40 - Hi Anya, istriku.

929 69 40
                                    

Dua minggu setelah acara lamaran dadakan, Alva secara resmi melamar Anya ke rumah bersama keluarganya. Acara berlangsung cepat dan sederhana.

Tanggal pernikahan telah ditentukan, keluarga sepakat menggunakan jasa wedding organizer mengingat pasangan calon pengantin adalah pekerja yang tak memiliki banyak waktu senggang untuk mengurus segala tetek bengek pernikahan.

Untuk mahar, Anya dan keluarga tak meminta, namun Alva tetap memberikannya. Bahkan, sebuah rumah di kawasan Jakarta Pusat menjadi salah satu mahar pernikahan.

Gosh! Anya tersedak ludahnya sendiri saat Alva memberikan dokumen rumah tersebut padanya di depan semua keluarga.

Kata Alva, bukannya dia ingin 'menghargai' atau 'membeli' Anya. Mahar itu hanya sebagai bentuk kewajibannya, karena ia telah meminta Anya dari keluarganya. Anggap saja sebagai rasa terima kasih karena telah bersedia menjadi partner seumur hidupnya.

Anya tak bisa menolak, takut dikira tak sopan. Walaupun ia tak memasang mahar, namun sudah terlanjur diberikan, ya harus diterima. Inget, tidak baik menolak rezeki. Hehe.

Acara lamaran yang sederhana itu berakhir setelah pemilihan wedding organizer dan tanggal pernikahan, sisanya biar pasangan calon pengantin yang menentukan.

Terhitung sudah hari ke lima setelah acara lamaran. Sore ini sepulang berkerja, Anya dan Alva kembali mendatangi wedding organizer untuk fitting baju pengantin dan melihat gedung pilihan WO.

"Kalau pakai gaun tanpa lengan boleh?" tanya Anya sambil menggeser layar ponselnya, mengamati pilihan gaun dari WO yang dikirim melalui pesan whatsapp.

"Boleh, senyamannya kamu aja." balas Alva santai sambil mengendari mobilnya ditengah padatnya jalanan ibu kota menuju senja.

Anya mengangguk. Ada rasa bersyukur calon suaminya ini tidak posesif melarangnya ini dan itu —tidak seperti mantan kekasihnya.

Sampai di tempat yang telah dijanjikan oleh pihak WO, pasangan calon pengantin itu langsung disambut ramah dan diajak menuju ruang fitting.

Memasuki ruang terpisah dan bersiap di balik tirai. Anya mengenakan gaun pilihannya. Gaun putih tanpa lengan dan tanpa hiasan mewah, terkesan sederhana namun elegan.

Gosh! Semoga Anya tak terlihat buruk dengan gaun sederhana ini. Bagaimanapun, calon suaminya ini seorang direktur perusahaan. Sebagai calon istri, Anya tak boleh mempermalukan suaminya di depan rekan bisnis pemuda itu.

Menarik napas dalam dan mengembuskannya pelan-pelan, Anya mengangguk yakin saat petugas bersiap membuka tirai.

1 ... 2 ... 3 ...

Tirai milik Anya terbuka, begitupun dengan tirai milik Alva.

Pemuda itu berdiri gagah dalam balutan tuxedo hitam yang terlihat pas di tubuhnya.

Anya mengatupkan bibirnya erat-erat. Dia sudah pernah bilang 'kan kalau Alva ini tampan?

Alva sendiri tak bisa menyembunyikan ekspresi kagumnya menatap Anya dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Meski hanya dalam balutan gaun sederhana, Anya terlihat sangat cantik. Gaun yang dikenakan wanita itu membalut tubuh rampingnya dengan sempurna, ditambah dengan rambut hitam Anya yang terlihat kontras dengan gaun dan kulitnya membuat aura wanita itu keluar.

Ya Tuhan, apa kata yang tepat bagi Alva untuk memuji calon istrinya ini?

"Kamu suka?" tanya Alva membuka suara setelah keheningan menyelimuti keduanya.

Anya mengangguk malu-malu. Cih sejak kapan dirinya tau malu seperti ini?

"Ya udah, kita ambil yang ini."

✔️ Hi, Anya!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang