꒦꒷︶❛❜𝕊𝕚𝕟𝕥𝕙𝕚𝕟𝕜❛❜︶꒷꒦
Pulang dari sekolah Vinia dikejutkan dengan kehadiran ibunya, sore-sore begini tumben sudah pulang. Apa ada masalah yang terjadi di kerajaan? Apa Sunghoon telah melancarkan aksinya? Vinia belum bertanya, tapi memang gerak-gerik Sunghoon selama di sekolah lumayan berubah.
"Bu, kok udah pulang?" Tanya Vinia hati-hati.
"Ganti jam kerja, lusa ibu mulai kerja malam." Beliau meletakkan pot bunga dari tanah liat diatas lemari buku. Itu hadiah dari bunda Jungwon. Pot yang lumayan mahal itu di isi bunga bakung warna putih, menambah kesan indah ruangan.
"Oh gitu. Eum ... Bu, sering liat pangeran Jay?" Vinia kembali bertanya. Setengah malu ia menanyakan hal ini, tapi Vinia penasaran bagaimana kondisi pangeran Jay di istana.
"Kadang-kadang, ibu lebih sering liat pangeran Sunoo. Kenapa? Kamu naksir pangeran Jay, ya? Lebih baik jangan. Nanti kamu menyesal direndahkan orang-orang."
"Rakyat seperti kita tidak mungkin bisa bersanding dengan anggota kerajaan," Lanjut ibu Vinia langsung meruntuhkan sebagian semangat hidup Vinia. Pemudi itu mengangguk, mengulum senyum dan menyimpan laranya secara rapi. Ibunya bahkan lebih kejam dari Hyera.
Vinia masuk ke kamar kecilnya, kamar yang catnya mulai usang bagai kisah cintanya dan pangeran Jay yang rumpang---tak ada apa-apanya. Mengganti pakaian pun sembari melamun.
"Vinia, boleh ibu minta tolong." Anak semata wayangnya langsung keluar menyibak gorden.
"Minta tolong apa, Bu?"
"Tolong cariin sayur di hutan ya, tapi kamu jangan jauh-jauh sampe ke tengah hutan. Awas nanti kamu ke sasar!" Peringatnya. Vinia tersenyum kaku, ibunya belum tahu, Vinia bahkan enam kali pergi ke tengah hutan, dan tak ada kejadian aneh yang menimpanya.
Vania mengangguk kecil. Ia mengambil keranjang kayu yang diberikan ibunya. Keluar rumah, si pemudi disambut panas terik dari matahari diufuk barat. Sore-sore begini surya masih semangat menyengat kulit manusia.
Di gapura, ternyata ada dua pengawal yang berjaga. Vinia langsung takut, ia meneguk saliva sebab dua pengawal itu menatapnya tajam sekalipun dari kejauhan. Apa Vinia akan lolos dengan mudah?
"Mau kemana?" Suara bariton itu menabrak gendang telinga. Vinia langsung merinding.
"M... Mau cari sayur di hutan, disuruh ibu." Vinia menjawab seadanya. Dua pengawal itu saling tatap satu sama lain, kemudian mengangguk, mempersilakan Vinia melewati ambang gerbang.
"Jangan sampai senja, lewat dari itu tidak ada kesempatan masuk bagimu sampai pagi."
"A... I... Iya, terimakasih." Vinia menunduk, menyeramkan sekali. Langkah kaki pemudi itu otomatis bergerak patas, tidak mau membuang waktu. Ia terus menyusuri jalan hutan. Pertama ada barisan pohon jati, lalu ada tanaman-tanaman yang biasa ditanam di ladang. Berhubung kedua orang tua Vinia tak punya, jadi mereka memanfaatkan sepetak tanah di hutan untuk menanam.
Sampai dipetak lahan yang tertanda nama sang ibu, Vinia di kejutkan dengan tubuh tegap Sunghoon. Iya sudah pasti itu Sunghoon.
"Zeta! Ngapain lu ngambilin cabe gue?!" Murka Vinia, matanya melotot tajam.
Sunghoon berbalik, kendati tersenyum tanpa dosa, pemuda itu tetap mendapat pukulan dari Vinia disekitar punggung lebarnya. Ia tak bisa mengelak dari hantaman kepalan tangan Vinia.
"Udah, akh sakit. Tenaga lu kaya Banteng," Ujar Sunghoon melindungi dirinya. Vinia menurut, ia berhenti, percuma juga ia marah-marah ke Sunghoon. Bagi Vinia, Sunghoon pemuda yang pelik menyadari kesalahannya.
Vinia berlalu, ia ingat tidak boleh lama-lama pergi ke hutan. Ia harus kembali sebelum senja menjelang. Sunghoon bergeming, kerasukan apa Vinia jadi diam begitu?
"Bantuin gue metik ini, nanti gue relain cabe yang lu pegang."
Sunghoon mengangguk setuju. Hitung-hitung berterima kasih pada Vinia karena ini tanah petak atas nama ibunya, Sunghoon pikir semua tanaman bisa ia petik sesuka hati. Ternyata ada juga yang tak boleh sembarang ia ambil.
Vinia serius memetik, sampai ia mengingat satu kejadian di mana ia tak sengaja bertemu pangeran kerajaan Australis. Pangeran dari negeri yang Jungwon tinggali itu tampan bukan main, agaknya Vinia jatuh cinta berkali-kali pada sosok pangeran yang ia temui. Namun kenyataan menyadarkan secara bengis.
"Zeta," Panggil Vinia menoleh sekilas.
Sunghoon berdeham, ia menaikkan salah satu alis hitam tebal, tangannya memasukkan kacang panjang ke dalam keranjang. Vinia beruntung kali ini bisa mengontrol debaran jantungnya. Mungkin rasa naksir pada Sunghoon usai terkikis habis, sekarang sudah biasa saja.
"Rakjel itu apa?" Tanya Vinia memasang air muka penasaran. Sunghoon menundukkan kepala ringan, ia melihat raut si perempuan tak tega. Lagi pun siapa yang mengatakan hal jahat semacam itu pada Vinia? Hei, itu termasuk jahat kan?
"Siapa yang bilang gitu?" Sunghoon memberanikan diri bertanya lebih dulu sebelum menjawab. Terdengar dengkusan pelan dari Vinia.
"Pangeran Jake, dari negeri Australis. Emang kenapa? Kok tanggapan lu kaya kaget gitu sih, Zeta?"
Vinia tanpa ragu membeberkan nama orang yang memanggilnya dengan sebutan rakjel. Perasaan Vinia kala itu sih agak sakit, pangeran Jake menatap dirinya setajam elang, lebih tajam dari tatapan serius pangeran Jay yang pernah Vinia lihat di sekolah.
"Rakjel itu rakyat jelita," Jawab Sunghoon tersenyum singkat.
︶꒷꒦꒷︶❛❜𝕊𝕚𝕟𝕥𝕙𝕚𝕟𝕜❛❜︶꒷꒦︶
Kak, tinggalin vote ya :(
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵒⁿ ʰᵒˡᵈ Sinthink ; Sunghoon
Fanfiction"Rakjel itu apa?" "Rakyat jelita." Ini memuat kisah Sunghoon yang harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa ia akan dieksekusi bila terbukti melakukan pencurian dan penggelapan uang kerajaan. Tidak ada yang mengetahui asal-usul Sunghoon, bahkan keluar...