1 - Akhirnya Ku Menemukanmu

322 22 15
                                    

Dering ponsel menyela, bilur keringat dinginku mengaliri kening.

Kak Ardan is calling...

Tarik napas, Lindi Lestari. Jangan gentar, bersikaplah biasa.

"Halo," jawabku tepat saat adik lelakiku, Lensa Buana, mengamati ketidak nyamananku melalui celah pintu kamar yang terbuka.

"Kapan kamu pindah ke Jakarta? Kok bisa aku baru tahu dari tetanggamu sore ini, kalo kalian sekeluarga udah pergi dari hari Kamis?"

"Maaf, Kak. Sengaja aku rahasiakan, karena kamu pasti menahanku untuk jangan lari dari kenyataan. Tapi, sekeras apapun usahaku, nggak ada pilihan selain menuruti kemauan ayah sama bunda."

"Lin, cerita di antara kita belum selesai, dan kamu mau kita berpisah jarak semudah ini?"

"Semua memang udah berakhir, Kak."

"Lindi," Kak Ardan kembali memohon. "Tolong jangan begini. Kamu satu-satunya adik yang paling kusayangi, hanya karena aku nggak bisa menerimamu sebagai kekasih, haruskah hubungan kita berhenti sampai di sini?"

"Betul. Anggaplah kebodohanku kemarin adalah hal paling memalukan dalam hidupmu, sehingga aku tidak memiliki alasan kenapa kita harus bertemu lagi di masa depan."

"Lindi!"

"Maaf, Kak, aku mau tidur. Besok ada kelas pagi. Selamat malam."

Ponsel tak bersalah itu harus mengais keterpurukan kala kulempar ke atas meja belajar cukup kencang. Boro-boro menangis, untuk apa? Kenangan bersama Kak Ardan yang selama ini kusiramkan rasa lebih dari sekedar saudara, gugur mengering sejak kudengar pengakuannya hari Minggu kemarin.

Dia dan aku. Kakak adik berbeda orang tua. Hah, lucu sekali.

Terima kasih, cinta, untuk segalanya. Akan tetapi, maafkan aku yang tak bisa memberinya kesempatan kedua.

Jika dari sudut mata dapat kulihat Lensa melangkah mendekatiku, berarti fisikku terlihat tidak sedang baik-baik saja.

"Kak, udah jam sepuluh, besok hari pertama kita masuk kuliah sama sekolah. Jangan sampe telat."

Luluhlah benteng pertahananku, merelakan kepala lemahku didekap si jangkung tampan. Susah payah kuhindarkan sendu agar tampak sekuat ranting kayu jati, topeng palsu berima indah itu gampang direnggut paksa oleh Lensa sendiri.

"Aku tidur di sini aja ya, Kak? Temenin Kak Lindi."

"Ya udah, boleh. Sikat gigi dulu gih, sama cuci muka."

"Janji dulu, Kak Lindi nggak boleh nangis lagi."

Kuusap pipi gembulnya itu pelan. "Nggak, sayang, kan kamu udah tenangin Kakak."

Senyum cerah Lensa melegakan kami berdua, menyadarkanku perlahan bahwa kegelapan yang semestinya patut ditindas oleh kepercayaan dan kontrol penuhku.

***

Kartu mahasiswa berikut informasi tentang jadwal kelas semester serta dosen pembimbing telah siap kudapatkan. Semoga kemeja flanel kuning biru, bootcut jeans, sepatu keds putih, dan ransel hitam yang kukenakan tidak termasuk dalam golongan aneh bagi mahasiswa transfer baru di jurusan International Business.

Untunglah sisa hari Jumat lalu kuhabiskan dengan berkeliling area gedung fakultas, sehingga tidak sulit menemukan keberadaan kantin di jam makan siang sebelum mata kuliah selanjutnya.

Soal kesan di kelas pukul sepuluh pagi? Biasa sekali. Seakan aku tersamar di antara gabungan kakak tingkat dan teman se-angkatan yang tidak terlalu membaur satu sama lain.

KANNESIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang