chapter 19

7.1K 593 12
                                    

Rintik hujan membasahi tanah. Aroma tanah basah menyeruak. Aroma yang khas. Tak terasa lima bulan sudah berlalu. Keempat orang itu terbiasa melakukan keseharian di rumah dinas itu. Setiap pagi Surya akan sarapan bersama Maeda di kamar. Lalu ia akan duduk di kursi empuknya sambil merajut. Sedangkan Maeda terus membolak balik dokumen di hadapannya. Sesekali ia menghampiri Surya dan mengelus perutnya.

Berbeda dengan Surya dan Maeda. Keseharian Iro dan Bram diawali dengan merawat Romi setiap pagi. Lalu Iro akan berangkat ke camp. Sekarang bisa dibilang sekarang Bram mulai menyerah dengan perlawanan. Ia sudah terlena dengan kesehariannya yang damai. Seperti dunia khayalan. Ia menikmati setiap detik waktu yang mereka habiskan bersama sebagai keluarga kecil yang bahagia. Tak disangka waktu memang berjalan cepat. Meninggalkan siapapun yang tak bisa mengikutinya.

Perut Surya sudah memasuki bulan ke sembilan. Ia sudah mulai kesulitan untuk bergerak. Kakinya juga mulai membengkak hingga ia sangat bergantung pada suaminya. Jika Maeda harus pergi ke camp maka Bram yang akan membantu Surya sementara. Itu sudah jadi kebiasaan mereka. Pagi itu Surya mengeluh mendapat mimpi buruk.

"Tuan, bisakah tuan tidak pergi ke camp hari ini. Aku takut. Firasatku tak enak."

Maeda mengelus wajah Surya. Ia menganggap Surya terbawa suasana karena kehamilannya yang berada pada trimester akhir.

"Maaf sayang. Aku ada tugas penting. Bisakah kamu bersikap baik dan jangan merepotkan Bram. Dia akan menjagamu selama aku pergi."

"Jangan pergi..." Surya menahan seragam Maeda dengan tangannya. Hari ini ia benar-benar tak ingin melepas suaminya pergi.

"Hanya sebentar. Aku hanya akan mengecek saja lalu kembali. Bisakan sayang?"

Surya menggelengkan kepalanya. Ia tak rela.

"Aku ingin ikut." Surya merengek.

"Tidak boleh. Itu akan sulit dengan kondisimu sekarang sayang. Bisakah Suryaku menungguku dengan manis di rumah?"

"Mau ikut hiks hikss hikss" Surya menangis.

"Baiklah jangan menangis. Kamu bisa ikut. Tapi jangan turun dari mobil oke?

"Iya aku akan tetap di mobil."

"Baiklah ayo."

Akhirnya Surya diboyong ikut ke camp setelah merengek minta ikut. Bram dan Romi melambaikan tangan saat mobil yang ditumpangi Iro , Maeda dan Surya menjauh. Ia tak menyangka bahwa itu hari terakhirnya bersama Iro.

Berita mengudara di radio. Amerika telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima tertanggal 6 Agustus 1945. Iro dan Maeda terkejut mendengar berita itu. Mereka baru mendengarnya. Dimana tentara pembawa pesan kenapa bisa lebih cepat pihak Indonesia yang mengumumkan hal tersebut.

"Tuanku apa itu?" tanya Surya. Ia menyadari perubahan ekspresi Maeda dan Iro.

"Amerika menjatuhkan bom. Artinya keadaan kita sedang kritis sekarang"

"Lalu tuan?" Surya tak mengerti.

"Mungkin aku harus segera kembali ke Jepang. Pasti semua sektor sedang kalut sekarang." Maeda menatap Surya.

"Kenapa seperti itu, tuan? Lalu aku? Bagaimana denganku hiks hiks hiks" Surya menangis tiba-tiba. Karena syok yang dirasakannya perut Surya mulai sakit. Sakit yang sangat melilit hingga rasanya perutnya terbelah.

"Ahhh sakit, tuan.. hikss sakit" Surya meremas tangan Maeda di sampingnya. Maeda panik melihatnya. Dilihatnya celana Surya basah bercampur darah.

"Iro, segera pergi ke rumah sakit terdekat."

"Sakit... tuan. Sangat sakit" Surya mendekap perutnya yang sangat sakit. Membuat Maeda semakin panik. Maeda menahan tubuh Surya yang limbung. Keringat dingin mengucur dari tubuh Surya. Tiba-tiba Surya jatuh pingsan dalam mobil itu.

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang