20-Terjebak

33 3 0
                                    

Dosa itu mengintip depan pintu mengujih keinginan dagi atau roh yang menang so waspadalah.
Haleluya ✝️🖤



"Panas banget!" Aku menoleh kesal karena perempuan itu mengipasi diri dengan tangan entah apa yang tadi dia lakukan hingga merasa gerah sendiri. Dia menaikkan suhu AC agar dingin. Kalau bukan karena niat membantu aku tidak akan berada disini. Dengan cat dan kuas. Untuk kepentingan melukis atau apalah.

"Abang Johnatan tidak panas?" Aku tak menoleh dan sibuk pada dinding kamar perempuan itu. Menyapu kuas disana memberikan cat dipalet gambar saja persetan dengan perempuan itu.

"Panas ah!" Memang aku peduli terserah anak itu saja.

Aku merasa sentuhan tangan lembut mengusap leherku. Memberi tanda ditenguk kecupan. Bangsat. Pundakku yang diusap menjalar turut ke bagian dada kebawah. Mengusap disana membuat jantung berdebar tak keruan dan sesuatu mulai terpancing.

"Kita lihat sampai mana Bang Johnatan tahan!" Perempuan itu berdiri depanku. Kaus pendek yang justru kalau dia jijit perut mulus itu terlihat. Dia menunduk sengaja tangan memegang pahaku. Sehingga dua hal terkutuk itu terlihat.

"Jadi!" Aku diam tak ada balasan meskipun sedang bergairah sampai aku mati kutu. Chat dan palet dia lepas benda itu terjun dilantai. Memberi warna disana yang mengotori keramik. Kursi dorong berputar dia dorong keluar tempat itu membuka pintu kamar yang gelap dan remang-remang. Menekan saklar lampu. "Kalau mau gelap kurang asik terang aja. Biar manis!" Tubuhku yang dia dorong dari kursi tanpa tanpa sandaran itu. Membuka kausnya depanku perempuan ini memang ular licik dan sangat licin. Merayap naik tempat tidur. Hanya kaus singletnya tipis yang buat otakku kacau.

"Sejantan apa kamu?!" Tangan naik membuka setiap kancing kemeja putih kotak-kotakku. Dan duduk diatas tubuhku. Mengecup bibirku setiap wajahku. Aku diam saja tidak membalas tidak juga melawan.

Mengusap perutku yang rata berotot hingga naik di dada yang bidang melingkar dengan entah gerakan apapun itu. Menatap wajahku dari depan mendidih tubuhku mengusap rahangku. Namun tetap saja walau bergairah kuat aku tidak membalas. Diam saja lalu bangkit dari tempat tidur tanpa bicara. Kududuk ditepi kasur dengan kaki yang tergantung kebawah.

Tangan merabah seluruh tubuhku bagian belakang sentuhan lembut dan usapan tangannya bermain disana. Punggungku dari belakang lari kedepan bahkan sengaja menempel dua gunung sialan itu dibelakang sana. Tapi aku tak merespon.

"Kenapa diam? Ada yang salah? Kenapa tidak balas?  Kenapa diam? Culun? Pecundang? Dasar munafik! Dasar tidak normal! Cupu!" Aku mendorong kebelakang tubuh kami hingga dia teriak mati kehabisan nafas dan berat bobot tubuhku. Karena aku mendidih dengan tubuh belakang bukan jatuh menghadap seperti yang dia harapkan.

"Murahan!"

"Aku menang tidak tergoda!"

Saat aku bangkit kembali! Dia menarik leherku dan mengecup bibirku dengan memutar kepalaku menghadapi wajahnya kenapa jadi luar biasa cantik. Sialan.

Dan yaaa, aku yang membalas sekarang. Menyentuh seluruh tubuh Ara. Siapa yang salah sekarang. "Aku menang sekarang menang sekarang." Goda Ara hingga semua pakaian mau dilepaskan alarm berdering keras dalam kepalaku, karena dia sudah tanpa busananya. Cuma aku yang masih memakai boxer.

"TIDAK!"

"Tapi aku mau kamu sama kamu! SEKARANG!" Tamparan keras aku berikan dipipihnya.

Aku berlari keluar memunguti baju khawatir hal yang kurang baik terjadi. Dirumah sendiri. Dengan gairah laki-lakiku yang tinggi bersama perempuan pengoda seperti dia tidak sehat.

Dia memakai selimut menuruni tangga, aku sudah tiba dilantai bawah tangga terakhir. Kaget saat kami jatuh bersama. Dibawah tangga. Alasannya apa pun aku tidak paham dan kurang beruntung kenapa bisa ada Lala?

Kami jatuh saling mendidih membuat Ara semangat mengecup bibirku dan kalimat terkutuknya. "Harus selesai sekarang!"

...

"Sudah aku hanya minta tanggung jawab!" Perempuan itu melemparkan surat padaku.

"Lala! Kami tidak melakukannya. Serius demi Tuhan aku hanya menciuminya bukan berbuat hal itu! Demi Tuhan!"

"Udahlah Bang, cara pacaran kalian yang kurang sehat! Mana mungkin Ara tidak hamil!"

"Palsu?! Lala percaya sama aku!"

"Sejak kapan surat rumah sakit bisa direkayasa sejak kapan!"

Perempuan berseragam akuntansi itu. Menatap kecewa dengan pipih yang sudah basah. "Aku mundur iya aku mundur!"

"JOHNATAN! JOHNATAN!"

Aku melihat Esau datang dan melepaskan kaus seragam TABnya. "Jauhin Adik aku anjing. Aku diam selama ini karena aku percaya kamu bisa jaga dia! Aku diam karena aku sadar kamu bisa berubah! BANGSAT!"

Aku menatap Lala yang menutupi mulutnya dengan tangan lalu terisak.

"Sebagai Abang Lala aku tidak terima! Juga nyesel!" Saimen pun turut dalam hal ini. Kisah ini terulang di mana aku diborong mereka 7 ada Gabriel. Patrickx. Rizky. Yosua. Denis bahkan Enos.

"MINGGIR!" Mereka semua berhenti aku sudah mandi darah melihat dengan mata kanan yang masih terbuka sedangkan kiri, sedang mengabur karena terlalu banyak dipukul.

"Nyesel banget! Sama kelakuan Abang nyesel banget. Mercy nyesel banget Bang. Pokoknya harus tanggung jawab!" Aku langsung muntah darah. Karena Bogeman mentah dirahang ini.

"Demi Tuhan aku! Tidak berbuat sampai sejauh itu! Aku menciumnya! Hanya itu!" Suara terputus-putus. Namun tidak ada yang percaya. Mereka semua hanya mengeleng dan meninggalkan aku.

Gudang belakang itu. Sepi dan sunyi. Semua murid yang menonton telah dibubarkan guru. Lala yang kudengar tangisannya pilu. "Aku coba sabar! Coba berharap. Coba diam dan berdoa sama Tuhan Yesus Abang bisa berubah. Waktu itu seharusnya jangan balas perasaan aku Bang itu nyesek banget, lihat sendiri tadi Malam. Lebih nyesek dari yang dibar itu." 

"Lala bisa percaya sama aku sekali lagi." Dia  mengeleng pergi dari gudang itu. Aku harus menghadapi semua orang yang menunggu di ruang BK.

...

"Belajar berengsek begitu dari mana? Dari mana ya Tuhan? Axelo kecewa banget Mama sama kamu! Entah setuju atau tidak kamu harus nikahi Ara!"

"Mama?"

"Axelo Mama sering malu sama kelakuan Lidya itu hal biasa. Tapi kelakuan kamu bikin Mama gagal jadi ibu!" Perempuan itu menangis dalam kamarku. Duduk disamping tepi ranjang sedangkan Mercy diam saja depan pintu enggan bersuara.

"Mama tolong percaya sama aku. Kalian harus percaya sama aku! Aku tidak seperti itu? Ini hanya akal-akalan Ara biar aku dibenci Lala!"

"Abang akal-akalan bagaimana kalau Abang sendiri tergoda. Dan Lala lihat sendiri! Mana mungkin anak itu bohong ditambah cctv- rumah Ara. Mau ngeles kaya apalagi?!"

"Axel, masih sayang Mama kan?" Aku memandang mata yang penuh luka itu tak berhenti menangis saat aku pulang sekolah kemarin. Dan mama tadi ke sekolah surat panggilan. Untuk pertama kalinya beliau sekecewa itu padaku.

"Iya Mama?" Aku mengengam tangannya yang mengusap kepalaku.

"Tolong nikahi Ara, sayang demi Mama. Tolong yaa. Xel demi Mama, dia perempuan meskipun dia yang menggoda. Besarkan anak tanpa ayah itu pasti menyakitkan. Kamu lihat sendiri kan, dia diturunkan dari jabatan ketua OSIS. Kalau bukan karena kakeknya donatur sekolah dia dikeluarkan begitu juga kamu! Kalau Mama dan papa tidak punya perang penting disekolahmu Nak."

"Tapi Mama?!"

"Dengarin Mama ya sayang, Mama sayang Axelo banget." Tidak tega lihat perempuan yang paling aku kukasihi itu meratap karena perbuatanku. Aku berani sumpah Ara kamu lihat saja semua akan bayar mahal sekali perbuatan keji ini karena menyeret aku dalam lubang hitam ini.
Dalam nama Yesus semua akan baik-baik saja. Aku akan fine.

"Demi Mama. Hanya demi Mama. Aku siap tanggung jawab!" Meskipun luka ini sakit sekali luka paling perih yang aku berikan untuk Lala paling kejam dan sangat berengsek. Iya mungkin ini cara yang tepat memutuskan diantara dua perempuan itu siapa aku pilih. Kendati dengan tindakan yang tidak biasa.


TBC

HALELUYA [END]✓ Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang