32. Pendongeng abal-abal

22.6K 2.9K 57
                                    

"Apakah anda yakin dengan pilihan ini?"

Laki-laki dengan kaos hitam itu menatap dokter muda di sebelahnya dengan malas.

"Kan udah gue bilang, gak usah formal gitu sama gue, John."

Dokter muda yang bernama John itu duduk di sofa yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Lalu, ia bertanya kembali. "Lo yakin dengan pilihan ini?"

Laki-laki yang di tanya itu tersenyum tipis. Ia mengelus surai gadis yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit.

"Lagi pula, sisa hidup gue udah nggak lama."

John mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampilkan langit malam. Dia mengingat kembali pertemuannya dengan laki-laki itu, laki-laki yang memberikan kesan pertama menyebalkan.

John tersenyum miris dikala otaknya kembali mengingat tentang penyakit dan kondisi keluarga kedua saudara yang sama-sama memiliki penyakit mematikan di depannya itu.

"Meskipun gue cuman dokter konsultasi lo, tapi lo udah gue anggap sebagai teman. Gue senang pernah kenal sama lo," John menggantung ucapannya dan mengalihkan pandangannya, kembali ke laki-laki berkaos hitam tadi.

"Liam."

°•°•°•

Taman belakang yang di hiasi dengan lampu kelap-kelip berwarna kuning itu kini menjadi tempat Athena dan Nenek Ares berbicara. Jangan lupakan ibu Ares yang sedang berdiri di belakang kursi roda nenek Ares.

Athena berdehem singkat sebelum memulai pembicaraannya. "Saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Athena, Athena Charlotte Lunch. Saya adalah salah satu teman dekat Ares, meskipun masih belum lama."

Nenek Ares mengangguk sembari tersenyum hangat. "Salam kenal, Athena."

Athena membalas senyum nenek Ares. "Langsung saja, saya ingin bertanya kepada nenek. Apakah nenek benar-benar merestui pertunangan ini?"

Nenek Ares mengangguk. "Tentu saja. Nenek juga yang menyuruhnya untuk bertunangan dengan Stella."

Athena berjongkok, mengajarkan tingginya. "Nenek tidak perlu berbohong. Saya akan membantu nenek jika memang dugaan saya benar."

Nenek Ares membeku di tempat. Lily, ibu dari Ares kebingungan melihat reaksi ibunya.

"Athena, kamu jangan macam-macam, ya!"

Athena menatap Lily serius, "Saya hanya ingin meluruskan kesalahpahaman. Untuk itu, saya membutuhkan kejujuran nenek." Athena mengalihkan pandangannya, "Saya mohon, jujur kepada saya."

Nenek Ares terdiam sejenak. "Sebenarnya, nenek diancam."

"Diancam?!" Beo Lily

"Sudah gue duga." Gumam Athena.

"Siapa yang mengancam bunda?" tanya Lily emosi.

Wanita yang bernama Ela itu menunduk. Ia menggeleng pelan, "Maaf, bunda tidak bisa memberi tau tentang itu."

Lily menatap Ela tidak percaya. Athena tersenyum tipis, ia lalu mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam tasnya.

"Apakah ancamannya tentang ini?"

Ela terbelalak. Ia menatap Athena khawatir, "Bagaimana kamu bisa tau?"

"Sebelum itu, bisakah nenek memberi tahu saya, bagaimana cara Stella mengancam nenek?"

Lagi-lagi, wanita itu terkejut dengan ucapan Athena. "Bagaimana kamu bisa tau?"

Sedangkan Lily, ia menatap bingung kedua orang di depannya.

Transmigrasi | | Dua Jiwa Satu RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang