tiga puluh.

8.1K 756 305
                                    

Jeongwoo sedang menikmati suasana malam kerasnya ombak laut menubruk bebatuan karang. Dengan sebatang rokok untuk menghibur diri dan langit yang terang menampakkan bulan sabit. Hah, sudah lama Jeongwoo tidak menikmati waktu malam atau mungkin lebih layak disebut dini hari. Membiarkan rambut hitam tak rapinya tersapu angin laut.

Sebuah tangan halus datang mengusap punggungnya yang masih dibalut pakaian kerjaㅡjas hitam penghalau angin. Spontan dia menoleh dan langsung bertemu tatap dengan senyum Doyoung yang membawa dua kaleng bir.

"Kenapa sendirian? Biasanya kau akan merokok bersama Yedam." Tanya lelaki itu berbasa-basi sebelum membuka satu kaleng bir dan disodorkan pada Jeongwoo.

Lama berpikir dan menatapnya curiga, tapi Jeongwoo tetap mengambilnya.

"Aku sedang ingin sendirian." Jawab pria itu kemudian menenggak satu teguk bir dan mendesah nikmat.

"Bahkan kau tak ingin aku di sini?" Doyoung melirik bodyguard itu.

"Terserahmu saja, aku tidak bisa melarangmu ingin berada di mana."

Mereka terdiam. Saling menikmati bir masing-masing dengan Jeongwoo yang sesekali akan menghisap batang rokoknya lagi.

"Aku tidak bermaksud merebut Wata darimu." Doyoung membuka suara. "Wata yang mengajukan diri pada Jihoon untuk keluar dari Michoso dan tinggal bersamaku."

"Aku tidak minta penjelasanmu." Jeongwoo terlihat mengatupkan giginya tak mau mengingat kejadian pahit di dalam pabrik.

"Kupikir kau harus tahu." Doyoung tersenyum tipis. "Semuanya terjadi karena keegoisanku, Wata sudah menyerahkan hidupnya untukku dan aku masih mengharapkan Jihoon yang sudah membuangku."

"Boss tidak benar-benar membuangmu, dia hanya memberimu pelajaran." Jeongwoo menyentuh dahinya yang pening. "Bahkan sampai saat ini Boss masih memenuhi semua keinginanmu."

Doyoung tertawa. "Ternyata benar-benar tidak ada yang bisa mengerti Jihoon selain aku. Bahkan bodyguard yang sudah bekerja belasan tahun dengannya pun tidak."

Jeongwoo tak merespons.

"Tidak ada yang tersisa untukku selain rasa bersalah bagi Jihoon." Lanjut Doyoung. "Kau tahu, Persephone ituㅡbajingan kecil itu membuat Jihoon uring-uringan seperti remaja puber."

"Kurasa bukan hanya Boss tapi semua orang." Sahut Jeongwoo. "Menyusahkan sekali mengurus keparat itu."

"Begitulah." Doyoung kembali melirik Jeongwoo. "Aku ingin melepas label Aphrodite-ku secara utuh dan hidup damai untuk kedua kalinya selagi aku memiliki kesempatan."

"Silakan."

"Aku bersyukur Jihoon melepasku dan menemukan lelaki baru untuk dicintai dengan cara kotornya." Kata Doyoung lagi. "Jihoon tak akan melepaskan Persephone segampang dia melepasku."

"Itu bukan urusanku."

Doyoung menghela napas. "Aku bersyukur Jihoon memintamu menemaniku di Jeju."

"Hanya sampai situasi kondusif, aku akan kembali ke Michoso setelahnya." Jeongwoo mematahkan kesenangan Doyoung seakan menyadarkannya agar tak besar kepala.

"Kupikir kau akan melepas jasmu untukku seperti yang Wata lakukan."

"Kau tahu seburuk apa Wata setelah dia hidup bersamamu? Lebih buruk ketika dia bekerja untuk Michoso." Jeongwoo menghardik. "Apa yang kau lakukan padanya?"

"Kami bercintaㅡsetiap pagi dan malam. Setiap kali Wata merasa jatuh cinta padaku dia akan menciumku dan meleburkan dirinya bersamaku."

"Aku tidak bertanya soal itu."

1 • talkin' about your body [hoonsuk]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang