Kepulangan mereka kembali ke Indonesia sudah di tentukan. Udara yang mendingin karena turunnya salju memaksa mereka berdiam diri di dalam rumah. Maeda memeluk Surya dari belakang. Berusaha memberikannya kehangatan. Mereka bersenda gurau di atas ranjang. Maeda menyesap minumannya yang terbuat dari rempah-rempah untuk menghangatkan tubuh. Sedang Surya bersandar di dadanya sambil merajut sebuah kaos kaki kecil berwarna putih.
"Lihat tuan. Kaos kaki ini begitu mungil bukan?"
"Iya itu cantik dan mungil." Maeda mengecup kening Surya.
Setelah merajut kaos kaki, ia juga merajut sebuah topi.
"Ini agar anak kita tetap hangat nanti."
"Iya Suryaku sangat hebat bisa menyulam secantik itu."
"Ibuku yang mengajarkannya."
"Pasti ibumu juga orang yang hangat sepertimu."
"Iya.." ada sedikit perasaan sedih di hatinya jika membahas ibunya.
"Besok kita akan pulang ke Indonesia. Sepertinya besok saljunya tak sebanyak hari ini."
"Apakah aman naik pesawat saat cuaca bersalju?"
"Aman. Aku akan menjagamu." Dekapan itu menghangatkan tubuhnya dan hatinya.
Keesokkan harinya mereka memulai perjalanan panjang untuk pulang. Surya kerap kali menggeliat karena punggungnya lelah jika duduk terlalu lama. Beberapa hari terasa begitu lama dan melelahkan. Ia hanya berharap segera sampai dan istirahat. Ia lebih banyak tertidur di pesawat. Sedang Maeda membaca dokumen-dokumen entah tentang apa.
"Kita sudah sampai." Suara lembut Maeda membangunkan Surya yang tertidur lelap. Ia mengerjap mencoba mengumpulkan kesadaran.
"Ini sudah di bandara, sayang" Maeda mengelus rambut dan wajah Surya. Lalu menggenggam tangan Surya.
"Hmm.. sudah sampai? Baiklah, tuan." Surya mencoba bangun.
"Pelan-pelan. Hari ini kita pergi ke rumah dinas saja. Di sana kamu bisa beristirahat dengan tenang. Jaraknya juga tak terlalu jauh dari sini, sayang"
"Lalu tuan akan meninggalkanku di sana sendirian?"
"Tidak aku akan menemanimu malam ini. Besok pagi baru kembali ke camp. Malam hari aku akan pulang ke rumah dinas lagi. Bagaimana? Kalau kamu ikut ke camp itu tidak aman. Disana pengap dan banyak pemandangan tak baik untuk kesehatanmu"
"Hmm baiklah." Surya menurut.
Ternyata benar tak begitu lama mereka meninggalkan bandara itu, mereka sudah sampai di rumah dinas. Bangunan itu besar bergaya klasik. Gerbangnya di jaga beberapa tentara. Mereka memberi hormat dan mempersilakan mobil Maeda masuk. Surya mengamati bangunan itu. Kuno tapi sangat besar. Bisa ditebak itu adalah gedung bekas peninggalan bangsa Belanda.
Surya turun di bantu oleh Maeda. Ia melihat sekeliling itu dan menangkap sosok anak kecil bermain di halaman. Surya bingung.
"Itu siapa?" tanyanya sambil menunjuk seorang bocah yang bermain di halaman.
"Ah itu... Itu anak dari ajudanku. Kamu pernah bertemu dengannya."
"Maksudmu pria yang selalu bersamamu dan hampir masuk ke ruang kerjamu saat aku ada di sana dulu?"
"Iya itu benar. Dia bilang harus menjaga kekasih dan anaknya. Karena dia berjasa dan setia jadi mau tak mau aku jadi memberinya ijin tinggal di sini. Semua itu karena aku teringat dirimu. Pria dan anak itu mengingatkanku padamu dan calon anak kita."
"Pria? Maksudmu ibu anak itu juga pria seperti aku yang bisa hamil."
"Bisa dibilang begitu."
"Lalu di mana dia? Aku ingin bertemu juga. Apa dia orang sini? Atau orang Jepang?" tanya Surya antusias. Ia tak menyangka bahwa ia memiliki teman serumah di rumah dinas itu.
"Dia juga orang pribumi. Ajudan Iro berdarah campuran Jepang Indonesia sebelumnya ia tinggal di desamu. Dan kekasihnya juga berasal dari sana"
"Apa? Jadi dia juga penduduk desaku? Siapa namanya? Mungkin aku mengenalnya" Surya makin antusias. Matanya berbinar.
"Entahlah siapa namanya. Aku juga tak terlalu ingat."
Surya mendengus mendengarnya.
"Ayo masuk. Nanti kamu pasti bertemu dia. Kalian tinggal di sini bersama. Setiap malam aku akan datang ke sini. Keamanannya di sini akan aku perketat."
"Iya ayo masuk. Aku sangat lelah."
"Ayo aku akan menggendongmu."
Tanpa basa-basi tangan Maeda dengan sigap mengangkatnya.
"Jangan. Aku berat. Tolong turunkan aku...Tuan. Aku takut jatuh." Surya meremas baju Maeda, ia sedikit takut.
"Pegangan yang erat. Aku takkan membiarkanmu jatuh, sayang"
Maeda menggendongnya di depan. Surya hanya bisa membenamkan wajahnya di dada Maeda. Jantung Maeda yang berdetak kencang membuat Surya memerah.
"Tuan... Jantungmu. Itu berdetak sangat kencang."
"Saat bersamamu aku selalu merasa begitu. Awalnya itu perasaan asing bagiku. Kemudian aku sadar bahwa aku mencintaimu."
"Aku juga. Aku juga mencintaimu, tuan. Semua terasa tidak nyata bagiku. Kamu dan cinta kita seperti anugerah untukku. Aku sangat beruntung."
Maeda yang gemas mengecup bibirnya. Blushhh!!! Surya merona.
"Jangan ini masih di luar." Surya malu.
"Baiklah.. maaf,aku tak tahan melihatmu yang menggemaskan. Ayo akan ku tunjukkan kamar kita"
"Hmmm..." Surya mengangguk senang. Mereka memasuki bangunan itu bersama. Mereka menuju sebuah kamar yang terletak di lantai dua. Kamar itu sangat luas dilengkapi ranjang yang besar dan ada boneka sangat besar di sana. Ia baru melihat boneka sebesar itu. Hampir sebesar manusia. Dan juga ada sebuah ranjang bayi di sudut kamar. Surya terkejut. Kapan Maeda mempersiapkannya. Maeda menurunkan ya di ranjang dan menaikkan kaki Surya juga.
"Aku akan memijat kakimu dulu."
"Tidak perlu, tuan. Kamu sudah menggendongku sampai sini. Itu pasti melelahkan. Aku baik-baik saja."
"Baiklah, sayang." Maeda melepas seragamnya menunjukkan dadanya yang bidang dan perutnya yang sixpack.
"Kenapa tuan buka baju?" Surya memerah.
"Aku gerah, sayang. Mau mandi dulu. Kenapa wajahmu begitu?" Maeda malah menggodanya.
"Ahh tidak. Aku tak apa. Ehhmm.. itu ada boneka sangat besar dan juga lembut. Lalu itu ada ranjang bayi di sana." Surya gelagapan sebisa mungkin ia mengalihkan pembicaraan.
"Itu untuk anak kita nanti." Maeda menatap Surya dan berjalan mendekati ranjang. Ia mendekap Surya dari samping. Surya menatapnya. Jantungnya berdetak kencang seperti genderang.
"Hanya pelukan saja. Aku tak akan aneh-aneh. Aku janji" imbuhnya.
"Hmmm... iya aku tak berpikiran aneh-aneh kok... Beneran kok. Lalu terima kasih tuan sudah menyiapkan semua ini." Surya membalas dekapan itu.
"Apa kamu mau mandi juga,sayang?"
"Iya nanti. Bisakah aku tidur lagi. Aku sangat mengantuk, tuan"
"Sini... Aku akan memelukmu sampai kamu tertidur."
Cuppp!!! Maeda mengecup ringan bibir itu. Dan mengelus-mengelus punggung Surya hingga ia tertidur. Surya meringkuk di pelukan Maeda. Suasana yang tenang dan damai membuat Maeda ikut terlelap juga. Mereka bermimpi indah bersama. Tak memikirkan yang lain lagi. Hanya memikirkan satu sama lain detik itu.
---------
Happy reading
Jangan lupa vote dan komen yaa
Maaf kalau alurnya agak lambat huhuuu
Semoga sukaKetemu lagi di next chapter yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK LOVE (BL) (Mpreg)
Ficción históricaBerlatar pada akhir penjajahan Jepang di Indonesia. Cinta ini salah. Bagaimana bisa mencintai pria yang menghancurkan hidupnya? Apalagi pria itu adalah Jenderal dari pihak musuh. Berawal dari hubungan fisik hingga mengakar ke hati. Lika-liku percint...