4-Dasar kepo

70 9 8
                                    

Aku. Mau berharap tapi aku takut harapanku dikecewakan oleh kenyataan. Sebab saat ini aku berusah untuk tak jatuh dihal yang sama.

Johnatan Axel Caesar

Hallelua ✝️🖤

"Jadi..."

Sebelum kalimat Enos itu selesai aku dan Lala pergi jauh dari mereka. Tanganku yang kiri meraih tangan perempuan itu. menghilang sebelum. Mukaku entah harus taruh dimana. Malu guys. Tak mau aku pikirkan ulang lagi apalagi sampe ada ungkit kembali.

Lala juga jadi pendiam sekali anak itu tak banyak ngomong. Jika seperti ini tingkahnya aneh tidak mungkin aku mulai ngoceh dulu. Kesannya kaya entah agak aneh aja. Tapi yang aku bukan patung apalagi tanah tanpa suara.

"La kamu kenapa?"

"Hmmm. Aku baik baik aja. Yuk dimakan Bang?"

"Hmm." Pintar sekali rubah suasana dari canggung ke normal aku masih menatap perempuan itu. Tanpa berminat lanjutkan makan. Ck susah nyari topik yaa aku bukan Enos dan Saimen yang pandai bertanya hal tidak penting. Atau apalah. Aku tetap aku laki laki yang bercap. Es batu. Patung berjalan. Ya seperti itulah. Lala menyesap air minumnya dengan sedotan.

"Bang sorry buat yang tadi. Aku ngerpoti ya? Maaf banget ?"

Entah aku harus jawab apa. Disini yang nyosor itu aku kenapa di yang minta maaf. Apa ada yang kebalik atau apa ini.

"Tidak."

"Nanti aku pulang bareng lagi atau sama bang Saimen dan kak Mercy aja nih?"

"Mo jadi obat nyamuk?"

"Bukan gitu?"

"Terus?"

"Ya kali aja. Abang risih. Terus ogah deh ngaterin aku pulang. Ya kan bisa aja Bang."

"Oh."

"Ish oh doang!"

"Apa?"

Lala menaruh piring kami dimeja piring bekas makan. Dia jalan kearahku dengan wajah yang senyum dan kesal diraut yang sama. "Dahlah jawabnya singkat singkat sariawan yaa?"

"Tidak."

"Tuhkan singkat lagi jawabannya?"

"Emang gimana?"

Aku melihat perempuan itu mengaruk kepalanya pelan. "Yaa. Ngomong panjang dikit kek. Ya jangan singkat-singkat muluh jawabnya? Udahlah emang udah dari sanaan gitu ya!"

"Tapi itu lebih baik dari pada aku sendiri yang ngomong mah nyesek Bang." Mode dramatis on. Anak ini suasananya hati pindah pindah terus cepat segalah emosinya.

"Eh eh eh mo kemana Bang. Ah kan baru habis makan kok ditarik tarik sih!" protes yang tak aku hiraukan. Aku berjalan dengan langkah lebar yang kutarik kaya mau lari langka langkah dibelakang terdengar berderap cepat. Menyesuaikan langkahku.

"Duh ditanya malah diam. Berasa ngomong sama angin. Behhh gila cantik banget, baru tahu aku kalau ada kolam ikan disini? Soalnya disinikan jarang ada yang dibolehin masuk?" Mataku menatap pantulan bulan dikolam ikan dan dengar suara takjub disampingku. Aku memilih duduk dirumput yang agak dingin dan agak basah aku edarkan pandangan kesan-kemarih abaikan ocehan kagun Lala yang masih berdiri dengan muka tak habis pikir dengan yang dilihatnya.

Syukur ada kursi bangku tanpa sandara rada tak jauh dari aku berdiri. Aku seret perempuan itu dikursi lagi. "Ck kebiasaan banget Bang nyeret muluh. Emang aku bocah. Ah bodoh yang penting ada romantis romantisnya."

HALELUYA [END]✓ Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang