27. Akan Kembali

25 4 5
                                    

Selarik puisi terisolasi oleh dinding berpahat sepi. Ia mengurung diri dalam selubung sendu seluruh sisi, berpaling dan menepi dari bait-bait lain yang membenarkan kata mati. Memang tidak salah, semua yang hidup akan mati, semua yang ada akan menghilang pergi. Namun, larik kalimat mana yang tidak kesepian saat ditinggal alineanya? Senyap, sedangkan di kertas berbahan daun lontar itu, gurat tinta mengukir jerit lara di larik terpencil, yang ditumbuhi banyak ngilu dan sedih penuh gigil. Perihal ia yang ditinggalkan, perihal duka yang alih mengambil.

Kenapa aku ditinggalkan?

Gatra tidak sedang berpuisi, sudah terwakilkan oleh bagaimana hari melukis elegi. Gatra telah membaca semua surat dari ayahnya. Rasanya tidak jauh beda dengan melahap segenap luka, lantaran semesta mengingkari jumpa. Rasanya hampa, tetapi sesak memenuh tubuh, tidak peduli sebanyak apa tirta mata meluruh. Runtuh, rintik yang jatuh kini kehilangan sang peneduh. Gatra sedang rapuh. Tak sekadar kehilangan apa yang dipunya, ia juga kehilangan dirinya sendiri.

Tiup lembut udara menerpa pipi. Sejuknya membuat Gatra mengangkat kepala dari posisi telungkupnya. Tidak disangka, senja sudah mengukir sapa, membawa serta pesona jingga dan merah muda. Matanya yang sembap langsung mengerjap, menikmati petang yang seakan menghibur. Alam sedang cukup pengertian, tahu saja kalau Gatra lelah menangis seharian. Bahkan, rambut coklatnya yang berantakan menangkap nyaman dari belai angin yang menyembur.

Gatra merapikan rambutnya, menyisir ke belakang agar tidak menggangu mata. Saat ia menurunkan tangan, fokusnya terkumpul di pergelangan kanan, tempat melingkarnya anyaman rumput yang ia sebut gelang. Ini dari Caraka. Gatra masih ingat saat peri itu memasangkannya.

Di bukit ini, pada suatu senja, sambil menyaksikan peri-peri gadis yang memetik bunga.

Gatra baru ingat kalau masih punya Caraka, peri yang tadi pagi ia tinggalkan dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bisa-bisanya Gatra melakukan itu. Kehilangan benar-benar membuatnya kacau. Gatra seperti sesosok gila yang hanya termenung dengan wajahnya yang berantakan. Sekarang sedang bingung, haruskah ia kembali untuk mengecek pasien yang ia tinggalkan?

Tentu saja, Bodoh!

Gatra merasa sangat bersalah karena meninggalkan Caraka. Sebelum itu, ia telah mendorong Caraka hingga jatuh dan terluka. Kemudian, ia pergi ke mari untuk menikmati sisa-sisa kenangan dari Alinea. Ia egois, menganggap dirinya sendiri yang menderita kehilangan, padahal saudaranya juga. Jika ia tidak kembali sekarang, bisa saja terjadi sesuatu yang buruk pada Caraka. Itu tidak boleh terjadi!

Gatra harus bangkit, harus mengobati Caraka dan membuat mendiang ayahnya bangga. Gatra akan kembali. Sebelum itu, ia membereskan apa-apa yang perlu dan bisa dibereskan. Ia menghapus air mata, membersihkan rumput kering yang menempel pada pakaian, lalu mengumpulkan surat dan kertas-kertas lain hingga tertata. Setelah menyimpan itu semua, Gatra membuka sayap, siap untuk terbang. Semua sudah rapi, kendati alufiru hati masih menjadi kecuali.

Langit sudah menggelap, warna senja perlahan lenyap. Singkat cerita, Gatra sudah sampai di padang sabana tempat Caraka tinggal. Pohon-pohon di sana hanya memperlihatkan siluet hitam. Di tengah remang itu, Gatra mendapati sosok peri bersayap putih terang. Gatra tidak tahu itu siapa. Yang pasti, peri asing itu duduk di samping Caraka yang berbaring.

Gatra mempercepat kepakannya, mendarat di bawah flamboyan dengan hempasan sayap yang membuat peri putih tadi menoleh. Gatra melangkah menahan amarah. Manik emasnya berkilat tajam, lalu melagukan suara bernada mengancam.

"Kau siapa? Apa yang kau lakukan di sini, Tuan? Jangan-jangan, mau menculik pasienku, ya? Awas saja, aku bisa mematahkan tulang keroposmu dengan mudah!"

Peri yang seumuran dengan ayahnya itu mendesis, lalu berkata, "Jangan berisik, dia sedang tidur."

##############################

Arep turu, 16 Okt '22





Readers be like: Authornya nyebelin, update jarang, sekali update pendek bgt, gajelas, mana digantung pula 🙉

😅Ya maaf, namanya juga bahan gabutan. Aku sedang sibuk, gaiiis. Bersemayam di antara tumpukan tugas dan presentasi kelompok. Jadi ya gini, jarang nulis.

(Kasih bintang dong, biar semangat 🙃)

Larik CarakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang