BAB-20 HATI-HATI

276 45 1
                                    

BAB-20
HATI-HATI

Sebenarnya aku juga menyukai Mellani, ah ... tapi sialnya Jonathan juga mengincar si Mellani, maniak perempuan itu selalu suka yang bersih dan susah didapat, salah satunya Mellani.

Aku hanya mampu mengawasi pergerakan Jo dalam mendekati Mellani. Aku kalah sebelum perang,  Jo lebih kaya dariku. Bukankah wanita akan lebih suka dengan lelaki yang lebih kaya daripada yang biasa-biasa saja?. Aku yakin Mellani juga seperti wanita kebanyakan, suka dengan lelaki kaya.

Namun ternyata saat Jo sedang gencar-gencarnya melancarkan aksinya, Mellani justru memilih Bagas.

Aku kaget sekaligus tertawa mendengar berita bahwa Bagas dan Mellani akan menikah tahun ini. Jonathan nampak uring-uringan dan aku puas, setidaknya Bagas jauh lebih baik untuk melindungi Mellani daripada si Jonathan yang maniak surga dunia seperti aku ha...ha...ha...

Pagi itu aku dapat kabar duka, Bagas ditemukan sekarat disebuah villa dipuncak, ciiih.... Lelaki ternyata sama saja.

Kulangkahkan kaki untuk menjenguknya di sebuah rumah sakit ternama, walau bagaimanapun Bagas tetaplah sohib yang baik hati dan jarang menyakiti hati dengan perkataannya, tidak seperti Jonathan, lelaki tapi mulut seperti emak-emak tukang ghibah.

Saat sampai dibangsal tempat Bagas dirawat, aku melihat Mellani.
Ah..walau menangis ternyata dirinya tetap cantik dan mempesona, pantas saja Jonathan sangat terobsesi dengan Mellani, sementara Bagas mati-matian mencintai Mellani. Rasa inginku untuk memiliki gadis perawan itu muncul kembali. Toh Bagas sudah sekarat dan tak mungkin menikah dengan wanita cantik itu. 

Ku tunggu hingga Mellani meninggalkan bangsal, lalu perlahan kaki ini melangkah mendekati kamar Bagas. Ibunya nampak sangat bersedih, wajar saja sih menurutku karena Bagas adalah anak bungsu sekaligus anak kesayangan dikeluarganya. Aku iri.

Ku dekati Bagas, ah dia sangat apa ya kata yang tepat untuk menggambarkan keadaannya saat ini? Kasihan? Nelangsa?

MENGENASKAN...!!

Aku kemudian berbasa basi sebentar dengan bu Rina ibunya Bagas. Mas Agung kakak tertuanya menjelaskan kronologi dan keadaan Bagas saat ini, aku bergidik ngeri. Semoga aku dijauhkan dari perempuan-perempuan sadis. Batinku.

Saat aku hendak pergi dan melewati Bagas, tiba-tiba tanganku dicekal oleh Bagas, aku berhenti lalu menatapnya.

" Apa???"

Bagas mengucap kata pelan dengan suara yang sulit didengar, aku pun mendekatkan telinga ke mulutnya.

"Hahi-Hahi."

Kutarik telinga dan menatap bola matanya, masih tetap sama, sorot mata itu tak berjiwa.

Dahi berkerut, hahi? Hahi? Apa maksudnya? Hati-hati dijalan mungkin maksud dari ucapannya.  Ah tau lah, tak ambil pusing. akupun pergi meninggalkannya.

Benerapa hari, tak berselang lama dari kabar Bagas, Sasha kembali menghubungiku, perempuan seksi yang menolak saat ku ajak kencan, gegara minta bayaran 200juta sekali tancap, gilaaa duit dari mana? Maling?.

" Iya Sha? ada apa? Tumben telpon gue? Gue nggak punya duit 200 juta. Kalau loe mau yang tajir sama Jo aja."

Sambutku saat mengangkat panggilan Sasha.

" Eh anak mami, gue mau kasih kabar duka nih..!"

" Kabar duka?"

Aku mengulangi perkataan Sasha. Kabar duka apaan? Bagiku kabar duka adalah gagal mendapatkan Mellani sekaligus gagal mengencani Sasha gara-gara nggak punya duit.

" Jo tewas.."

Whaaat...!!!

" Jo tewas...!"

Anjiirr, bulu kuduk gue merinding setelah mendengar kabar dari Sasha. Baru saja mendapatkan kabar tentang Bagas, kini gantian gue mendapatkan kabar kematian Jo. Gue harus seneng apa sedih nih?  Secara pastinya Gue nggak punya pesaing buat dapetin Mellani yang masih suci lahir bathin itu.

" Loe udah ketempat duka Sha?"

" Udah tadi Lang, sama si Mella."

" Oke deh, nanti gue kesana sendirian aja.!"

Hufft...  Selesai memberi salam terakhir untuk Jonatan, Gue merebahkan badannya diranjang. Entah kenapa perkataan Bagas tempo hari tiba-tiba muncul diingatannya.

" Hahi-hahi"

Apa maksudnya ya? Gue memikirkannya sampai pusing. Sahabat Gue satu persatu terkena musibah yang baginya sangat mengerikan. Jangan sampai nasib gue sama seperti mereka. Amit-amit. 

"Ah...sudahlah..!"

Gue mengacak-ngacak kasar rambut kepala. Ada yang tidak beres. Besok pagi Gue akan pulang.

"Gue harus sedih apa bahagia nih!  Ah, bodo amat lah!"

Tak sadar Galang tersenyum.

"Gue akan mengejar Mellani selagi bisa."

***
Jangan lupa vote ya pembaca.
Terima kasih.

AYO IKUT AKU KE NERAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang