BAB-4 AYO BERMAIN, JANGAN MATI DULU, MELLANI!

387 66 2
                                    

AYO IKUT AKU KE NERAKA
BAB-4
AYO BERMAIN, JANGAN MATI DULU, MELLANI...!!

"Aaa!" Mellani berteriak sangat kencang, sampai terdengar ke telinga orang tuanya yang berada di lantai bawah rumah mereka.

Bu Rosa berlari tergopoh-gopoh menuju kamar anak gadis mereka.

"Kenapa, Mell? Kamu kenapa, Sayang?" Bu Rosa langsung memeluk erat tubuh anaknya yang terduduk sambil menunjuk-nunjuk sesuatu, tubuh Mellani bergetar hebat.

"Pa! Papa! Pa!"

Terdengar suara langkah kaki menaiki anak tangga. Pak Rudi datang terburu-buru, matanya sibuk memindai ke seluruh sudut kamar anak gadisnya. Tak lama beliau mengambil secarik kertas yang ditunjuk oleh tangan anaknya dan mencium aromanya.

"Darah?"

Pak Rudi kemudian menatap istrinya, sang istri hanya menggidikkan bahu pertanda jika dirinya tidak tahu apa-apa.

Pak Rudi terlihat keluar dari kamar sambil berkacak pinggang, sementara tangan kanannya memegang ponsel yang dia tempelkan di telinganya. Dari suaranya terdengar jika beliau sedang terlibat pembicaraan yang amat serius dengan seseorang.

"Hello, Dek! Kamu bisa datang ke rumah? Ada hal penting ... iya, datanglah sekarang!"

Di lain sisi Bu Rosa terlihat memapah putrinya agar duduk di depan meja rias, sementara sang asisten sibuk merapihkan ranjangnya.

"Aaa!" Sang asisten berteriak sambil menutup mulutnya.

"Kenapa lagi, Bi?"

"I—tu, Nyonya ... i—tu....." Asisten rumah tangga menunjuk dengan gemetar apa yabg ada di bali selimut ranjang milik anak majikannya.

"Aaa!" Bu Rosa terkejut. Bahkan suaranya nyaris tak terdengar. Hanya menatap tajam ke arah suaminya yang kembali masuk ke kamar Mellani.

"Mah, nanti  Ilham akan ke sini dan ...." Suara pak Rudi terhenti dengan paksa.

Pak Rudi melotot melihat apa yang ada di ranjang anaknya.

"Darah!" Pak Rudi tampak geram.

Darah yang sama seperti pada kertas yang tadi dia ambil kini bercecer di sprei ranjang anaknya. Ceceran darah itu bahkan membentuk kata-kata.

AYO KITA BERMAIN.
JANGAN MATI DULU.
MELLANI.

"Jangan sentuh, Bi! Biarkan begitu saja. Jangan dirapihkan!" Pak Rudi mencegah asistennya yang hendak merapikan ranjang yang berlumuran darah tersebut.

"Bi, tolong buatkan teh hangat untuk kami, taruh di ruang keluarga ya. Mella sayang, ayo turun, kamu istirahat dulu di bawah bersama kami, Sayang." Bu Rosa menuntun perlahan tubuh anaknya ke ruang keluarga.

" Iya, Mah...."

Tak lama lelaki yang dihubungi oleh Pak Rudi telah sampai di rumah. Bergegas Pak Rudi dan Bu Rosa menceritakan semuanya.

"Jadi begitu ceritanya, Ham. Kami harus bagaimana? Ini tidak wajar." Pak Rudi menatap serius adik iparnya.

Lelaki tegap itu terlihat berfikir, dia adalah Om Ilham, adik kandung dari bu Rosa. Dia bekerja di kepolisian. 

"Pasang cctv saja, Mas Rudi. Kita lihat sampai mana keberaniannya. Masih berlanjut atau hanya gertak sambal."

"Iya, Pah. Benar kata Ilham. Kita pasang cctv saja, sementara itu Mellani tidur di ruang tamu saja." Bu Rosa begitu antusias mendengar saran dari adiknya.

"Tenang saja, Mbak. Biarkan Mella tidur di kamarnya, ini mungkin hanya shock terapi yang ditujukan untuk Mella, kita jangan panik."
Bu Rosa menganggukkan kepala pelan.

Ilham menatap tajam ke arah keponakannya yang sedari tadi diam membisu.

" dan kamu, Mella! Ada apa sebenarnya, apa yang kamu sembunyikan dari kami, kamu lebih baik jujur dengan kami, jangan ada yang disembunyikan. Ini menyangkut keselamatan nyawa kamu!"

"Anu, sebenarnya!" Meilani terlihat ragu untuk berbicara. Seperti ada yang disembunyikan oleh gadis ayu tersebut.

"Mella sayang, jangan takut. Ayo cerita dengan kami, Sayang. Ada kami yang akan selalu melindungimu." Bu Rosa berusaha membujuk anaknya agar mau berbicara.

Karena merasa terpojok, akhirnya Mellani pun menceritakan semuanya.   Di mana saat dirinya di hubungi oleh orang asing sewaktu party. Mellani bahkan mengatakan ada yang telah mengirim foto Bagas yang berlumuran darah di WA. Tapi foto dan riwayat percakapan itu tiba-tiba hilang begitu saja. Dengan terbata Mellani mengatakan siapa dalang di balik teror yang menimpa dirinya.

"Dia ... di—a Ayu, Mah!"

AYO IKUT AKU KE NERAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang