Tujuh

4 9 1
                                    

"aghrrrr"teriakan tersebut berasal dari vando sambil memegang dadanya yang terasa amat sakit.

"Bun,sakit tolongin vando.vando kangen sama bunda, vando pengen dipeluk bunda"entah mengapa saat ia merasa sakit pasti ia selalu merindukan seseorang yang teramat ia sayangi.

Vando tak kuasa menahan rasa sakit nya, akhirnya ia membuka laci meja yang berada disampingnya lalu mengambil sebuah bungkus obat penahan sakit,selama lima tahun terakhir ini vando sering mengonsumsi obat tersebut.

"Bie, maafin gw ya soalnya udah bohongin Lo kalau gw udah sembuh total, padahal sebaliknya sakit gw makin parah,gw nggak mau liat orang didekat gw khawatir sama gw,cukup bunda aja yang menderita karna gw,gw nggak mau nambah beban kalian semua"lirih vando yang langsung kembali naik atas ranjangnya.

Rani yang mendengar teriakkan dari kamar anaknya  langsung menuju keruangan tersebut."vando kamu kenapa nak,sakit kamu kambuh lagi"tanya Rani kepada anak laki-laki nya itu.

"Dada vando sakit mah"lirih vando sambil menatap Rani.

"Kalau gitu kita kerumah sakit sekarang ya nak"ucap Rani sambil mengelus anaknya.

"Vando nggak mau mah, percuma vando makin sakit lebih baik vando mati biar nggak sakit lagi."

"Vando kamu ngomong apa nak, mama nggak mau kehilangan lagi cukup Rara aja, mama nggak mau kehilangan kamu"terdengar isakan tangis dari Rani,ia sangat takut kehilangan anaknya tersebut karena kematian merupakan trawma terbesar bagi Rani.

"Jangan nangis ma,vando nggak bisa liat mama gini,kalau mama nangis vando makin sakit"lirih vando sambil memeluk Rani.

"Kamu nggak mau liat mama nangis kan,makanya kamu harus sehat nak demi mama."

"Iya mah,tapi vando nggak janji."

***

"Vando sini sarapan dulu sayang"terdengar teriakan Rani dari arah dapur.

"Iya ma bentar"jawab vando dari dalam kamar.

Karena dirasa sudah selesai dengan barang yang akan dibawanya ke sekolah vando pun turun untuk sarapan bersama orang tuanya.

"Pagi ma,pagi pa"sapa vando kepada orang tuanya.

"Pagi sayang,sini sarapan mama udah masakin makanan kesukaan kamu"balas Rani sambil menyodorkan semangkuk nasi dengan tumis cumi cumi,memang dari dulu vando sangat menyukai cumi cumi.

"Iya makasih ya ma"balas vando sambil menatap Rani  lalu diberi anggukan kecil oleh Rani.

"Gimana Van,apakah nilai kamu sudah mulai membaik"ucap Wijaya ayah dari vando yang sedari tadi hanya diam.

Vando hanya terdiam,ia sudah sangat menduga bahwa ayahnya ini akan menanyakan nilainya selalu,ntah apa yang dipikirkan oleh pria tua tersebut didalam otaknya hanya nilai nilai dan nilai,bahkan sekali pun ia tidak pernah menanyakan keadaan anaknya.

"Sayang kalau ditanya sama papa dijawab ya nak"jawab Rani sambil mengusap lengan vando,ia sangat paham dengan keadaan anaknya ini.

"Kek biasa aja pah, nggak ada peningkatan"balas vando lesu.

"Mau jadi apa kamu besar besok vando,bahkan nilai kamu aja nggak bisa tanggung jawab apalagi tanggung jawab sama anak orang"ucap Wijaya murka.

"Pah vando emang nggak pintar,tapi setidaknya vando bisa kok bertanggungjawab"balas vando yang sedari tadi hanya menunduk.

"Jangan coba-coba kamu bantah papa vando,atau kamu akan tau akibatnya,jadi karena kamu ngebantah omongan papa maka motor kamu akan papa sita dan kamu harus berangkat dan pulang sekolah dijemput oleh mama kamu"balas Wijaya tanpa ingin dibantah.

Abbiella[On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang