Terkadang kita sudah paham, nanti kita terluka. Namun, kita masih keras kepala. Hingga berulang-ulang tersakiti -Gabriela Elisabeth Lorenzo
Memang harus egois dan keras kepala supaya apa yang jadi milikmu. Tetap milikmu! Terkesan kasar, tetapi bukankah itu yang selalu berlaku yaa?!
-Alexandra MutiaraHallelua ✝️🖤
Aku menggerakkan mata berkali-kali. Untuk bangun dari kasur. Meskipun mataku enggan terbuka lebar. Aku mematahkan leher ke kanan-kiri. Merilekskan tengkukku. Dan merenggang tangan. Sinar matahari yang telah menerpa isi kamarku. Rumah begitu sunyi dan sepi. Seakan-akan tak ada tanda tanda kehidupan. Teriak-teriak Mercy sering mengelegar pun hilang. Bukan apa-apa. Namun, manusia itu sering menaruh barang dan lupa dimana. Akhirnya bertanya pada mama lagi. Aku menarik nafas beranjak dari ranjang. Begitu kulihat jam aku malah melolot dan menyembut nama Tuhan.
"Yesus Kristus!" Sialan ini hari Minggu dan jam menunjukkan pukul 10. 10 tanda ibadah Minggu pagi akan segera selesai sebentar lagi. Dan aku tidak beribadah sekarang. Aku menyugar rambut kesal. Salah diri sendiri ini. Sebab malam melukis hingga jam 02 dini hari. Dan tertidur membiarkan benda itu tergeletak di atas meja belajar. Sudah begitu jam 05 pagi aku tidak doa pagi.
Oh Johnatan sialnya diri ini bertambah-tambah.
Daripada emosi tak jelas mengamuk akan lebih baik kalau aku mandi saja. Mata ini masih mengantuk dan bahkan ingin tidur lagi. Sebab aku sudah terlambat untuk ikut ibadah Minggu pagi. Ampunilah dosaku Tuhan. Dan yaa, aku betul-betul kembali rebah dikasur lagi. Mulai nyenyak lagi. Hingga aku aku mendengar pintu kamarku digendor kasar. Aihhh siapa lagi kalau bukan adikku sialan.
"BANG JOHNATAN BANGUN WOIIIII!"
"BANG JOHN JAM BERAPA INI! BANGUN BURUAN!"
"AKU DOBRAK INI PINTUNYA! BANGUN HA!" Aku menutup bantal pada dua telingaku. Namun, kalau pintu kamar ini rusak yang repot juga aku. Jadi mau tidak mau dan suka tidak suka. Aku melangkah gontai menyeret tubuh yang masih mengantuk berat ini dengan sedikit disisah tenaga yang aku miliki, biarpun masih nyaman dengan kasur.
"Bisa tidak ngetuk itu yang sopan Mercy! Aku Abang kamu!?"
"Iya iya maaf. Abang kalau tidur udah kaya kebo aja. Sih, eh malah kaya mayat hidup. Dibangunin untuk ibadah aja susah!" Cerocos perempuan yang menguncir kuda rambutnya ini.
"Iya iya. Kenapa?"
Dengan muka yang kucel aku tidak mau mendengarkan lebih banyak lagi omogan anak itu. Tampang dinginku sudah membuat Mercy kesal diluan.
"Ituloh, Bang si Ara sama Lala. Lagi apel! Mereka nanya tumbenan banget Abang tidak ngegereja tadi. Dikira sakit! Lagi diteras aku suruh tunggu!"
"Hanya itu?"
"Iya sih. Yampun Bang ini itu udah jam 1 loh. Dan masih ngantuk begini. Jangan bilang tadi malam sibuk! Sama lukisan lagi!" Mercy mengeser tubuhku dari depan pintu dan memasuki kamarku.
"Tuhkan, apa aku bilang! Sampai lupa ibadah asataga! Tidur jam berapa sih semalam!?"
"Jam 2" Suaraku memang terdengar masih mengantuk, dan menguap tidur tadi rasanya kurang cukup. Mungkin setengah jam lagi.
"Gila! Gila! Jam segitu! Btw lukisannya bagus kenapa tidak dikanvas aja!?" Mercy mengamati lukisan prajurit yang tengah aku buat dalam sebuah pertempuran.
"Tuh di atas lemari!" Mata perempuan itu membelalak. "Gila Abang gila keren banget! Kenapa tidak dijual aja. Dibuat pameran aja! Gitu!"
"Iya iya bawel sana keluar!" Aku menarik tangan Mercy dan menyeret anak itu keluar kamarku. Sebab aku masih mengantuk!
"Ish Bang Johnatan. Ah Bang Axelo! Bang Johnatan Axelo Caesar! Ih Abang ah. Aku masih mau lihat! Ihsss sialan!"
....
"Mercy makan dulu! Jangan mainan hp!" Aku duduk disamping Mercy ikut menoleh karena omogan Mama dan melirik Mercy yang tengah baca wattpad. "Makan dulu. Dari tadi senyam-senyum muluh kamu!"
"Iya Mama iya!" Anak itu meletakkan ponselnya dan sibuk menimbah ayam goreng pada piringnya.
"Johnatan." Aku mengangkat kepalaku. Sembari mengunyah sayur didalam mulut. Menunggu perkataan Mama selanjutnya.
"Kamu tegah banget bikin Mercy suruh pulang itu cewek-cewek kamu tadi! Kalau emang tidak mau ketemu mereka. Setidaknya ngomong baik-baik dulu jangan main digituin!" Mama meneguk air mineral dan kembali berucap, "jangan kaya gitu. Tidak sopan Joh!"
"Halah, Mama mereka itu ganggu hari Minggu aku aja. Pusing ah. Ngapain juga ngarepin kulkas berjalan seribu pintu ini. Mah nyesek yang ada mereka berdua itu!" Sebelah kaki Mercy naik dibangku. "Ya udah aku suruh pulang."
"Mercy turunin kaki kamu!"
"Ahiss Mama. Nanti aku makanannya kurang kenyang. Kaya gimana gituloh Mama!"
"Mercy!"
"Mama jangan marah marah nanti cepat tua loh. Kan, sayang wajah cantik Mama cepat keriput. Mama Mercy jangan marah-marah yaa."
"Mercy." Mama cuma menggeleng kepala dan menghembuskan nafas pelan. Kalah juga berdebat dengan manusia cerewet itu.
"Dengarin apa susahnya sih? Mer!"
"Ihsss kok, Mama dan Bang John reseh yaa." Mercy masih ngotot duduk dengan kaki kiri naik dibangkunya. Makan dengan asyik tidak peduli omoganku dan Mama.
"Kalian dua itu ya. Bikin Mama, mumet aja. Yok makan!"
...
"Ngapain kalian disini?" Mataku menatap dua perempuan berseragam abu-abu ini bergantian.
"Ngapain lagi kalau bukan apel! Disini aku tidak ngedukung siapapun ya, so biar fair aja sih. Repot juga yang kalau sodaranya Saimen suka sama Abangku!" Motor KLX unggu anak itu keluar dari teras sebelum memberi klason pada kami.
"Kok, pada belum berangkat sih?! Kan ada ucapara setiap hari Senin, nanti telat loh!" Mama yang tengah mengunci pintu utama sebelum bergegas ke kantor.
Dua perempuan itu masih diam, tetapi sudah mencium tangan Mamaku. Ara yang mulai bersuara diluan disambut Lala.
"Iya Tante, bentar lagi kok."
"Iya Tante nanti kita otw ke sekolah bentar lagi."
"Ya, udah bye-bye." Mama telah lenyap dengan mobil putihnya.
Moodku sedang kurang baik. Dan tak mau meladeni dua perempuan ini. Entahlah.
"Bang John nih aku masakin nasi goreng loh Bang John!" Ara menyodorkan bekal padaku.
"Bang Joh, kalau pagi makan nasi goreng nanti ngatuk loh. Mending makan roti lapis aja. Udah sehat bergizi lagi!"
"Oh jadi maksud kamu! Makanan aku tidak punya gizi gitu. Dan buat ngatuk aja yaa." Bahu Lala sudah didorong Ara. "Terus makanan kamu gitu yang paling the best!?"
"Kalau kesindir ya, terserah emang gitu yaa, faktanya!"
"Kalian berdua kenapa sih?!" tanyaku dengan malas. Niatku memang ingin meraih bekal Lala, tapi aku urungkan nanti saja. Karna memang aku suka roti apalagi roti lapis atau sejenisnya yang punya isian.
"Siniiin bekalnya Lala!"
"Terus punyaku?" Muka Ara merah padam tak suka memandangi Lala yang senyam-senyum padaku.
Aku langsung bergegas pergi tanpa menjawab. Motor biruku melesat dari hadapan dua perempuan itu. Entahlah tidak tahu bagaimana perasaan keduanya. Yang pasti mungkin ada yang senang dan terluka. Tetapi aku tak mau memikirkan itu. Lagian aku jadi bagian dalam petugas ucapara Senin pagi ini.
TBC
04/09/2022
20.03 WIT
KAMU SEDANG MEMBACA
HALELUYA [END]✓ Telah Terbit
Teen FictionPART MASIH LENGKAP!! FOLOW SEBELUM READING DAN TINGALKAN JEJAKNYA! Johnatan Axelo Caesar. Laki-laki dingin, irit dalam berkata. Sudah persis balok es, kulkas berjalan. Kapten basket dengan kaus biru, ikat kepala hitam menjadi ciri khasnya. Siapa sa...