- Bagian 17 - ⚠️

164 46 1
                                    

"Radhil bukan dibunuh, dia bunuh diri."

Dengan langkah gontai, Ricky berjalan sendiri pada lorong gedung ENT1TY. Shandy dan Zweitson sudah masuk ke dalam kamar mereka masing-masing. Malam sudah larut dan Ricky tidak mungkin menghubungi Bernice saat itu. Ricky akhirnya mengirim sebuah pesan suara kepada Bernice.

"Dia mau jadi vokalis utama tapi wajahnya rusak." Ricky mematikan smartphone saat pesan tersebut sudah dikirim.

Ricky berjalan memasuki ruang latihan dance. Cahaya biru bulan menerangi ruangan tersebut melalui kaca ventilasi. Perlahan, Ricky mendekati cermin dan menatap refleksi dirinya yang terlihat lelah. Tiba-tiba, Ricky melihat punggung seorang laki-laki yang meringkuk di ujung ruangan. Dari pantulan cermin, Ricky dapat melihat laki-laki itu menangis.

꙰꙰꙰

"Pak, saya baru saja menulis lirik. Mungkin bisa dijadikan sebuah single." Radhil menyodorkan selembar kertas yang berisi kumpulan kalimat -membentuk lirik lagu.

Seorang laki-laki paruh baya -yang sedang duduk santai, mengambil lembaran kertas tersebut dan membacanya.

"Bagus." Laki-laki paruh baya tersebut mengangguk pelan. "Kita dapat bicarakan ini besok."

"Terima kasih, pak." Radhil tersenyum lebar, menunduk sopan.

"Kamu boleh keluar sekarang." Ucap laki-laki paruh baya dengan santai.

"Baik, sekali lagi terima kasih, pak." Radhil kembali menunduk sopan.

Tak lama, Radhil membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar ruangan dengan perasaan bahagia. Radhil berjalan menyusuri lorong, senyumnya tidak meluntur.

"WOI!"

Terdengar suara seorang laki-laki dari arah belakang Radhil. Refleks, Radhil menoleh ke arah sumber suara. Empat orang laki-laki berjalan mendekati Radhil dengan ekspresi yang tidak ramah.

"Ada apa?" Tanya Radhil pelan, menatap heran satu per satu laki-laki di depannya.

"SINI LU!"

Dua orang laki-laki menggenggam erat kedua lengan Radhil dan menariknya ke arah ruang latihan. Radhil -yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya terseret oleh dua laki-laki itu.

Sesampainya di dalam ruang latihan, laki-laki dengan nama punggung Fikri -pada kaos trainee mereka, langsung menutup rapat pintu ruangan. Tiba-tiba, seorang laki-laki dengan nama punggung Deva memukul keras perut Radhil. Dengan kondisi kedua lengan masih tergenggam erat oleh laki-laki bernama punggung Riko dan Arkan, Radhil hanya terbatuk dan tidak bisa melawan.

"Lu baru ketemu produser, kan?" Deva menekan pipi Radhil dengan tangan kirinya.

Radhil hanya terdiam, menatap Deva dengan mata lelah. Radhil mengatur nafasnya yang mulai terasa sesak setelah mendapatkan sebuah pukulan dari Deva.

"Lu ngapain ke ruangan pak produser?" Fikri berjalan mendekati Radhil.

"Gue gak..."

"Jangan bohong lu!" Dengan cepat, Fikri memukul Radhil tepat pada ulu hati.

Detik selanjutnya, Radhil kembali terbatuk. Cairan merah kehitaman ikut keluar dari mulut Radhil. Tangan Deva -yang terkena cairan tersebut, langsung dia lepaskan dari pipi Radhil.

"Gue liat lu bawa kertas." Riko menarik rambut Radhil ke belakang. "Apa itu?!"

Radhil menatap sayu Riko, cairan merah masih menetes pada ujung bibirnya. Radhil tidak mampu membalas pertanyaan Riko, dadanya terasa sangat sesak kini.

FA1MOS || UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang