17 - Sorry Not Sorry

315 67 6
                                    

Alva memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah Anya. Bisa dilihatnya motor matic milik Anya sudah terparkir rapi di halaman, menandakan si pemilik sudah pulang kerja.

Setelah berpikir seharian, yang malah membuat Alva tak fokus pada pekerjaannya hari ini karena bingung melihat perubahan sikap Anya padanya. Akhirnya, Alva memutuskan untuk ke rumah Anya dan ingin mengajak perempuan itu bicara.

Alva mengambil ponselnya, menimbang haruskah ia menghubungi Anya terlebih dahulu atau langsung mengetuk pintu rumahnya.

Cukup lama Alva terdiam di dalam mobilnya, sampai tiba-tiba pintu rumah Anya terbuka dan si pemilik yang sudah bersiap dengan helem di kepalanya itu melangkah keluar.

Alva menekan klakson mobilnya, membuat Anya menoleh ke arahnya.

Anya melebarkan kedua matanya saat mendapati mobil milik Alva yang sudah berada di pekarangan rumahnya. Dengan langkah lebar ia menghampiri mobil itu.

"Ngapain lo ke sini?" tanyanya dengan nada sinis.

Alva yang memang sengaja membuka kaca mobilnya hanya tersenyum tipis. "Naik, kita perlu bicara."

"Bicara soal apa?"

"Naik dulu."

Anya menggeleng sambil melangkah mundur. "Gue mau pergi ke rumah July."

"Ya udah gue anter sekalian."

"Enggak perlu."

"Kita harus bicara Nyaa."

"Ya udah ngomong aja di sini."

"Lo yakin? Lo gak takut Ibu atau Adek lo denger?"

Anya melebarkan matanya, ia tau apa yang ingin Alva bicarakan dengannya.

Segera ia membuka pintu mobil Alva dan masuk ke dalamnya. "Ya udah ngomong buruan!" ujarnya dengan nada kesal.

Alva tersenyum, lalu mendekat pada Anya. "Ini helemnya dilepas dulu bisakan?" ujarnya sambil membuka kaitan helem Anya dan melepaskan benda itu dari kepala Anya.

Anya tak melawan, ia hanya diam membiarkan Alva melepas helem miliknya.

"Lo kenapa jadi dingin gini ke gue?" buka Alva setelah meletakan helem Anya ke kursi penumpang di belakang.

Anya melipat tangannya di depan dada. "Jalan! Buruan jalan sebelum Jean keluar dan lihat kita." kata Anya dengan nada dingin.

Alva menghela napas, segera ia menyalakan mesin mobilnya dan melaju pergi meninggalkan pekarangan rumah Anya.

Keduanya hanya diam, bahkan Alva tak tau kemana ia harus membawa Anya. Mereka perlu bicara berdua, jadi tak mungkin Alva mengantar Anya ke rumah kontrakan July.

"Jawab Nyaa, lo gak mendadak bisu 'kan?" tanya Alva dengan nada memaksa. Dia sudah jengah dengan situasi hening diantara mereka.

"Lo mau gue jawab gimana Va?"

"Apa lo nyesel ngelakuin hal itu sama gue, makannya lo bersikap seperti ini ke gue."

Anya menggeleng pelan. "Enggak. Gue gak nyesel."

"Terus?"

"Gue cuma bersikap sewajarnya."

"Wajar lo bilang?"

Anya mengangguk.

"Gue gak ngerti sama jalan pikiran lo."

"Gue emang gini."

"Lo bipolar?"

"Apa? Enggak!" Anya menoleh pada Alva lengkap dengan wajah kesalnya. Anya akui dia punya kepribadian yang buruk dibalik sikap humble-nya. Keempat sahabatnya sudah tau dengan sikap buruk Anya ini, dan lagi Anya sudah melakukan test kepribadian yang menyatakan bahwa dirinya normal.

✔️ Hi, Anya!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang