Wang Yibo memarkir mobilnya di tempat biasa, di sudut, tertutup bayang-bayang sebuah pohon besar yang teduh, matanya menatap ke arah bangunan asrama tua itu. Tempat yang sangat dihapalnya dan mungkin merupakan satu-satunya tempat yang paling sering dikunjunginya secara berkala.
Lalu Xiao Zhan melangkah keluar di sana, Yibo melihat jam-nya, selalu tepat jam sembilan dihari minggu, Xiao Zhan akan pergi berbelanja kebutuhan asrama ke pasar, lelaki itu tampak ceria, sehat dan bahagia. Syukurlah. Yibo mendesah dalam hati.
Matanya mengikuti Xiao Zhan dengan waspada ketika lelaki itu berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan untuk mengantarkannya ke pasar, dan Yibo mengernyit tidak suka ketika angkutan yang penuh sesak berhenti di depan Xiao Zhan dan lelaki itu masuk kedalamnya.
Dia tidak boleh naik angkutan lagi. Putusnya dalam hati, Wang Yibo harus mengusahakan sesuatu. Setelah yakin bahwa Xiao Zhan sudah benar-benar pergi, Wang Yibo mengangkat ponselnya.
"Saya sudah menunggu disini," gumamnya tenang.
Tak lama kemudian, sosok ibu Rahma keluar dengan hati-hati dari asrama, dan melangkah ke tempat parkir Wang Yibo yang biasa. Dengan sopan, Wang Yibo membukakan pintu dan ibu asrama melangkah masuk.
"Dia sangat senang karena diterima di perusahaan itu.” Ibu Rahma memulai percakapan sambil tersenyum.
Mau tak mau Yibo tersenyum, membayangkan Xiao Zhan bahagia sudah cukup membuatnya tak bisa menahan senyum lebarnya.
"Saya senang, apakah dia merasa curiga? Apakah dia membicarakannya?" Yibo menatap ibu Rahma dengan sopan. Wanita di depannya ini adalah mantan asisten ibunya yang sudah pensiun dan kemudian karena tidak mempunyai sanak keluarga, mengajukan diri untuk menunggui asrama putra tersebut.
Asrama ini sebenarnya adalah salah satu dari asrama milik yayasan sosial yang dikelola oleh ibu Yibo, dan ketika ibu Yibo menceritakan semua rencana Yibo, ibu Rahma menawarkan diri dengan senang hati untuk membantu. Dan Yibo sangat menghormati wanita ini, hampir seperti dia menghormati ibunya sendiri.
"Dia sempat curiga." Ibu Rahma tersenyum melihat kecemasan di mata Yibo.
"Tapi saya sudah berusaha menghilangkan kecurigaannya itu, lagipula nilai-nilai ijazahnya memang sangat bagus jadi tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahaan besar bersaing memperebutkannya."
Wang Yibo menjalankan mobilnya keluar dari parkirnya di bawah pohon besar itu dengan tenang, mengarahkan mobilnya menuju rumahnya, karena setiap minggu, ibu Rahma akan berkunjung ke rumahnya untuk bertemu dengan mamanya, setiap minggu itulah Wang Yibo akan memanfaatkan waktu itu untuk mengevaluasi dan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari ibu Rahma tentang Xiao Zhan.
"Mungkin memang saya terlalu berlebihan, seharusnya saya menempatkannya sebagai staff biasa dulu, tapi saya tidak tahan, saya lelah melihatnya secara sembunyi-sembunyi seperti ini, saya ingin bisa berinteraksi langsung dengannya."
"Saya mengerti", Ibu Rahma tersenyum penuh kelembutan.
"Tetapi tidak adakah ketakutan di hati anda kalau nanti lama-kelamaan Xiao Zhan akan menyadari siapa anda sebenarnya? ”
Pandangan Yibo menerawang ke depan.
“Saya tidak tahu, saya menganggap ini semua seperti pertaruhan yang melibatkan hidup dan mati saya, anda tahu kan betapa saya sangat menginginkan pertemuan ini, bisa bertatapan langsung dengan Xiao Zhan, bisa berbicara langsung, saya sangat menginginkan pertemuan ini, sekaligus takut. Sebab jika Xiao Zhan sampai mengenali saya, maka selesailah sudah semuanya."
Dengan penuh rasa keibuan, Ibu Rahma mengamati sosok disampingnya itu. Wang Yibo sedang berkonsentrasi menyetir, pandangannya lurus ke depan dan tidak menyadari kalau diamati. Ibu Rahma sudah mengenal Wang Yibo sejak lama, karena dia sudah menjadi asisten ibunya sejak Wang Yibo masih kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven Hero
FanfictionLatar belakang di cerita ini dibuat di Negara Bagian barat. Khususnya Amerika. Jadi, biar tidak di China-Korea mulu. Wkwk😂. Terus namanya juga aku buat agak kebarat-baratan, tapi masih ada beberapa tokoh dari china. 🙏 Kalau ada yang mau baca nove...