dua puluh empat.

9.4K 1K 686
                                    

"Doyoung."

Jihoon masih sudi bersimpuh, di depan Doyoung yang kini duduk di ranjang. Matanya sembab luar biasa, luka lebam terdapat di beberapa bagian tubuhnya dan bibirnya yang terluka ituㅡibu jari Jihoon terangkat untuk mengusapnya perlahan. Keparat itu benar-benar menyentuhkan tangan di tubuh lelakinya, Jihoon sangat marah.

"Kim Doyoung."

Lembut suara Jihoon masih sedikit terdengar tegas, membuat Doyoung mengambil tangan besar yang masih menapak disudut bibirnya untuk digenggam di atas pangkuan. Doyoung menatap Jihoon yang rela bersimpuh dengan tatapan putus asa, kemudian dia tersenyum simpul.

"Jarang sekali mendengarmu menyebut namaku." Bibir Doyoung bergetar. "Aku suka."

"Kau mengalami hal sulit, maaf karena telat mendatangimu." Kata Jihoon, begitu tulus dari dalam hatinya.

Doyoung menggeleng. "Terima kasih sudah datang dan menyelamatkan Ichi. Aku tidak tahu bagaimana aku akan hidup tanpa anakku, Jihoon."

"Bukankah itu tugas seorang Ayah?" Jihoon balik menggenggam tangan Doyoung. "Ichi juga anakku."

Manik kelereng Doyoung mengerjap, dadanya terasa semakin sempit.

"Kauㅡmengakuinya?" Doyoung turun dari ranjang, ikut bersimpuh di hadapan Jihoon dengan raut terkejut. "K-kau menerima Ichi?"

"Maaf jika aku terlambatㅡ"

Doyoung meraih kedua rahang Jihoon sebelum memajukan tubuhnya untuk mendaratkan satu kecupan di bibir pria itu, pria kejam yang amat dicintainya. Doyoung seperti mendapatkan kembali kekuatannya ketika Jihoon mengakui Ichi. Bukankah ini langkah pertama kembalinya hubungan mereka?

"Terima kasih, Jihoon."

Bisikan Doyoung di depan bibirnya membuat Jihoon terdiam sesaat. Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, seseorang mengatakan terima kasih dengan begitu tulus padanya. Seolah dia penolong, seolah dia adalah segalanya.

"Kembalilah." Jihoon menepikan poni lepek Doyoung, memberikannya senyum samar yang hanya bisa lelaki itu sadari. "Kembali padaku, aku akan menjagamu dan Ichi dalam jangkauanku, Aphrodite."

Doyoung mengangguk, menyapukan air mata bahagia yang baru saja mengalir di pipinya sebelum memeluk bahu Jihoonㅡmemeluknya erat dan berjanji tidak akan melepaskan pria itu lagi. Apapun yang terjadi, Jihoon hanya miliknya.

Harutoㅡsesosok yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar, mendengar semua percakapan dan melihat kecupan tulus dari Doyoung untuk Jihoon. Dia melihat tangannya yang terluka ketika sempat berkelahi dengan bawahan Jun, menyadari bahwa dia tidak ada artinya.

Doyoung tidak ditakdirkan untuknya.

Di lain sisi ruang yang disekat dengan tembok, Yoshi terus menggigit bibir bawahnya sambil melihat ke luar jendela. Memikirkan Hyunsuk jatuh ke tangan orang yang salah. Dari sekian banyaknya keparat musuh Jihoon, mengapa harus Jun?

Keparat satu itu, bukan lawan yang mudah.

"Asahi?" celetuk Yedam tiba-tiba dibalik punggung Yoshi. "Asahi mata-mata dari Jun. Sekarang semua kepingan puzzle mulai tersusun di kepalaku."

"Ketika pertama kali dia bergabung dengan Michoso, aku sudah merasa ada yang janggal. Dia tidak terlihat kaku melakukan hal-hal ilegal bersama kita, seperti sudah terbiasa." Lanjut Yedam. "Harusnya aku memberitahu hal yang aneh ini pada Boss Park sejak awal."

Yoshi berbalik. "Apa?"

"Dibalik telinga Asahi, ada tatto seperti bagian dari suatu sindikat."

"Dari mana kau tahu?"

1 • talkin' about your body [hoonsuk]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang