CHAPTER 37

39.9K 1.6K 4
                                    

Sean tengah melahap makanan yang telah Katrina hangatkan beberapa menit yang lalu. Pria itu duduk di atas kursi makan setelah selesai turun dari lantai atas dan berpakaian. Sean tampak seperti remaja keren jika memakai kemeja milik Dante itu. Tampak gagah dan berkarisma, dengan kedua kancing teratas kemejanya yang tidak dikancing, karena terlalu ketat jika dikancingkan.

Katrina berdiri memperhatikan Sean yang tengah memakan makanannya. Sebenarnya, tadi ia hendak kembali ke kamarnya. Namun, Sean memaksanya untuk menemani pria itu makan di sini. Katrina pun akhirnya menyetujuinya dengan setengah hati.

“Kamu kenapa tidak duduk?” tanya Sean memasukkan satu sendok nasi dan lauk-pauk ke dalam mulutnya.

“Tidak apa-apa. Kamu makan saja dengan tenang, tidak usah banyak bicara kalau lagi makan!”

Sean tersenyum disela kunyahannya. Perkataan Katrina barusan merupakan sebuah bentuk perhatian. Itu pikir Sean.

“Aku sudah selesai.” Sean mengelap bibirnya menggunakan tisu yang tersedia di atas meja makan, lalu mengambil segelas air putih. Meneguknya hingga tandas tak tersisa.

Sean beranjak dari tempat duduknya. Sementara itu, Katrina membereskan piring dan gelas yang barusan Dean gunakan untuk makan. Mencucinya di tempat cucian peralatan.

Setelah selesai, Katrina menyusunnya kembali ke tempat asalnya.

Grep!

Tubuh Katrina menegang saat sebuah tangan kekar melingkar mesra di pinggangnya. Sean memeluk Katrina dari belakang, meletakkan dagunya di bahu kanan Katrina.

“Apakah kamu masih tidak ingin mengambil keputusan yang tepat? Aku tidak bisa menunggu lagi, Sweety." Sean berbisik tepat di telinga Katrina. Hembusan nafas hangatnya membuat Katrina merinding.

“Aku tidak tahu, lepaskan aku!” Katrina mencoba lepas dari pelukan Sean, tapi Sean malah semakin mengerat pelukannya.

“Apakah kamu tidak memikirkan keadaan anak-anak? Mereka membutuhkan sosok seorang ayah. Mereka membutuhkan kehadiranku sebagai ayah mereka,” ujar Sean lalu melepas pelukannya terhadap tubuh Katrina. Sean kemudian membalikkan paksa tubuh Katrina agar menghadap ke arahnya.

“Jangan bersikap egois, Katrina. Mereka menginginkan figuran seorang ayah untuk melengkapi kebahagiaan dalam sebuah bentuk keluarga kecil. Mereka—”

“Aku tau itu, Sean. Aku tahu dan mengerti, tapi aku masih belum yakin kalau kamu bisa menjadi ayah yang baik untuk mereka. Perlakuanmu yang semena-mena dulu padaku, membuatku trauma dan bimbang sampai sekarang. Aku tidak bisa semudah itu mengambil sebuah keputusan, karena ini menyangkut kebahagiaan dan masa depan kedua anakku!” potong Katrina tegas.

“Ralat, Katrina. Mereka juga adalah anakku. Anak kita!” tegas Sean.

Katrina menghela napasnya, “Sudahlah, untuk saat ini aku tidak mau membahas soal ini dulu. Biarkan semuanya berjalan dengan semestinya. Aku—”

“Apa maksudmu?! Katrina, aku tersiksa dengan semua ini. Apakah kamu tidak bisa mengerti hal itu? Kamu hanya memikirkan perasaanmu saja, tapi tidak perasaanku! Aku membutuhkan kalian. Kalian adalah kebahagiaanku!”

“Lihat saja, bahkan sekarang kamu kembali ke sifatmu dulu. Egois dan tidak mengerti perasaanku. Kamu berkata, seolah-olah hanya kamulah yang menderita.” Katrina menggelengkan kepalanya sembari tersenyum pahit.

Sean meredupkan tatapannya. Barusan dia kelepasan diri. Untung saja tidak sampai berteriak.

“Maafkan aku, Sayang. Aku berkata seperti itu, karena aku sudah merasa sangat frustrasi dan menderita. Tanpa kehadiranmu dan kedua anak kita, rasanya kehidupanku tidak lengkap. Hampa dan kosong.”

MY HUSBAND PSYCHOPATH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang