6. Permintaan Sederhana

57 10 37
                                    

Detik-detik ini menjadi salah satu saat yang pantas diberi benci. Ingin menulis, tapi gagasan—yang tak pernah hidup—terlebih dahulu mati, seakan jenuh dengan tulisan lampau yang kini terasa tak berarti. Padahal masih pagi, mengapa mentari tak lagi membangunkan lelap imaji? Mungkin memang seperti ini, tak selamanya seseorang merasa hebat untuk apa yang ia bisa. Dalam hal apapun, grafik kemampuan bisa naik turun, tanpa peduli kata 'biasanya'. Gatra, misalnya. Biasanya, sarapan diksi di pagi hari akan memperlancar ide-idenya dalam menulis. Namun, ia sudah membaca banyak catatan puitis, dan tidak ada gambaran imajinasi yang terlukis.

Kesal, Gatra melempar lembar-lembar kertas secara asal. Itu hanya karya-karyanya sendiri, yang dulunya ia anggap bagus saat baru jadi, tapi kini terasa menjijikkan dan tak berseni. Gatra tidak tahu kenapa, tapi belakangan ini, ia merasa tulisannya begitu buruk. Entah tulisan lama ataupun apa yang ia tulis sekarang ini. Bahkan, layar jingganya ia kosongkan kembali, lantaran prihatin akan kecanggungan tiap huruf yang ia himpun dalam kelompok frasa tak berarti.

"Bukan saatnya menjadi penulis. Waktunya menjadi dokter." Gatra mengembuskan napas.

Ia bergegas mencari Caraka untuk pemeriksaan harian. Tidak sulit, saat kepala menoleh kanan, sosok biru itu sudah ia temukan. Tepatnya dekat sungai, dengan langkah lunglai yang menapak perlahan. Jika tertiup angin, mungkin Caraka bisa tumbang, dan Gatra tidak mau itu terjadi. Ia pun memacu lari, menghampiri si lemah yang menunduk menatap kaki. Tepat saat langkah terhenti, pijakan Caraka goyah, dan langsung ia tangkap dua bahunya dengan kuat dan hati-hati. Kemudian, raut pucat Caraka bersemuka dengan wajahnya. Sebenarnya, Gatra merasa iba, tapi menyematkan ekspresi kesal pada wajahnya.

"Kamu dari mana? Kalau tidak kuat berjalan, kenapa tidak memanggilku saja?!"

"Aku tidak apa-apa, hanya sedikit lemas," jawab Caraka.

"Apa aku perlu menggendongmu?"

Mendapat gelengan, Gatra merapatkan tubuhnya pada Caraka, memapahnya pelan menuju pohon flamboyan. Di tengah perjalanan, mata emas Gatra menangkap warna darah di lengan sang teman. Hanya sedikit, tapi ia tahu jika itu bukan hal yang baik. Darah Caraka sangat berharga, berkurang sedikit saja bisa membuat peri itu kehilangan tenaga.

"Darah apa ini, Caraka?" tanyanya tajam.

"Aku terluka."

"Iya, aku tahu! Maksudku, kenapa bisa terluka?! Ingat, ya, kamu bukan peri biasa, terluka sedikit saja bisa sangat berbahaya. Lihat! Tubuhmu lemas, 'kan? Makannya berhati-hati!"

Walaupun Caraka tampak tidak peduli, omelan Gatra belum ingin berhenti. Gatra sedang khawatir, tidak adakah yang mengerti?

"Peri sepertimu, kalau kehilangan darah, bisa mati! Cepat duduk! Dasar, merepotkan!"

Caraka sudah ia dudukkan di bawah flamboyan. Gatra beranjak agak meninggalkan, tapi masih senang mematri tajam tatapan. Di irisnya yang keemasan, sang biru juga balik memandang. Tatapan polosnya makin menyebalkan di mata Gatra. Sudah dimarahi, tapi tidak tahu diri. Dasar, Caraka.

Kini, Gatra kembali, dengan ragam obat-obatan dari bahan alami. Ia duduk di sisi Caraka, menarik napas sebelum menjalankan tugasnya. Alih-alih mengolesi luka itu dengan obat, Gatra hanya memberinya mantra, karena Caraka memang tidak suka saat ditempeli obat luka. Gores merah di lengan Caraka mulai memudar, seakan terhapus oleh jingga yang berpijar. Sepertinya, Caraka sudah terbiasa dengan sihir penyembuh yang ia berikan. Terbukti dari bagaimana raga itu menerima tiap mantra tanpa sedikitpun penolakan. Tenaga Caraka juga pulih perlahan, seakan terisi lewat jingga yang Gatra salurkan.

"Sekalian saja, kita lakukan pemeriksaan." Kendati kesal, Gatra tetap menjalankan kewajiban.

Cahaya jingga memindai tubuh Caraka, tanpa melewatkan sekecil apapun data-data. Hasilnya pun cukup baik, lebih baik dari pemeriksaan sebelumnya. Lubang dan sobekan pada sayap pasiennya mulai mengecil dan hampir sirna. Gatra turut bersyukur untuk itu. Ia meredupkan mantra, lalu mendaratkan pandangan para sang biru.

Larik CarakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang