Haleluya ✝️🖤
Benda yang semalam diberi Ara padaku ada disini sekarang aku taruh dalam loker. Kupejamkan mata sebentar karena, suara Lala yang melewati ruang anak-anak basket.
"Lala!" Aku menerobos Rizky dan Gabriel yang mengemut premet karet depan pintu.
"Drama cinta pun dimulai. Alkisah disebuah sekolah dengan mayoritas Kristen paling banyak. And bla blah."
"Laki-laki dingin dibuat sinting! Oleh perempuan paling cerewet satu Indonesia raya, kita yang tercinta ini!" Goda dua pemuda itu. Telinga yang terlalu tajam mendengar semua yang mereka lontarkan apalagi, hanya berjarak dua meter lebih dengan jarak tidak begitu jauh. Dan suara sebesar toa gereja.
"Lala!" Aku mengejar perempuan itu yang tengah berbelok di koperasi agak dekat dengan gedung belakang sekolah.
"Lala, aku minta maaf soal kemarin! Minta maaf banget. Pulang kita ke tanjung ayo! Ya?"
Perempuan itu justru sibuk berbicara pada penjaga koperasi membeli pena, buku tulis serta tipx. Mungkin mengganti milik Felix pasti.
"Lala. Dengarin aku dulu." Kutahan dua pundak anak itu ketika dia kembali keluar dari ruang koperasi sekolah.
Tanganku dia tepis dengan muka sedatar tembok. Bibir bungkam enggan bersuara.
"Lala!" Perempuan itu langsung lari menghindar dan dia menemui Felix. Aku diam saja dan memilih kebelakang sekolah.
..."Heran juga sama kamu? Otak dipantat? Dengkul atau emang dikepala?! Pusing banget sih. Labil banget. Goblok juga iya."
"Kalau mau adu bacot tuh. Dipasar Senen aja biar rame!"
"Dibilangin. Ngeyel banget jadi manusia lihat aja. Bakal dicuekin sampai mampus kamu. Mampus tuh tobat!"
"Al?"
"John!"
"Diam ah!" Saimen yang melerai dengan kaki anak itu menaiki tangga rumah pohon. "Masalah apaan lagi nih?"
"Dicuekin Lala lagi? Strees dia, biasa about Ara. Ciuman lagi mereka semalam!"
"Bingung mo ngomong apa juga sekarang!" Laki-laki berkalung salib itu meneguk fanta minum berkaleng merah ini menyodorkan kantung kresek putih dua kaleng minuman bersoda, lengkap dengan sebungkus kripik singkong. Yang tentu diseboti Enos dasar rakus. Laki-laki itu membukanya.
"Adek kamu itu otaknya dibaptis ulang aja Men? Gila banget jadi cewek! Heran banget ada ya, spesies yang udah dikasarin, dikatain masih aja ngotot. Ini obsesi bukan sih?" Muka menyebalkan Enos ingin kutendang laki-laki itu. Hidung mengerut padaku dan dagu diangkat tinggi.
Saimen yang justru terkikih dengan ekspresinya. Aku hanya mendengus sembari menerawang ke depan membiarkan angin membelai wajahku tenang. "Entahlah aku juga tidak paham. Dia seperti bukan Ara yang aku kenal, setelah putus dari kamu John."
"Emang selama ini dia seperti apa?" tanya Enos penasaran.
"Sopan, ceria dan pemalu." Diam sejenak dan lanjut bicara lagi. "Anak itu memang sering ditinggal pergi oleh orang tuanya, kadang sendiri dirumah. Kadang tidak dirumah. Aku bahkan heran kok, bisa dia dibar malam itu. Setelah John, dan Lala pacaran."
"Men, sifat orang itu akan berubah seiring berjalannya waktu. Sifat manusia itu dinamis bukan statis kaya Tuhan. Sedekat apu pun kita sama orang itu. Kita tidak bakal tahu isi hatinya."
"Kemarin ada pencuraan roh Kudus bukan sih? Tumben waras ngomongnya?!" Aku menghadap dua laki-laki itu menatap Enos dengan wajah luar biasa takjub kepalaku kenah tabok.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALELUYA [END]✓ Telah Terbit
Teen FictionPART MASIH LENGKAP!! FOLOW SEBELUM READING DAN TINGALKAN JEJAKNYA! Johnatan Axelo Caesar. Laki-laki dingin, irit dalam berkata. Sudah persis balok es, kulkas berjalan. Kapten basket dengan kaus biru, ikat kepala hitam menjadi ciri khasnya. Siapa sa...