- E X T R A P A R T (2) -

21.8K 1.7K 37
                                    

Hacim

Gadis itu memeluk tubuhnya yang sudah di balut jaket tebal. Di lehernya, terdapat syal biru yang melilit, guna membantu menghalau dingin. Laki-laki di sebelahnya menatap gadis itu cemas.

"Nggak papa?"

Gadis itu menoleh, menatap laki-laki di sebelahnya. "Nggak papa kok. Tapi, ya, musim dingin emang kurang enak."

"Kita balik aja? Gue nggak mau Lo sakit."

"Balik gimana? Lo nyuruh gue bolos?"

Laki-laki itu menggaruk tengkuknya. "Yah, nggak sih."

Gadis itu tersenyum, merasa senang karena perhatian kecil dari laki-laki itu. "Udah, gue nggak papa kok, Res. Bentar lagi juga sampai kampus."

"Benar juga. Mau gue peluk?"

Wajah Alea memerah, sedikit terkejut dengan pertanyaan Ares. Ares menatap Alea cemas. "Lo kenapa? Sakit? Beneran sakit? Pulang? Atau dingin? Mau gue peluk biar dinginnya hilang?"

"G-gue gak papa. Udah, ayo, bentar lagi sampai." Alea mempercepat langkah kakinya.

Sudah 7 bulan mereka berpacaran. Dan baru beberapa bulan yang lalu Ares masuk ke kampus yang sama dengan Alea. Meskipun Ares adalah adik tingkatnya, Alea tidak sungkan untuk memperkenalkan Ares adalah pacarnya.

Tapi masalahnya, Ares kini menjadi populer di kampus. Alea sedikit kesal karena lalat-lalat itu selalu mengerubungi Ares. Meskipun sebenarnya dulu hal ini sering terjadi, namun kali ini berbeda.

Seperti saat ini. Alea menatap gerombolan perempuan yang satu kampus dengannya tengah mengelilingi Ares. Alea menekuk wajahnya menatap Ares yang kesusahan menanggapi mereka. Gadis itu duduk di bangku yang berada tidak jauh dari Ares.

Ares melewati beberapa para gadis itu, berusaha menghampiri Alea yang sedang badmood. Hal ini sering terjadi, dan Alea sudah lelah melihatnya.

"Alea. Tolongin."

Ares memelas. Ia sangat kesusahan melalui perempuan yang tidak pernah lelah mengganggunya. Alea membuang wajahnya. Tanpa sengaja, ia melihat Yuki lewat.

Alea langsung saja berteriak memanggil perempuan dengan rambut pendek itu. "YUKI!"

Merasa terpanggil, Yuki melihat ke arah Alea. Ia melepas salah satu benda yang menyumpal telinganya. Yuki mendekat, dan menatap perempuan-perempuan di sana dengan lelah.

"Mereka masih belum kapok?" Tanya Yuki, dengan bahasa aslinya.

Alea menekuk wajahnya. "Begitulah."

Yuki duduk di sebelah Alea. Salah satu kakinya ia angkat, "Nggak mau bertindak?"

"Emang aku harus gimana?"

"Pakai saja cara yang nggak pernah kamu lakuin, yang lebih ekstrim."

Alea menatap Yuki heran. "Gimana?"

"Gunakan saja otak pintar mu. Bukankah kamu memiliki banyak ide? Kamu juga bisa menggunakan adegan manga yang kamu buat untuk mengusir mereka."

Alea mendelik, "Maksudmu, mengangkat pedang dan membunuh mereka?"

Yuki tertawa. "Bukan itu. Contohnya saja, kiss."

Wajah Alea memerah. "Hah? Nggak-nggak. Mustahil untuk ku."

"Sudahlah, coba saja." Goda Yuki.

Yuki mulai mendorong bahu Alea. Alea menolak, namun Yuki memaksa. Alea meneguk salivanya gugup. Haruskah? Apakah tidak ada cara lain?

Alea menghela nafas pasrah, "Kenapa di situasi seperti ini, otakku mendadak buntu. Merepotkan."

Alea mulai menerobos kerumunan itu. Sesekali, ia terdorong mundur. Namun akhirnya, ia berhasil berdiri di hadapan Ares, berkat tubuhnya yang mungil.

Transmigrasi | | Dua Jiwa Satu RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang