Untuk sejenak aku biarkan. Rasa ini, tenang. Tidak menjawab perasaan manapun karena aku sendiri masih terbilang labil dalam menentukan rasa yang pasti -- Johnatan Axelo Caesar
"Joh, kantin yuk? Mumpung belum bel. Masuk ini. Aku lapar soalnya? Kuy Men." Al alias Enos laki-laki jangkung dengan bandanan hitam dilengan kiri ini. Lebih suka namanya dipanggil Al. Ketimbang Enos katanya namanya terkesan nas nos nas nos kaya premen mentos. Terserah dia saja aku tidak mau peduli. Aku menganguk saja, tak tertarik untuk bersuara. Saimen pun setuju terbukti dari omogan anak itu.
"Iya, jam pertama gurunya juga belum datang. Atau belum masuk ini. Tadi aku kirim chat wa tapi belum dibalas."
"Nah tuhkan apa, aku bilang yok, kantin lapar ini!' Tangan Al meraup pundakku berserta Saimen, sebab posisi anak itu strategis berada di tengah kami berdua.
"Kamu itu makan muluh, deh Al?!" Saimen mulai bercanda ini.
"Yaaa, itu mah kebutuhan yang hakiki hak paten untuk seorang Enos Aldy Prasetyo! Men, mending makan makanan daripada makan hati!?"
Sial sombong banget ini, kalimat apalagi kata makan hati sengaja tertujuh untukku ah persetanlah.
"Nyindir aja terus kalau kalian berantem gimana?" Saimen mengeleng kepalanya.
Tangan Enos berada depan wajahku dengan dua jari tengah dan telunjuk. "Peace bro peace." Lengkap pula dengan cengirangnya.
"Terserah."
Jawabanku mendapatkan gelak tawa dari mereka berdua.
"Gila, John udah mirip cewek ini, gaya marah kamu! Serah muluh serah muluh."
"Didiemin malah ngelunjak yaa, Al?" Aku menatap dengan serius dan akan mencekik pemuda itu, walau hanya bercanda.
Dia sudah lari diluan ke kantin dengan muka mengejek. "Santai aja, Bang serius amat hidupnya! Entar mati dipercepat loh?" Tertawa ngakak yang menyebalkan. Enos sialan.
Saimen disampingku sudah cekikikan. Namun, tidak sampai ngakak. Enos sialan untung temanku kalau tidak kita udah adu jotos karena aku kesindir sama omongan manusian cungkring itu.
"Ayo ayo, ah melamun lagi John?!" Dengan sisah tertawa Saimen merangkul bahuku dan kami beriringan masuk area kantin, tanganku berada disaku kiri. Gaya paling sering terbaca dan di hafal mati penghuni SMK Kasih Yesus yang mengenalku. Atau bahkan satu sekolah kami ini.
"Nih aku pesankan, kalian nasi bungkus aja. John? Men? Kurang baik apalagi teman kalian ini!"
Aku tidak sabar sekali ingin menoyor kepala bocah ini. "Songong banget yaa?!" tanyaku dengan nada kesal. Namun, mereka tahu aku hanya bercanda ya, manusia dingin yang sepertiku jika bercanda akan terdengar garing- garing kek kacang goreng.
"Eh, John kalau mau toyor kepalaku, toyor aja. Aku ikhlas itu muka kamu kaya, belum dapat antrian sembako aja." Saimen kembali ngakak, bahkan lebih parah tadi. Kantin yang rame dan rusuh malah memperparah keadaan. Nan, bagian bagian ketika kami akrab dan seceria ini yang aku harapkan. Mereka berdua manusia yang setara orang cerewet. Namun, paling tidak hari-hariku bisa berwarna. Dua orang yang paling mengerti. Karena memang aku. Anaknya sangat susah berbaur. Dan terlalu malas untuk kenal banyak orang . Terbiasa dengan keadaan sepi. Ditambah hanya punya saudara perempuan. Yang cerewet ya, anugerah juga sih.
...
Semoga hari ini baik baik saja. Iya baik baik saja. Sesuai jam pelajaran selesai. Aku memilih diam dikelas sendiri. Biasalah mereka sibuk apel pacarnya masing-masing. Tidak bukannya dua manusia super cerewet itu, tidak peduli atau tidak setia kawan tadi aku diajak ke kantin atau. Mereka ingin temani aku disini, tetapi aku bilang aku ingin sendiri. Hanya dua perempuan sinting itu yang sedang aku was-was. Sebab entahlah nanti kalian tahu sendiri. Aku sedang malas meladeni segala hal.
"ABANG JOHNATAN BEKALNYA SUDAH DIMAKAN?"
"CUEK LAGI CUEK LAGI! ABANG JOHN KIRA AKU BAKAL NYERAH TIDAK AKAN NYERAH!"
"ABANG JOHNATAN!"
"ABANG JOHNATAN!"
Aku mendengar bunyi orang jatuh saat suara Lala mendekat pada pintu kelas. "Ceroboh!"
Suara dinginku malah menimbulkan muka cengar-cengir anak itu.
"Abang Johnatan makin ganteng deh." Bukan menolong anak itu. Aku malah mengambil bekalnya dalam ranselku. Biru laut. Aku mengunyak roti lapis buatan Lala dengan menatap perempuan itu serius dia jadi gugup sendiri. Berdiri dengan merapikan debu yang menempel manis dibokong belakang rok seragamnya."Untung ganteng. Ah Bang Johnatan tegah banget, aku jatuh tidak ditolongin!" Aku meneguk air dan melihat perempuan itu saja.
"Salah sendiri! Make acara lari!"cetusku dengan muka dingin.
"Ishhh tegah banget, jahat Bang! Jahat banget ah!" Aku memutar mata malas menanggapi omongan tak penting Lala. Perempuan itu duduk dibangku Saimen.
Tanpa permisi pundakku kepalanya bersandar. "Bang sebentar aja. Sebentar aja. Janji setelah ini aku langsung balik ke kelas deh."
"Hmmmm," ujarku mendapat ungkapan terimakasih dari perempuan dengan kalung besi bandul name Gabriela. Kukira dia tidur ternyata tidak mulai berkicau lagi.
"Ihhss gambarnya bagus banget Bang. Ihhh keren deh! GILA KEREN BANGET BANG JOHNATAN!"
"AKU SUKA BANGET, GILA GILA KEREN, YA JAGO BANGET. UDAH PINTAR MAIN BASKET! SEKARANG MALAH JAGO GAMBAR!" Perempuan itu bangkit berlompat seperti anak kecil dan seperti biasa, suara nyaring dan cempreng itu mengisih kelas XII TAB 1.
"Diam La!"
"Iya iya. MAAF! MAAF BANG, aku terlalu semangat!"
"Hmmmm!"
Aku melihat anak itu sungguh sangat kagum dengan mata berbinar, dia meraih buku gambarku dan menatap lama lukisan itu. Sebaris kalimat -kalimat yang aku toreh disana.
Untuk sejenak aku biarkan. Rasa ini, tenang. Tidak menjawab perasaan manapun, karena aku sendiri masih terbilang labil dalam menentukan rasa yang pasti -- Johnatan Axelo Caesar
Raut ceria dan senang itu menjadi sendu. Karena hal ini, tetapi perempuan itu tetap memasang wajah bahagia. Aku benci ekspres face itu senyum dibalik luka yang tak mau diutarakan. Aku bukan tidak mau menerima perempuan ini. Hanya aku masih ragu-ragu. Takut nanti aku sakiti lagi. Karena diri ini sepenuhnya belum melupakan Ara.
Katanya laki-laki sekali berengsek akan tetap berengsek.Begitu stimga yang perna aku. Lihat disosemd.
"Jago juga yang rangkai kalimatnya Bang. Kenapa tidak coba puisi aja gitu, pasti keren."
Sumpah ini cewek kok bikin aku tidak tegah ya, lihatnya. Bisa-bisanya dia ditolak secara tertulis tetap masih ramah padaku. Kalau tukar posisi tentu aku angkat kaki kalau digituin. Terbukti dengan Ara yang aku cuekin dan aku anggap asing. Namun tetap saja, perempuan sinting dan gila itu masih gencar mendekatiku.
"Oh jadi disini yaa?" Panjang umur perempuan dengan kepang dua itu. Berdiri depan pintu kelas menatap Lala horor.
Sudah dipastikan perang terjadi lagi.
"Kamu cewek ganjen oiiii!"
TBC
11/09/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
HALELUYA [END]✓ Telah Terbit
Ficção AdolescentePART MASIH LENGKAP!! FOLOW SEBELUM READING DAN TINGALKAN JEJAKNYA! Johnatan Axelo Caesar. Laki-laki dingin, irit dalam berkata. Sudah persis balok es, kulkas berjalan. Kapten basket dengan kaus biru, ikat kepala hitam menjadi ciri khasnya. Siapa sa...