BAB-7 RENCANA ILHAM

334 63 5
                                    


AYO IKUT AKU KE NERAKA
BAB-7
RENCANA ILHAM

"Mellani kenapa, Mah?" Mellani yang telah sadar memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, sakit sekali. Untuk bersandar di ranjangnya saja dia tak mampu.

"Jangan bangun dulu, Sayang. Kata dokter Anwar kamu anemia, akhir-akhir ini kamu kurang tidur? Terlalu capek kepikiran Bagas pasti. Kamu istirahat saja, tapi minum obat dulu, tadi kamu sudah makan belum Mell waktu pergi?" Ternyata sedari tadi Bu Rosa menemani sang anak yang sedang terbaring sakit di ranjangnya

"Sudah, Mah. Mana obatnya biar Mella minum terus istirahat. Lah, papah kemana, Mah?" Mellani celingukan mencari keberadaan sang ayah

"Ini obatnya, Mell. Papah kamu sedang pergi, ada urusan penting katanya. Tapi papah nitip salam ke kamu. Katanya kalau mau makan sesuatu suruh WA papa, nanti dibelikan." Bu Rosa berkata sambil memberikan beberapa pil obat dan air minum.

"Tante sabrina...." Mella mendesis begitu tahu jika sang ayah pergi, suaranya tak terdengar jelas membuat Bu Rosa penasaran.

"Kamu bilang apa, Sayang? Mamah nggak jelas?"

"Oh itu, Mamah nggak pergi arisan? Biasanya sibuk arisan, reunian, atau apalah?" Mellani berusaha mengubah topik pembicaraan.

Bu Rosa menatap sendu wajah anaknya, kemudian mengusap lembut pucuk kepalanya.

"Maafin Mamah ya, Sayang. Mamah mau jagain kamu. Kamu istirahat dulu, kalau ada apa-apa panggil Mamah ya, Mell."

Mellani hanya menganggukkan kepalanya dengan ekspresi aneh karena tak biasanya ibunya itu begitu perhatian dengannya

Sementara itu di lain tempat, Pak Rudi tengah berbicara dengan adik istrinya, Ilham dengan mimik wajah serius.

Pak Rudi menggebrak meja dengan keras begitu mendengar ide dari adik iparnya yang menurutnya sangat tak masuk akal.

"Apa kamu gila, Ilham! Membongkar makam Ayu? Mana mungkin orang tuanya setuju." Suara pak Rudi terdengar keras dan bergetar.

"Kedua orang tua Ayu sudah meninggal, Mas. Rumah mereka terbakar bersama penghuninya dua tahun yang lalu." Ilham menanggapi emosi kakak iparnya itu dengan tenang.

"Jadi Pak Karjo dan blBu Romlah sudah meninggal." Pak Rudi terduduk lemas di kursinya, sambil sesekali mengusap kasar wajahnya.

"Tapi, keluarga Ayu yang lain pasti tidak mengizinkan makam Ayu dibongkar, sama saja dengan membongkar masa lalu pahit mereka, Ham."

"Ayu dan keluarganya sudah tidak punya sanak saudara lagi, semuanya tewas dihantam tsunami Aceh, di Jogja mereka hanya perantau mas, jadi kamu tidak perlu khawatir."

"Sejak kapan kamu mulai menyelidiki asal usul mereka, Ham?"

"Tak perlu Mas pikirkan kenapa aku bisa tahu asal usul mereka. Mas Rudi tidak perlu khawatir, serahkan saja persoalan Mellani sama saya, Mas. Mas tahunya beres."

"Tapi, Ham...." Pak Rudi terlihat tidak yakin dengan tindakan Ilham yang menurutnya melewati batas.

"Ini demi Mellani, Mas. Ingat! Ini semua demi Mellani anak kamu. Bukankah kamu sangat menyayanginya, Mas?" Ilham menatap tajam Pak Rudi.

"Tapi urusannya juga menyangkut hukum dan juga adat di...."

Belum selesai Pak Rudi berucap, ponsel di sakunya bergetar. Tertera sebuah Sabrina memanggil lelaki tersebut.

Pak Rudi bergegas pergi meninggalkan Ilham untuk mengangkat panggilan ponselnya

" Hallo!"
"Aku sibuk, kamu bisa urus diri kamu sendiri sekarang!"
"Aku tidak peduli, anakku lebih penting!"
"Terserah kamu saja, nanti aku transfer, jangan hubungi aku dulu."

Sambungan diakhiri oleh Pak Rudi secara sepihak.

"Jadinya bagaimana, Mas? Mas setuju tidak dengan rencana saya ini?"

Pak Rudi melonjak kaget saat pundaknya terasa ada yang mencengkram kencang.

"Lakukanlah, Ilham. Aku percaya padamu, hanya kamu yang bisa menolong Mellani."

AYO IKUT AKU KE NERAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang