22- Teman biasa

24 2 0
                                    

Mungkin harus seperti ini biar ada yang mengalah meskipun sakit.
Haleluya ✝️🖤


"Jadi cewek murah banget sih! Tidak tahu malu banget. Jijik deh!"

"Tampang doang yang polos yaa, malunya dimana sih. Untung kakeknya donatur sekolah!"

"Cih cantik cantik murah. Menyedikan!"

"Ketua OSIS contoh macam apa ini!?"

"ADA YANG NGOMONG SEKALI LAGI AKU! AKU GOROK NIH!"

"Sudah Bang jangan dilandeni nanti jadi besar urusannya!" Lala menahan tanganku karena ketika aku tiba dikantin sekolah mereka. Mulut-mulut itu tidak bisa diam untuk menghinanya.

"KALAU CUMA BERANI NYINDIR TANPA NGOMONG DEPAN ORANGNYA DIAM! KALIAN DIBAYAR BERAPA CAMPURI URUSAN ORANG!"

"Ih jangan galak-galak. Nanti darah tinggi ya Tuhan ngomong aja udah make urat dari tadi, Bang." Aku membuang muka keluar kantin bersama dengan segerombolan anak-anak cewek yang tadi sibuk berbisik menghindar dari kantin karena merasa tersindir lagi.

"Kamu tiap hari digituin?"

"Udah biasa kali!" Perempuan itu melahap mie goreng dengan telur mata sapi itu tengah seperti tak memiliki beban masalah apapun itu.

"Kenapa bisa sesantai itu!"

"Kita tidak bisa menuntut orang baik sama kita! Dan emang semua orang tidak bisa memperlakukan kita sebagai mestinya kita inginkan, but tapi kita bisa memperlakukan orang seperti yang ingin kita diperlakukan! Aku tuh suka nanya sama Tuhan. Apa cara itu terlalu salah jika aku egois!"

"Kepintaran dan kecerdasan kamu hilang karena laki-laki kulkas berjalan kaya aku!" Aku menatap perempuan itu yang sibuk menyeruput es teh setelah berbicara banyak.

"Cinta kan tidak tahu asal usulnya kalau terpikirkan dengan logika. Tuhan aja yang mati buat kita tak logis kalau dengan nalar. Cinta yang tak bersyarat!" Aku menyuapkan nasi dan ikan kedalam mulut mendengar saja perempuan itu bicara. Atau aku juga berusah menikmati apa-pun yang terjadi dan apakah perasaan ini masih ada. Masih ada harapan untuk menyambut perempuan berdarah Belanda ini. Namun mukanya terkesan Asia.

"Eh sebentar sore ada latihan paskibra Bang. Jadi keknya kita pulang barengan."

"Emang."

"Oh iya. Aku nanti mampir di Gramedia beli barang untuk tugas seni budaya."

"Lama aku tinggal!"

"15 menit aja kok."

"Serius?!"

Perempuan itu menyatukan dua tangannya dalam kepalan tangan depan dadanya. "Kalau aku lama yaudah tinggalin aja biar ke bukti ucapan aku serius apa bohongan!"

Aku masih melihat perempuan itu tanpa merespon membuat dia ikut diam dan menghabiskan makan siangnya. Namun dia kembali bersuara lagi. "Bekalnya udah dimakan?"

"Udah."

"Kalau nurut kaya ginikan aku makin cinta!" Pipihku dia cubit tepat dikunyah yang tengah aku telan.

...

"Gini nih. Bego banget sih kerjainnya. Nih itu kali dulu setelah itu baru dijumlahin lagi bego! Oonn banget sih. Ngapain masuk akuntansi kalau gini!"

"Niat ajarin tidak sih!" Lala mengusap kepalanya yang kenah tipuk karena ulah Felix.

"Eh tiang listrik. Aku bisa ya, cuma ya lemah aja kalau disuruh make rumusan ginian njing!" Perempuan itu memukul lengan Felix.

"Yaudah sini kerjain!" Laki-laki itu menyodorkan buku. Meskipun dengan kesal kulihat Lala menerima buku lalu mengerjakan dengan bersungut-sungut.

Enos nyengol lenganku. Aku menoleh pada manusia itu dan kembali fokus mencari buku untuk mengerjakan tugas kejuruan materi TAB.

HALELUYA [END]✓ Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang