12- Ponsel Johnatan

25 5 0
                                    

Pengkhotbah 11 : 9
Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!

Pengkhotbah 11 : 10
Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan.

Hallelua ✝️🖤


"Gatel banget jadi cewek!" Langkah anak itu mendekat pada kami berdua.

"Mo adegan apalagi yang kamu lihat hah?"

"Kurang apa hah? Masih aja dekatin Bang John."

Lala menunduk. Semua aksara yang siap dia lontarkan hilang. Ara mengangkat dagu perempuan itu keatas. "Punya malu kan? Jangan ambil milik orang! Jadi kedua itu tidak enak!"

"Menyedihkan! Nih lihat!" Dia kembali melakukannya. Bahkan duduk dipangkuanku. Adegan itu lagi. Ciuman itu lagi. Aku tak tahu setan dari mana ya, aku terima dengan suka rela.

Kami menikmati. Sangat menikmati. Dalam sangat dalam. Namun aku membuka mata kembali melihat Lala. Sudah tak disini. Aku kembali dirasuki rasa bersalah. Dan khawatir. Aku berdiri menyingkirkan Ara. Membawa kakiku ke arah kearah pintu. Sibuk mencari kemana Lala pergi. Pinggangku dia peluk dari belakang. Aku menarik nafas untuk tidak menampar perempuan gila ini. Namun disatu sisi, aku nyaman. Berengsek ya, ya terserah. Aku sendiri memang tidak tahu lagi. Mataku mencari Lala disetiap ruang depan kelas yang saling menghadap seperti kotak ini. Dimana dia pergi.

"Ngapain kamu nangis? Apalagi ini?"

"Minggir kamu aku mau lewat!"

"Ya udah lewat aja."

"Kamu malah halangin jalannya pea!" Felix menarik tangan Lala dan duduk di bangku sampingnya.

"Cerita sama aku, ada apa?" Pundak Lala dia guncang pelan.

"Bang John, dia berengsek lagi, lagi Ex. Lagi. Tapi bukannya benci aku makin cinta.".

"Setingginya kita sekolah. Kalau jatuh cinta ya, goblok!" Laki-laki itu tanpa sengaja malah menatapku dan retina itu jatuh pada tangan yang dipingganku. Jarak kami hanya satu kelas. Entah ketua OSIS itu sedang apa di kelas XII.

"Lihat aku La, lupain orang yang kita sayangi itu susah, tapi kalau maksa bertahan, kamu sakit hati sama dia. Ngapain perjuangin. Hati kamu capek. Raga kamu lelah. Dan otak kamu tertekan."

Aku lihat dia senyum iya Lala tersenyum. Namun, sayang saat itu pula derasnya air bening turun membanjiri pipinya.

"Mau lupain tapi susah. Bahkan ketika aku disakiti pun aku masih sayang. Berharap
Perasaan aku dibalas. Meskipun juga karena kasihan."

"Definisi tolol itu namanya."

"Orang lain kalau ngangis. Dipeluk kek. Ngasih kata-kata mutiara kek. Kata-kata penguat hati kek. Atau apalah." Sungut Lala membuat sudut bibirku terangkat.

"Ih amit-amit meluk kamu La." Felix berdiri dari bangkunya. Tingkahnya membuat Lala mencak-mencak. Kesal hingga muka Lala jadi ingin aku cubit dua pipi cabinya. Gemes soalnya.

"Tegah, lihat aja, kalau ada cewek yang buat kamu patah hati. Aku katain katain sampai kamu kesal." Setelah kalimat ini. Suasana jadi serius. Laki-laki kurus tinggi agak berisi itu berdiri depan Lala. Muka tanpa ekspresi. Tangannya turun pada pipi Lala. Menghapus jejak airnya. Dan berjongkok didepan perempuan itu lagi. Tangan naik pada kepala Lala dia mengusap rambut perempuan itu. Membisikkan sesuatu entah itu apa, terlalu pelan untuk telingahku dengar.

HALELUYA [END]✓ Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang