku tuh nelpon kamu cuma mau nanya, kamu dimana?"

"Ya di rumah dong lagi packing nih buat besok, kenapa?"

"Katanya ada acara."

"Iya ada acara, habis ini jam 10."

"Aku anter ya?"

"Engga usah, aku berangkat sama mama sama abang kok. Kan katanya kamu juga ada acara."

Selesai berbicara, laki-laki di seberang telepon sana hanya terdiam. Tak biasanya ia seperti ini. Seperti ada yang janggal dan Chika tak tau kenapa.

"Ba... Apaan sih kok diem doang?" tanya Chika, memastikan.

"Ini beneran kamu mau pergi, ninggalin aku? Jangan pergi dong ntar aku sama siapa kalo pengen jalan-jalan."

"Kita udah ngobrolin ini dari kemarin, ternyata belum kelar juga ya?"

"Terus nanti yang ngerjain tugas matematika kamu siapa?"

"Nanti aku di sana cari guru privat kok Ba, tenang aja."

"Yah, ga seru... Kalo sama aku kan kamu bisa belajar sambil nyemilin sendal jepit."

Chika memutar malas bola matanya sekilas. Pikirnya lelaki itu sedang memulai percakapan yang serius. Tampaknya, sama saja, selalu bercanda.

"Baaaaa, plis ini masih pagi. Tolong serius dikit yuk bisa yuk."

LANGIT [VIKUY] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang