"Bun, mending hubungi dokter deh, dari tadi Kak Lindi ngigo manggil nama Bang Ardan sama Bang Rully melulu. Masa' iya mau diduain? Sakit hati ntar anak orang." Ucap Lensa khawatir, berjongkok di tepi tempat tidur.
Benar kata Lensa. Bunda cepat-cepat mengirimkan pesan singkat untuk dokter pribadi langganan mereka.
"Len. Kamu buruan berangkat gih, nanti telat."
"Nggak apa-apa, nih, yakin? Ditinggal di rumah berdua doang?"
"Biasa juga gitu. Udah dimakan, kan, roti sama susunya? Bekal udah masuk tas?"
Tangan kanan Lensa mengangkat tas kecil tupperware hitam berisi makan siang hari ini, lantas segera mencium tangan ibunya dan menuruni tangga begitu klakson dibunyikan pengendara ojek online depan pagar rumah.
Urusan anak kedua beres, tinggallah anak pertama dalam pantauan suhu badan masih tinggi. 37,8°C.
"Sebenernya Bunda ada acara penting, tapi Bunda nggak mungkin tega tinggalin kamu begini."
Usapan lembut bunda di kepala ternyata menenangkan Lindi. Semula, gadis itu terus menyebut nama kedua lelaki yang dikenalnya belakangan. Bunda tahu bagaimana Lindi bersusah payah melupakan Ardan. Satu sisi lainnya, bunda tidak yakin apakah Rully mampu bertahta di hati putri kesayangannya atau tidak.
"Cepet sembuh, sayang."
Teeett!
"Ah, iya. Sebentar." Sahut bunda, membuka pintu utama. Barangkali sang dokter telah tiba.
Tidak mungkin secepat kilat itu, karena justru hadirlah senyum Rully menghiasi mega mendung.
"Pagi, Tante. Saya mohon izin berangkat ke kampus bareng Lindi."
Sapaan si manusia tampan sedikit melegakan cara bunda yang menatapnya bingung.
"Ooh.. Nak Rully, ya? Masuk dulu, silakan."
"Baik, Tante, permisi."
Untunglah Rully memakai espadrilles shoes, sehingga tidak perlu repot-repot melepas dan memasang tali.
Kok sepi? Tuh anak jangan-jangan masih molor.
"Masuk kelas jam berapa, Rul?" Tanya bunda sehabis menyuruh Rully duduk di kursi makan.
"Jam 10, Tante, tapi saya sengaja dateng pagi biar bisa ajak ngobrol Lindi sama temen-temen dulu di kantin." Jawabnya sopan.
"Waah, Lindi udah punya banyak temen, rupanya.. ajak ke sini, dong.. boleh lho kalau mau kerjain tugas bareng atau sekedar main. Lensa juga sesekali suruh temennya nginep kok."
"Siap, Tante."
Teeett!
Wow, sibuk sekali ibu rumah tangga yang sudah menyambut dua tamu pada pukul 06.17 WIB.
"Tunggu di sini, ya, Rul. Udah sarapan?"
"Sudah, Tante."
"Kalau mau minum, ambil sendiri di dispenser atau kulkas, ya."
"Siap, Tante, terima kasih."
Kemudian segelas ice lemon tea Rully dapatkan cuma-cuma, pasca menjumpai seorang wanita anggun berpakaian semi formal naik ke kamar Lindi.
Saudaranya kali, ya?
Sok tahu kau, Rul.
Sementara itu, di kamar Lindi ketika sang penghuni sudah terbangun dari tidur...
"Gimana, Dok?"
"Lindi mengalami flu, mungkin kelelahan, jadi kurang istirahat dan makannya nggak dijaga. Saya resepkan parasetamol, antibiotik, obat pilek, batuk, dan vitamin C-nya untuk dikonsumsi 3 hari, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
KANNESIA
Fanfiction[K(arena) A(ku) (da)N (diri)N(ya) (m)E(rupakan) S(atu) I(rama) (cint)A] . . Lindi harus memilih masa depan mana yang ia inginkan, sesuai petunjuk si misterius Milla. Menjadi istri Ardan yang pernah melukai hatinya, atau harus belajar mencintai Rully...