Bisa jelaskan, kenapa rasanya ini bisa hadir tanpa aku pinta? Atau paling tidak kenapa, aku dilemah karna sayang dua hati-
Johnatan Axel CaesarHallelua ✝️🖤
Yang aku dapat adalah ini. Perempuan itu bergeser ke arahku dan mengecup pipiku singkat. Tatapanku tertujuh padanya. Pipih ini pun dengan sendirinya memerah. Anak-anak yang ikut kerja dibengkel berseru hebo."Wisss John wisss mantap eee!"
"Ya kali depan parah jomblo ngenes."
"Widih widih gila tidak nih?" Aku berdiri dari bangku panjang dengan nafas gusar. Dada pun berdetak lebih kencang dari biasanya. Namun, tampang tembok masih jadi yang terbaik.
"Nah anterin aku pulang ya, boleh ya Johnatan!" Perempuan berseragam abu-abu ini sungguh mengotot padaku.
"Pulang aja sendiri!"
"Tegah banget sih kamu, Bang! Udah dicium juga!"
"Tidak minta!"
"Oh kalau minta boleh yaa?" Aku tidak mau menjawab bagaimana lagi, sudah malasku meladeni anak ini. Keras kepala sekali.
Hari sudah mau gelap tetapi Ara memang membuatku ingin gantung anak itu saja di atas tiang listrik. Eh jadi ingat pangilan Lala untuk Felix. Sialan perempuan manis rambut berponi itu apa kabar yaa. Dia cerewet dan ceria agak memaksa sih, tapi tidak semenyebalkkan Ara. Bukannya membandingkan. Namun, sangat kontras perbedaan mereka. Ara itu keras kepala dan bertekad kuat apa yang jadi miliknya harus jadi miliknya. Sedangkan Lala itu lebih banyak mengalah, dan sabar buktinya ketika aku dan Ara jadian waktu itu. Perempuan yang maniak doraemon itu. Menjauhiku pelan-pelan.
Saat asyik asyik diam dengan isi kepalaku. Mulutku sudah disuapin dengan martabat cokelat yang aku pesankan pada Mercy tadi. "Pura-pura move on itu butuh tenaga Bang, contohnya makan martabak ini. Yok makan." Tindakanku berlainan dengan pemikiranku. Walau dengan dongkol aku terima makanan itu masuk dalam mulut. Terasa manis dan gurih langsung menyentuh lidahku yang kukunyah dengan cepat.
"Nah tuh kan, lapar juga yaa." Aku terus diam dengan potongan martabak yang dia angsurkan kedalam mulutku. Ponsel bergetar mengambil ahli atensiku. Ternyata ini mama entah apa yang penting hingga aku ditelpon begini.
Ah sial. Ternyata ada pesanan dari Ibu Ara untuk mama entah itu apa aku tidak mau tahu. Kenapa pula hari ini harus terjebak dengan perempuan ini. "Bang anterin aku pulang dong!" Aku meneguk air minum dengan cuek bebek tanpa peduli pada anak itu.
"Pulang yaa. John entar balik lagi," kata salah satu temanku yang berkerja dibengkelku ini. Si Indra. "Anterin aja di nengnya pulang John."
Aku tetap diam saja. Tak menjawab. Namun, sekali lagi tindakanku berkhianat pada pemikiranku. Aku menyambar kunci motor dan mengambil jaket parasut biru yang tergantung dipintu belakang bengkel.
Aku memiringkan kepala pada perempuan yang sudah senang bukan kepalang padaku!...
"Ya Tuhan Ex! Perkarah apaan sih cuma benda itu doang kok, nanti deh aku ganti maaf maaf maaf, iya maaf." Bukan merasa bersalah Lala justru mencak-mencak depan lapangan pada Felix yang tengah latihan paskibra. Seperti biasa aku menjadi penonton perdebatan mereka yang mungkin asyik juga. Felix menoleh kesal dan izin keluar barisan menanggapi anak itu. "Pokoknya ya kamu harus ganti! Tinta Tipe-Xku udah habis itu. Capek aku beliin. Tipe-X kalau bukan akunya yang pake."
"Iya iya bawel deh nanti aku ganti! Perkarah Tipe-X doang ah! Kuy Bang John pulang . Capek nih panas lagi!" Lala berjalan ke arahku yang berdiri depan ruang guru menghadap lapangan. Senyum muncul dibibirku pada perempuan itu. Wajahnya kalau kesal seperti menjadi hiburan tersendiri bagiku. Entah dia sadar atau tidak. Perempuan itu berlari dari Felix yang kembali masuk barisan lanjut latihan paskibra.
"Bang, katanya kemarin mo ajak jalan kok? Tidak jadi emang kenapa?"
"Jalan?"
"Iya jalan. Katanya mau kek toko buku setelah bengkelnya tutup," ungkapan Lala membuatku berpikir keras. Mengingat apa aku ada membuat janji pada perempuan yang memakai kalung besi bandul name Gabriela ini. Detik-detik berikutnya aku mulai ingat sebab ada bersuara disamping kami.
"Gimana tidak lupa, orang kemarin Bang Johnatan seharian sama aku dibengkelnya. Udah gitu anterin aku pulang! Berharap muluh kamu, nyesek loh!"
"Terus kamu kira aku peduli gitu? Bodoh amat yaa. Aku mah bodoh amat oke, pasti kamu ngemis-ngemis kan?!"
"Sialan itu mulut disaring dulu kalau ngomong. Njirrrr! Emang kamu siapa! Pelampiasan aja bangga!"
"Apa bedanya sama kamu, kamu itu lebih murah sadar? Apa harus aku ambilin kaca?!"
Perlahan-lahan. Potongan memori untuk ajak Lala ke toko buku teringat. Namun, saat aku sadar ternyata mereka sudah terlibat cekcok. Aku berdiri diantara dua gadis itu. Yang satu dengan rambut kepang dua. Dan yang satu lagi dengan rambut kuncir kuda berponi pada dahi.
"Bisa diam!" Mataku mengamati mereka bergantian Ara dan Lala. Aku berdiri di hadapan dua perempuan itu.
"Maaf, Lala aku lupa." Aku menarik nafas panjang sebelum melanjutkan omonganku. "Disuruh mama ke rumah Ara ambil pesanan mama."
"Bang John! Aku udah bilang kalau tidak bisa nepatin. Jangan janji!" Senyum perempuan itu terlihat sungguh palsu dan aku benci hal ini. Sedangkan perempuan yang aku abaikan. Dia mulai melipat tangan depan dada. Siap menghujani Lala dengan hinaannya. Hitung mundur dan pasang telinga baik-baik yaa.
"Apa aku bilang! Ya, Tuhan berharap apa sama Bang Johnatan! Woiiii! Cuma pelampiasan jangan bangga!" Tepukan tangan Ara terdengar. Lala tak mampu beraksara perempuan itu hanya menunduk melihat tali sepatunya. Sedangkan mataku mulai garang dan dingin menilik retina Ara. Namun, perempuan itu semakin menjadi-jadi dalam menghina Lala.
"Kamu aneh, dan gatel yang minta ampun dan ampun deh. Serius Bang Johnatan hanya jadiin pelampiasan saja! Oiiii"
"Diam Ara!"
"Oh tidak bisa bang John. Nih cewek harus tahu posisi dia itu dimana. Oke. Jangan ikut campur kamu itu punya aku titik. Kalau kamu tidak jadi milik aku. Maka siapapun tidak balak milikin kamu!"
Aku menggeleng mendengar penuturan paling konyol dan gila. Ketika aku mau meraih Lala. Perempuan itu telah dibawah Felix. Yang sudah selesai latihan paskibra.
Bukan menghibur Lala yang caruk-maruk. Felix justru mengungkit soal. Tipe-Xnya.
"Cih, jadi gimana soal tipxku. Ah buruan yaa. Jangan nanti-nanti karna kamu tipxku aku cepat habis. Pokoknya ganti titik."
Lala menatap Felix dengan kesal hingga wajah perempuan itu merah menahan emosi. "Tipe-X Tipe-X harga berapa sih! Kamu persoalkan! Hah?"
"Bukan soal harga! Tapi gunanya pea!"
"Iya iya nanti diganti deh!"
"Nanti-nanti. Buruan ganti!"
"Yaaaaaaa. Tuhan iya aku ganti! Bacot banget sih!"
Senyum kecil terbit. Lihat Lala cerewet lagi. Wajah sedihnya hilang. Hanya kesal namun, sebuah tangan mengandeng tanganku. Ingin aku lepas tetapi tindakan berlainan lagi hingga."Johnatan!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
HALELUYA [END]✓ Telah Terbit
Teen FictionPART MASIH LENGKAP!! FOLOW SEBELUM READING DAN TINGALKAN JEJAKNYA! Johnatan Axelo Caesar. Laki-laki dingin, irit dalam berkata. Sudah persis balok es, kulkas berjalan. Kapten basket dengan kaus biru, ikat kepala hitam menjadi ciri khasnya. Siapa sa...