chapter 11

10.7K 770 11
                                    

Seminggu sebelum pembakaran desa...

Dari kejauhan Iro mengamati bocah ingusan yang sedang bermain bersama teman sebayanya. Bocah itu memiliki kemiripan dengannya tapi untungnya ia punya banyak teman. Iro bahkan rela menyamar sebagai penduduk desa. Sebenarnya ia beralasan akan pergi mengintai pergerakan padahal dia diam-diam pergi ke rumah Bram. Ia tak bisa tidur setelah mengetahui bahwa ia mempunyai seorang anak. Ia sangat ingin melihatnya langsung.

"Rom, ayo kita main gundu ini."

"Ayo ayo ayo!!" jawab bocah bernama Romi itu antusias.

Iro tertawa kecil menyadari anaknya sangat mirip dengannya tapi sikapnya sama seperti Bram. Ia tak bisa membayangkan kesulitan apa yang Bram lalui untuk melahirkan anaknya itu. Apalagi ilmu kedokteran di sini tak secanggih di Jepang. Ia sangat berterima kasih karena Bram mempertahankan anak mereka dan merawatnya dengan baik.

Setelah menunggu cukup lama, Bram belum nampak batang hidungnya. Apa dia ada pertemuan hari ini? batin Iro. Romi bermain sendirian di depan rumah karena para temannya sudah di panggil pulang ke rumah masing-masing.

"Nak.." Iro nekad mendekati anak itu.

"Iya pak. ada yang bisa aku bantu?"

Iro pura-pura bertanya jalan tapi bocah itu tak tahu arah yang ditanyakan. Jadi Romi hanya garuk-garuk kepala. Iro terkekeh melihat tingkah anaknya. Bagaimanapun ia harus menyelamatkan Bram dan anaknya. Seminggu lagi kampung ini akan dibakar habis.

Di lihatnya Bram berjalan pulang. Obor di tangannya membuat siluet di wajahnya. Sosoknya terlihat jelas walau dari kejauhan.

"Ibu pulang... " Romi berlari ke arah Bram. Bram sudah kerap kali mengatakan panggil dia ayah. Tapi Romi yang sedari kecil memang suka memanggilnya ibu. Naluri Romi berkata seperti itu mungkin. Iro mematung. Ia ketahuan mengunjungi anaknya. Takut Bram marah ia berpikir untuk segera pergi. Tapi grep... tangan itu menahan tangannya.

"Kamu mau kemana? Tidak masuk dulu?" ucap Bram sambil menggendong Romi.

"Ehmm... Kalau boleh." Iro salting.

"Ayo masuk."

"Baiklah. Terima kasih."

Lalu Bram menutup pintu rumahnya.

"Ibu, paman ini nyasar. Tadi tanya jalan tapi Romi gak ngerti." Iro makin salah tingkah. Ketahuan sudah kebohongannya.

"Ohh ... Nyasar." Bram sengaja melirik Iro yang mengekor di belakangnya.

"Maaf. Apa kamu marah karena aku berkunjung?"

"Nggak. Ngapain aku marah."

"..."

"Aku senang kamu datang." ujarnya tulus.

Bram mempersiapkan makan malam untuk mereka. Setelah makan malam, ia menidurkan Romi di ranjang. Dan melanjutkan obrolan yang terputus.

"Kenapa rumahnya sepi?"

"Ibuku sudah meninggal."

"Maaf, aku tak tahu."

"Tak apa. Sudah lama. Ibu sangat terkejut saat tahu aku hamil. Kesehatannya langsung menurun hingga meninggal. Lalu ibu angkatmu juga pindah ke desa lain ikut saudaranya."

"Maaf..."ucap Iro penuh penyesalan. "Andai aku tahu kamu hamil, aku takkan pergi. Aku akan menemanimu. Kamu berjuang sendirian saat hamil dan membesarkan Romi. Maaf, Bram." Iro menyentuh tangannya.

"Tak apa. Sekarang kamu sudah pulang aku sangat senang." Bram memeluknya.
"Ahh maaf aku bau ya.. belum mandi."

"Nggak bau. Aroma tubuhmu, aku menyukainya."

Blushhh ! Bram merona dibuatnya.

"Mau mandi bersama?" tiba-tiba ide muncul di kepala Bram.

"..." Iro terdiam.

"Nggak mau ya? Maaf? " Bram jadi canggung.

"Enggak bukan ga mau. Aku takut ngelakuin hal lain ke kamu kalau mandi bareng." ucap Iro jujur. Ia tak bisa mempercayai dirinya sendiri kalau dihadapkan situasi itu.

"Aku tahu. Makanya aku mengajakmu mandi bersama."

Diraihnya tangan Iro dan diajaknya masuk ke bilik pojok di rumahnya. Untung saja kamar mandinya dalam rumah bukan di bangunan terpisah. Di dalam, mereka segera berciuman tanpa henti melepas kerinduan.

Bram membuka semua bajunya tak menyisakan sehelai kain pun. Saat ia menurunkan celananya. Lenggok tubuhnya sangat erotis dan menggoda. Itu lebih seperti menungging.

Iro menyipitkan mata tak tahan dengan pemandangan di hadapannya. Ingin ia langsung menerkam kekasihnya itu. Bram mendekat dan membuka baju dan celana Iro. Ia menurunkan celana Iro ke bawah. Bram berjongkok tepat di bawah penis yang tegak itu.

"Sayang..." ucap Iro. Ia tak menyangka kekasihnya itu sangat berani malam ini.
Penisnya sudah menegang sedari mereka berciuman. Bram perlahan menyentuh dan mengocok penis itu di tangannya. Lalu menjilati dan memasukan pada mulutnya dalam persekian detik.

"Uhhh... Sayang mulutmu hangat."

"Hmphh .." Bram menatap ekspesi Iro, apa Iro menikmati hisapannya.

"Uhhh... Uhhh... Hampir keluar."

Spruuttttt!!! Cairan itu memenuhi mulut Bram.

"Lepehkan sayang!"

Glup!! Bram malah dengan sengaja menelan cairan itu.

"Kenapa ditelan."

"Enak." jawab Bram sembari terseyum.

Glup! Iro makin terangsang dengan serangan genit Bram. Ia segera menarik tubuh itu ke atas agar sejajar denganya. Ia mengangkat satu kaki Bram di udara. Ia menahan dengan satu tangannya. Dan mulai menggosokkan penisnya.

Jlebb!!! Dengan sekali tusuk penis itu sudah masuk.

"Ahhh... Ahhh... Nngghhh.. sayang nikmat . Lagi... Lebih cepat!" Bram menggoyangkan pinggulnya juga.

"Oke oke." Pinggung Iro maju mundur menusuk spot yang sama sejak tadi.

"Aku keluar.". Spruttt!!! Bram keluar duluan.

"Uhhh... Ini terimalah sayang." Sprutttt!!!! Sprema itu Iro tembakkan langsung dalam lubang Bram. Bram yang mendesah sangat sexy di depannya membuat Iro berdiri lagi.

Sensani penuh nikmat menjalar di tubuh mereka saat pelepasan itu. Iro belum puas. Ia pun membalik tubuh Bram. Bram menungging di hadapannya. Tak ayal, Iro langsung melumat bibir Bram lagi dari samping. Sambil menggerayangi tubuh sexy itu. Tak hanya itu, ia juga menjilat tengkuk dan leher belakang Bram.

Jlebb!!!! Kejantannya menembus lubang Bram lagi. Bram merintih.

"Ohhh..ahhhh..ahhh ."

"Apa kau suka sayang? Bukankah penisku besar dan menghujam lubangmu."

"Ahhh.... Nghhh... Iro...sayang... belahan jiwaku."

"Uhhhh... " Spruttt!!! Mereka muncrat bersamaan. Lagi lagi Iro keluar di dalam. Penis itu masih betah di sana enggan untuk keluar. Sampai penis itu mengecil sendiri.

"Lagi...?" Bram mengedip nakal.
Iro jadi teringat masa lalu mereka di pondok tua. Saat mereka berhubungan terakhir kali.

"Aku sih ayo ayo saja. Awas kalau kamu kelelahan dan minta berhenti di tengah-tengah."

Bram menggeleng. Sejurus kemudian, mereka sudah terhanyut satu sama lain. Tak peduli derik jangkrik di luar. Malam itu milik mereka berdua.

-------
Komen dan vote yuk...
Happy reading...

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang