Duduk di dekat meja bar, Alva memesan minuman untuknya dan Anya. Alkohol dua puluh persen bisa diterima kan? Ya kalau mabuk malah bagus, setidaknya Anya bisa tidur nyenyak malam ini.
Meraih gelasnya yang baru terhidang di hadapannya, Anya langsung meneguknya. Kerutan tercetak jelas di dahinya, bahkan matanya menyipit saat rasa panas menyapa tenggorokannya.
'Gila, Alva pesan minuman dengan kadar alkohol berapa?'
"Enak?" tanya Alva setelah Anya meletakan gelasnya di meja.
"Gue dua seloki udah bisa tepar, loh."
"Serius? Gue pesen dua puluh persen, kalau gak kuat ganti orange jus aja gimana?"
Anya tertawa sambil memperbaiki kunciran rambutnya yang terlihat berantakan. "Emangnya gue anak kecil? Datang ke club minumnya orange jus."
"Ya daripada lo tepar, yang ada gue repot ngurusin lo."
"Enggak. Kuat kok gue kalau cuma dua puluh persen."
"Yakin?"
Anya mengangguk. Jari telunjuk Anya menyentuh bibir gelasnya, lalu bergerak melingkar sambil menatapnya dengan tatapan kosong.
Alva sendiri memilih diam sambil menyesap minumannya pelan-pelan. Alva penasaran, apa yang sedang dipikirkan oleh Anya saat ini. Tapi daripada merasa penasaran, Alva lebih merasa khawatir pada Anya.
Apa Anya baik-baik saja?
"Tadi Mas Jingga mantan gue," buka Anya setelah menghela napas berat.
"Hn. Terus?"
"Gue ditinggal nikah sama dia." Anya menoleh, menatap Alva dengan tatapan sendu. "Ngelihat dia sama istrinya bikin gue sakit hati, tau kalau dulu gue yang ada di sampingnya. Eh tapi sekarang udah ditempatin orang lain, masih gak rela gue."
Alva tetap memilih diam, namun matanya tak lepas dari wajah sedih Anya. Alva bisa melihat ada rasa menyesal yang tercetak jelas dari ekspresi wajah Anya saat ini. Seakan gadis itu menyesali sesuatu di hidupnya. Tapi apa yang disesalkan oleh Anya? Oke, memang ditinggal menikah itu menyakitkan, lalu apa yang bisa Anya lalukan selain mengikhlaskannya?
"Lo pernah ketemu mantan lagi setelah kalian putus?" tanya Alva. Pada akhirnya ia menyuarakan isi kepalanya, daripada mati penasaran 'kan?
Anya menggeleng pelan.
"Harusnya lo ketemu sama dia Nyaa, bukannya kabur begini. Kalian harus duduk berdua dan bicarain semua yang terjadi diantara kalian, mungkin aja dia punya alasan atas tindakannya?" saran Alva.
Menurut Alva, itu saran paling rasional dalam benaknya. Mungkin bagi si cowok, hubungannya bersama Anya sudah selesai, makannya ia bisa memulai hubungan baru dengan istrinya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun pada Anya. Tapi bagaimana dengan Anya? Alva merasa Anya masih menyimpan sesuatu yang belum selesai, makannya sulit bagi Anya untuk ikhlas melepasnya.
Anya menggeleng pelan, menghela napas berat lalu berkata, "Enggak perlu. Saat Mas Jingga nikah sama istrinya, semua antara gue dan dia sudah selesai. Jadi gak ada yang perlu dibicarakan lagi, toh dia sudah menjadi milik orang lain. Memangnya dengan kami bicara, bisa menghasilkan apa?"
"Kata maaf atau terima kasih."
"Buat apa?" tanya Anya dengan nada sangsi penuh penekanan.
"Maaf atas sikapnya dan terima kasih pernah mengisi hari-hari lo. Biar kalian bisa ingat bahwa kalian pernah menjadi sesuatu yang membahagiakan, walaupun akhirnya tak bahagia."
Anya mendengus malas. "Enggak perlulah."
"Kalau gitu, gimana caranya lo bisa ikhlas? Cara supaya bisa ikhlas adalah memaafkan, lo dan si mantan perlu saling memaafkan."

KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Hi, Anya!
Romance[complete ; mature content] Kata orang hidup itu seperti roda yang berputar, kadang kita diatas dan kadang kita dibawah. Kadang kita merasa bahagia, dan kadang kita merasa sedih. Kata ibu, hidup itu dijalani dengan penuh rasa syukur. Apapun yang te...