17-Handband hitam

29 4 0
                                    

Ada yang mencintai dalam diam ini mengakui. Namun, takut melukai
Hallelua
✝️🖤

"BERHENTI ASTAGA!"

"FELIX BANGSAT KAMU! GOBLOK INI COWOK!"

"FELIXXXXXXXXXXXX! FELIXXXXXXX! KAMU APAIN BANG JOHNATAN AKU! FELIX!"

"EH BISA TIDAK JANGAN TERIAK! DASAR GATEL!"

"WOIIII OIIIII SITU SIAPA NGATUR NGATUR? MAAF ANDA SIAPA!"

"BELAGU AMAT JADI CEWEK!" Lah kenapa jadi mereka yang ribut. Astaga aku dan ketua OSIS itu saling pandang dan melerai mereka. Tangan kedua perempuan itu sudah menjabak rambut. Kepang Ara Lala tarik hingga mau tercabut dengan akar-akarnya. Sedangkan Ara mencengkeram kuat poni Lala ingin menariknya putus. Bahkan akan rontok. Felix menjauhkan pacarku dan aku menarik Ara jauh. "Dasar cewek gatel dasar cewek bangsat. Tidak tahu malu gatel. Gila!"

"Kamu tuh! Pacar orang digoda. Kamu tuh murah. Kamu tuh sialan. Felix lepasin aku sialan tiang listrik lepas. BANGSAT!" Lala melepaskan sepatu dan melemparkan benda itu dikepala Ara! "Dasa murah. Pacar aku itu Bang Johnatan bukan kamu!"

Aku geleng kepala. Tidak tahu harus bagaimana. Diam saja malas merespon dua perempuan ini. Tapi tingkah Lala membuat Ara menutut pembelaan dan rasa belas kasihan, aku tidak peduli. Dan justru menyeret cewek itu kasar keluar lapangan. "Itu faktanya!"

Aku kembali mendapatkan Lala mengamuk pada Felix!
"Kamu itu siapa! Aku tidak butuh rasa kasihannya, aku tidak peduli perlindungan kamu! BANG Johnatan bisa jagain aku!"

"Oh yang buat mesum dengan Ara?!"

"Itu bukan urusan kamu! Kamu siapa!?"

"Aku sahabat kamu, dan aku peduli! Lala!"

"Aku tidak peduli! Aku tidak perlu! Mending cari cewek gih! Jangan urus aku lagi! Jangan sibuk sama aku. Kamu harus punya cewek sendiri yang kamu jagain."

"Tapi tidak ada yang kaya kamu!" Pernyataan itu buat Lala diam. Aku sudah menebak tapi perempuan itu masih loading.

"GOBLOK MAKANYA ITU CEWEK DIPEKAIN DISERIUSIN GOBLOK!" Aku menepuk jidat meratapi kebodohan pacarku yang tengah di tembak laki-laki itu.

"Iya iya. Nanti aku coba! Sana pulang udah ditungguin Bang Johnatan." Sikap sopan dan mengalahnya kembali. Ya, aku tahu laki-laki sopan dan patuh itu tadi terbawah emosi. Dan itu semua karena Lala tapi perempuan itu buta atau tidak peka dan dungu soal perasaan sahabatnya itu. Lala berbalik menghadapku. Tangannya mengusap kepala perempuan itu sebelum hilang dari hadapan kami.

"Kenapa tadi berkelahi?"

"Kamu juga?"

"Yaaa, karena Lala gatel! Nyebelin!"

"Yaudah sama karena Felix. Pancing aku ladenin."

Perempuan itu menjijit dan mengusap kepalaku yang penuh debu tipis. Bekas tanah yang menempel dipipi dan rambutku yang tangannya usap.
Aku maju mengikis jarak kami menatap perempuan itu tulus. Mengusap rambutnya juga. Lalu turun pada pipinya. Mengalir pada bibir manisnya. Aku senyum mendekati hingga hidung kami menyentuh. Dan senyum lagi padanya.

"Bang kalau kamu lecehkan Lala ke Ara gelut lagi ayo!" Kaus basketku ditarik kebelakang lagi. Memandang pacar sendiri sedekat itu salah? Murni tak niat seperti Ara kecuali digodah!

"Aku tidak bakal biarin!"

"Asal nyimpulin kaya gitu, sotoi!" Aku dorong dua pundaknya dan menarik Lala yang diam saja.

...

Selamat ulang tahun aku mendengar entah yang keberapa kali didalam sana. Aku bosan sendiri dan mengungsi kemarih. Ya, aku duduk diam didepan teras. Sembari belakang rumah Ara ramai dengan pesta usai ibadah syukuran ulang tahun yang ke-16 tahun.
Lala sibuk menikmati hidangan bersama sahabatnya itu. Aku termenung sendiri kalau bukan karena menghargai mana mungkin aku mau disini tak Sudi.

"Bang Johnatan!" Aku mendengus karena pangilan menyebalkan itu. Hanya dua orang yang memanggil dengan penuh semangat dan ceria kalau bukan Ara ya, Lala hanya berputar pada dua perempuan itu.

Aku menoleh mendapati perempuan kepang dua itu duduk disampingku. Dengan riasan yang cukup dikatakan cantik juga manis. Serasi dengan dress pink yang dia kenakan. Disodorkan kotak hitam padaku.

Aku mengangkat kening sebelah. "Ini buat Abang Johnatan. Aku kasih ini." Perempuan itu membuka kotak itu, memperlihatkan ikat kepala hitam kesukaanku.

"Cocok ini kalau dipakai sama Bang Johnatan. Tambah ganteng pasti!  Makin disayang Lala juga!" Ini ulang tahun siapa yang dikasih hadiah siapa?

"Aku ngalah deh! Karena sejauh apapun aku berjuang ya, aku kalah! Pilihan kamu saja dia." Dia menciumku lagi dalam dan lembut lalu hilang masuk rumah lagi.
Kenapa aku selalu bodoh ini diperlakukan begitu. Hingga aku sadar ada mata yang menangisi hal ini.

"Lala?"

...

"Tidak perlu jelasin apalagi. Tidak perlu. Nanti ngulang lagi tidak perlu! Anggap aja kita orang asing aja. Sebelum hubungan ini jelas!" Aku tercengang didepan teras rumah besar Ara.

"Lala!?"

"Apalagi. Apalagi! Janji apalagi. Ngomong lagi khilaf? Aku tidak sengaja!?"

"Dengarin dulu?" Perempuan itu menahan isakan hebat. Mengusap hidung yang tersumbat karena menangis terlalu banyak.
Ara kembali muncul dengan pakaian pesta tadi. Bertepuk tangan diantara kami berdua.

"Mudah tergoda! Sangat disayangkan! Kalah dari segi semuanya! Cuma modal raga! Hati dan otak aku yang punya. Lain kali lebih hebat sampai kamu benci Bang Johnatan! Itu baru penasaan Lala. Baru penasaan! Dilain waktu sampai Abang Johnatan lupa sama kamu!"

"Ular!" Aku tampar perempuan itu dua kali hari ini atau entah yang berapa kali? Didalam dengan sibuk berpesta dansa mungkin aku hanya menebak. Disini berpesta drama.

"Tiang listrik! Tiang listrik EX EX nebeng pulang!" Perempuan itu menghalangi motor Felix yang keluar gerbang rumah Ara.

"Aku mau pulang nebeng woiii!"

"Yeee, cengeng. Salah sendiri masih mau sama tuh orang kasihan nangis nangis!" ejek laki-laki itu. Dan mengklason setelah Lala sudah duduk di jok belakangnya.

"Murah banget? Goda aja, sekali lagi aku bunuh!" Aku dorong jidat perempuan itu kebelakang hingga kepala terhuyung. Dengan kepangan yang juga bergerak. Lalu turun air yang membahasi pipinya.

"Paling tidak lihat aku sebentar aja. Paling tidak paham perasaan aku dikit aja. Bang Johnatan sampai kapan mo munafik! Kamu masih sayang sama aku. Masih cinta sama aku, tapi kenapa ladenin Lala? Kenapa masih respon perempuan itu." Aku tidak jadi pulang dan mendengarkan omongan penuh drama ini.

"Dia pacar aku!"

"Pacar?" Ada jedah panjang hingga dia menangis dan menarik nafas mencoba mengusap pipi yang basah. Dan berusaha terlihat kuat tapi seakan-akan tidak bisa. "Aku yang lebih rapu disini. Aku hancur disini. Semuanya memang salah aku. Tapi kenapa tidak ada kesempatan untuk aku berperbaiki. Pacar yang serasa lebih kek kakak sama adik!"

Seakan kilat membakar kepalaku dan menghantam hatiku. Tak tahu kenapa kalimat panjang lebar itu mampu melebur isi otakku.

"Sadar tidak sadar? Dia itu kaya adik yang ingin Aban lindungi dan jaga. Balas perasaannya pun karena kasihan. Bukan karena cinta!"

"Jadi!" Dia menangis sesungukan. "Ingat tidak cara Abang mengakiri hubungan ini seperti apa?" Tangannya mengusap rahangku dan bibirku penuh mengodah. "Aku jamin suatu saat akan jadi milikku hanya milikku. Entah kapan!"

Tangan itu menarikku kedalam rumah. Yang sepi sebab semua orang diluar tengah berbahagia. Dihalaman belakang.

"Ara!"

"Aku buktikan malam ini siapa yang Abang pilih!"

"Goblok banget jadi cewek, tubuh kamu emang mainan murah!" Tamparanku keras yang membuat aku betulan hilang hingga dia menangis seperti orang gila tanpa suara.

TBC

HALELUYA [END]✓ Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang