"Sana masuk. Awas kalau seperti itu lagi! Aku tonjok."
"Tapi!"
"Masuk! Jangan minta aku kasar!"
"Iya iya jangan galak galak juga napa."
Aku memutar motor dan mundur untuk menginjak gas keluar area rumah itu.Lala maafin aku. Maafin Abang Johnatanmu ini.
Tindakanku harus kasar dan keras kalau tidak Lala yang akan tersakiti lagi. Tekadku sudah bulat dan harus kokok jauhin perempuan itu adalah hal paling bijak.
"Dari mana aja, jam segini baru balik Bang?" Mercy bersedekah dadanya. Dengan mata menyipit. Aku memarkirkan motor dan keluar dari garasi. Mendapati anak itu depan teras.
"Anterin pacar sepupumu pulang dari bar!"
"Ngapain tuh anak kesana. Repotin aja deh. Pantasan tuh Saimen tadi nyari sampai nanya. Kirain sama Abang. Padahal kan, Abang jalan sama Lala. Ini yang bener mana sih, jalan sama Lala atau Ara."
"Dua-duanya!"
"Serius Bang yang mana? Gila dua-duanya digebet. Maruk amat. Emang betul anterin pulang Ara dari tempat gituan. Tidak yakin aku?"
"Serah." Masuk rumah tanpa mau berdebat lagi. Mercy dibelakang mengejarku menutut banyak informasi. Yang tidak mau kubeberkan.
"Aissss, Bang cerita dulu. Pelit banget sih sama adik sendiri. Dya kepo nih. Bisa jalan berdua. Gimana ini konsepnya? Bang aissss. Cerita napa."
"Ck."
"Ck cak ck cak. Kek cicak aja, ngomong dulu ah. Ngapain aja Abang sama tuh bocah disana. Gatel emang tuh cewek tampang doang yang polos." Aku menengok Mercy yang berkicau depan kamarku.
Dan menutup pintu kamar malas menanggapi. Hingga pintu kamarku ke kenah gendor bodoh amat. Dia yang rusakin ya, dia juga perbaikin aman kan. Dahlah mau istirahat besok sekolah. Suara umpatan dan apapun itu persetanlah. Nanti kalau capek juga berhenti sendiri ngocehnya.
...
"Lala mana?" tanyaku pada anak-anak XI Akuntansi 2.
"Tidak ada Abang. Lagi ngatin mungkin." Nofit wa membuatku mengecek hp.
Enos : Lala tidak dikantin John? Coba nanya Saimen
Saimen: Dilab. Akuntansi lagi belajar John.
Read saja yangku balas. Lantai dua paling ujung belok kiri pojok tangga. Langkah lebarku mengayuh kesana. Berpijak cepat untuk bertemu perempuan itu.Tidak biasa itu bocah niat belajar begitu. Setahuku PGSnya sudah selesai. Apa laporan yang masih dia pusingkan? Seragam TAB yang melekat pada badanku. Berdiri depan pintu yang dikunci itu.
Terlihat dikaca jendela perempuan itu serius dengan komputer. Menekankan mouse kesana-kemari. Dan membuka buku catatan yang agak tebal. Kertas buku portofolio bergaris. Kamera yang bergantung di leher ini. Aku arahkan menebus jendela kaca yang menjadi pembatas untuk lihat dengan jelas ke dalam ruangan.
Beberapa jepretan dari gaya mengaruk kepala. Menopang dagu. Bahkan menelungkup kepala diatas meja pun kujepret. Hanya kenapa muka anak itu lesuh dan tak bersemangat. Seperti menghadapi hari malang yang sadis dalam hidup.
"Gimana semalam benar kan? Chatnya aku?" Aku melirik Enos yang asik menyeruput pop ice rasa mangga.
Aku mengangguk tanpa membalas dengan kembali fokus pada lensa dan kameraku membidik pada satu titik yaitu Lala, sembari telinga ini menangkap cerewetnya kawanku disamping.
"Aku kirain salah lihat orang soalnya. Gila, semok banget astaga. Beh. Tidak nyakah aja tuh bocah bisa dandan kegitu. No cupu cupu but is suhu suhu. Kira-kira Saimen udah tahu belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HALELUYA [END]✓ Telah Terbit
Genç KurguPART MASIH LENGKAP!! FOLOW SEBELUM READING DAN TINGALKAN JEJAKNYA! Johnatan Axelo Caesar. Laki-laki dingin, irit dalam berkata. Sudah persis balok es, kulkas berjalan. Kapten basket dengan kaus biru, ikat kepala hitam menjadi ciri khasnya. Siapa sa...