"Rakjel itu apa?"
"Rakyat jelita."
Ini memuat kisah Sunghoon yang harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa ia akan dieksekusi bila terbukti melakukan pencurian dan penggelapan uang kerajaan.
Tidak ada yang mengetahui asal-usul Sunghoon, bahkan keluar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari itu, Sunghoon telah pulang ke rumah kecil miliknya yang terletak di tengah hutan. Ia pamit dari rumah ayah Riki sekitar pukul delapan malam, sengaja menghindari bertemunya orang-orang di jalan. Syukurnya, hari itu sudah tidak ada gelaran pasar rakyat.
Sunghoon Zeta Raiden menginjakkan kaki kerumahnya lagi, larut dalam kenangan bersama sang ibunda, pemuda itu membereskan rumah yang cukup berantakan. Usai menemukan kunci cadangan di tempat persembunyian seperti biasa, Sunghoon langsung masuk tak lupa menutup rapat pintu. Terlihat jelas debu-debu melapis barang perabotan.
Hari itu memang sudah lama sekali bagi Sunghoon tak bertemu bundanya, tentu ada rasa rindu yang makin tumbuh dan menjalari benak. Lama-lama pemuda itu sadar tak bisa hidup menyisakan jarak jauh dengan sang ibunda.
Sunghoon membersihkan kamarnya, tidak mempedulikan barang-barang yang tak akan ia sentuh malam ini. Bergerak sedikit, Sunghoon merasakan pergerakan angin dari jendela yang tiba-tiba terbuka. Rasa takut memang ada, tapi Sunghoon mana mungkin tidur dengan keadaan jendela terbuka.
Kedua bola masih mengerjap, cahaya bulan masuk secara bebas berteman dengan sinar temaram dari lampu kamar Sunghoon. Rumput-rumput liar yang tinggi bergerak lebih cepat dari pada yang dibayangkan, tidak mungkin hanya desir angin. Mengerutkan kening, Sunghoon melihat tubuh tegap dua orang laki-laki dan seorang perempuan berbalut gaun malam sederhana.
"Bunda!" Pemuda berparas tampan itu menyinggung senyumnya, untuk apa bundanya kemari ditemani Pangeran Jay dan pengawal pribadinya? Apa orang-orang di istana tidak akan curiga bila mereka pergi?
"Sunghoon, tolong buka pintu depan lebih dulu!" Pangeran Jay bersuara. Ia berdiri di samping permaisuri menggunakan mantel hitam, sejemang Jay bingung bagaimana bisa Permaisuri dan Sunghoon tinggal ditempat ini, belum lagi ditengah hutan.
Derap langkah kaki yang beradu dengan lantai terdengar keras, Sunghoon terlalu antusias untuk sekadar memeluk ibunya. Terselip rasa kecewa memang, tapi bagaimana lagi? Ia lebih butuh dekapan hangat beliau. Untuk masalah kecewa, toh Sunghoon memang sering menelan bulat-bulat kecewanya. Tidak apa-apa.
Pintu terbuka, Permaisuri memutari rumahnya sendiri di ikuti Pangeran Jay dan Youngbin dibelakangnya. Kesehatan permaisuri kembali normal, walau ia sempat marah jika Sunghoon mendapatkan hukuman keras dari hulubalang tua jahat yang menjadi dalang dari salah satu kejahatan fatal di istana.
"Bunda!" Sunghoon memeluk Felicy dengan erat, tubuh tegapnya direngkuh lembut dan hangat. Mulut bisa berbohong jika tidak rindu, tapi hati mana sanggup membohongi diri. Sunghoon menangis tanpa suara dibalik punggung ibundanya.
"Sunghoon, maafin bunda ...." Kalimat sederhana itu menghipnotis, menelusup tepat dalam benak Sunghoon. Apapun kesalahan sang bunda, Sunghoon akan tetap memaafkan. Pergerakan angin menjadi saksi bisu rindu bertemu, Jay bergeming di tempat merasa terharu.