chapter 8

12K 945 6
                                    

Tiga bulan lalu dari masa sekarang...
Iro sedang memimpin pasukannya berlatih. Ia mencontohkan setiap elemen dalam latihan itu. Sebagai prajurit terbaik tentu itu bukan hal sulit. Ia ingat bagaimana kali pertama menginjakkan kaki di Jepang. Ia berlatih mati-matian setiap hari. Mempelajari banyak senjata. Ilmu bela diri hingga ketahanan bertahan hidup di medan perang. Ia juga tergabung dalam satuan khusus. Hingga akhirnya ia dianggap berprestasi dan menjadi ajudan jenderal dari Jenderal Maeda. Ia pernah dikirim ke negara-negara lain sebelum akhirnya dikirim ke Indonesia. Tanah airnya. Begitulah yang ia yakini.

Matahari begitu terik padahal masih jam 9 pagi. Ia menatap langit mengenang senyum seseorang yang selalu ia ingat. Dia sangat merindukan kekasihnya. Entah bagaimana kabar kekasihnya itu? Apa dia hidup? Apa dia menikah? Apa dia bahagia? Pikiran itu kadang muncul di kepalanya. Bram adalah kampung halamannya. Tempatnya untuk berpulang nanti.

Ia juga mengingat hari terakhir yang mereka habiskan bersama. Setelah menjalani banyak pertempuran. Ia menjadi orang yang berdarah dingin. Tidak pandang bulu dan harus rela mati demi bangsa Jepang. Begitulah yang mereka didiktekan padanya.

Baru beberapa waktu lalu ia menginjakkan kakinya di sini. Di tempat dia bertumbuh dan pernah bahagia. Namun, ia tak berani berharap bertemu kekasihnya. Tidak dengan dirinya saat ini. Ia sudah banyak menumpahkan darah saudara setanah airnya. Pun sudah sering menggagalkan taktik dan pemberontakan dari rakyat Indonesia. Ia tak punya keberanian untuk menatap mata indah itu. Ia hanya berharap Bram dan dirinya tak harus berhadapan sebagai musuh.

Begitulah harapannya. Harapan yang begitu bodoh karena baru kali pertama ia mendapat misi. Misi itu adalah menjebak kelompok lamanya yang dipimpin Bram. Darahnya seperti membeku ketika membaca daftar nama yang disodorkan bawahannya. Bawahannya menyuap warga desa untuk mendapat info itu. Jaman dulu ekonomi sangat sulit. Untuk bertahan hidup terkadang manusia harus memakan saudaranya sendiri. Dengan kata lain menjadi pengkhianat yang membocorkan informasi seperti itu.

"Jenderal ini daftar namanya," Iro memberikan kertas itu pada Maeda.

Jenderalnya ini orang yang tegas juga penuh dedikasi. Bahkan pada satu hari setelah pernikahannya dengan keponakan kaisar Jepang, dia langsung pergi berperang. Hanya menghabiskan malam pertama dengan istrinya.

"Iya tinggalkan disitu. Kamu sudah buat taktik apa yang cocok untuk menjebak curut-curut itu?"

"Kalau menurut saya begini, Jenderal."

Blablabla keduanya serius berdiskusi hingga akhirnya menarik kesimpulan yang sepaham. Mereka harus memulai operasi itu besok pagi.

Pagi itu seperti biasa ia akan melakukan pengintaian terlebih dahulu bersama beberapa bawahannya. Barulah pasukan cadangan akan membantu diakhir saat lawan kelelahan dan hilang fokus. Hingga ia melihat sosok familiar dalam ingatannya. Bram. Benar saja ia ada di sana.

Deg!!!
Jantungnya seperti mau copot. Dilema akan tugas yang ia emban dan keselamatan kekasihnya.
Ia memberi arahan untuk menembak. Bawahannya mulai menembaki kelompok yang berkumpul itu. Iro berdoa agar kekasihnya selamat. Ini adalah yang ia takutkan selama ini. Tak bisa mendekap tubuh itu walaupun sosoknya di depan mata.

"Tembakan..." ujar salah satu orang di kelompok pejuang.

"Berlindung!!!" Bram memberi arahan. Sosoknya masih seperti dulu. Persis yang ada dalam bayangannya.

"Tahan," Iro memberi perintah dan dengan sengaja memberi waktu Bram untuk lolos. "Tembak!!!"

Pasukan Jepang menghujami kelompok pejuang tanpa ampun. Sedangkan kelompok itu hanya mengandalkan bambu yang diruncingkan ujungnya. Itu adalah senjata jarak dekat. Kalau jarak jauh kadang meleset. Tak hilang akal para pejuang melempar bom rakitan yang mereka buat dari bambu dan bahan-bahan seadanya. Bom itu mereka isi paku. Jadi ketika meledak juga akan melukai orang di sekitarnya. Bom itu memberi waktu bagi yang selamat untuk kabur. Bram diantaranya. Ia selamat.

Iro lega. Dilihatnya punggung kekasihnya itu menjauh. Tak berapa lama pasukan tambahan datang. Jenderal keluar dari mobilnya. Ia menanyakan detail dan keberhasilan misi mereka. Untungnya dia tak bertanya pada Iro melainkan pada komandan pasukan itu. Tugas Iro sebenarnya hanya mengawasi. Komandan itu mendapat tendangan di kakinya. Hingga ia berjalan pincang kembali ke camp.

Tak hanya disitu jenderal memerintahkan mereka menyisir daerah itu sekali lagi. Dan tak disangka malah menemukan pemuda yang bersembunyi ketakutan di balik rimbun ilalang. Alhasil pemuda itu diamankan ke camp. Tapi anehnya Jenderal malah ingin pemuda itu di bawah langsung ke ruangannya.

Setelah melapor pada jenderal, ia mendapat ijin kembali ke sana sendiri untuk mengintai wilayah itu. Dan tak disangka Bram juga kembali ke sana lagi. Ia memeriksa kalau mungkin ada kelompoknya yang masih bisa ia selamatkan.

Iro terpaku di tempat. Jaraknya dengan kekasihnya hanya beberapa meter. Bram yang sudah selesai memeriksa dan tak menemukan korban selamat akhirnya berbalik. Tangannya memegang obor kecil. Bram terkejut dengan halusinasinya. Ini bukan kali pertama baginya. Ia selalu membayangkan Iro dimanapun. Sebelum Iro bersuara barulah Bram yakin bahwa itu memang Iro yang nyata. Iro memakai senter yang bisa di bilang modern dibanding obor dari kayu itu.

"Bram..." ucapnya lirih hampir seperti berbisik.

"Iro...hiks hiks hiks" Bram tak kuasa menahan tangis. Ini nyata bukan khayalan lagi. Ini benar-benar kekasihnya. Iro berlari mendekat ingin mendekapnya. Tapi ia berhenti saat menyadari seragam apa yang dikenakan kekasihnya. Ia membeku.

"Bram..." Iro menyentuh tangan itu.

"Ah.. " Bram terkejut hingga menjatuhkan obornya. Ia menarik tangannya. Bram ngeblank. Itu memang benar kekasihnya tapi itu adalah pihak musuh. Bram berjalan mundur dua langkah. "Jangan mendekat! Pergi"

"Bram... Kau tak rindu padaku. Aku sangat merindukanmu. Aku tak ingin menemuimu seperti ini tapi aku tak bisa menahan diri saat melihatmu. Maaf kalau kau terkejut" Iro menunduk.

Itu bukan sosok yang dilihat Bram saat memimpin pasukan Jepang tadi. Sebenarnya tadi Bram sudah berfirasat. Karena jarak pandang yang jauh ia tak yakin. Akhirnya ia membuang ide itu jauh-jauh. Kekasihnya, belahan jiwanya tak mungkin akan menyakitinya. Pertahanannya bobol. Rindu dalam hatinya juga tak bisa ia pendam lagi.

"Hiks...hiks..hiks..." Bram menghambur dalam pelukan Iro. Iro mendekapnya sangat erat. Mereka tak mengucapkan sepatah katapun. Hanya saling mendekap untuk waktu yang lama. Malam itu mereka akhirnya dipertemukan kembali.

--------
Aku usahakan selalu cepat update saat ada celah waktu.

Jangan lupa vote dan komennya
Kritik dan saran juga

SEE YOU

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang