- Bagian 18 -

153 44 5
                                    

Ketiga member ENT1TY dan Bernice sedang berada di makam Radhil. Ricky menurunkan tubuhnya perlahan -agar sejajar dengan batu nisan dari Radhil. Tepat di samping Ricky, Shandy ikut menurunkan tubuhnya. Sementara itu, Zweitson dan Bernice berdiri di sisi lain makam -menunduk, sebagai tanda penghormatan. Sebuah bingkai foto terpajang di depan batu nisan, seorang laki-laki tampan yang tersenyum.

Ricky menundukkan kepalanya perlahan, mengambil sesuatu dari dalam tas pinggang yang dia gunakan. Ricky mengeluarkan kaset WHITE yang dia temui pertama kali dan langsung menaruhnya di depan bingkai foto tersebut.

"Kami mohon, maafkan mereka." Ucap Ricky pelan, menatap foto Radhil. "Istirahatlah dengan tenang." Ricky mengelus pelan ujung bingkai foto tersebut.

Shandy dan Zweitson hanya terdiam menunduk, memperhatikan setiap kelopak bunga yang baru saja mereka tebarkan. Di sisi lain, Bernice melirik ke arah Ricky.

Ricky menghela nafas panjang. Perlahan, Ricky berdiri dan langsung membalikkan tubuhnya, berjalan menjauh. Shandy melirik sekilas ke arah foto Radhil dan ikut berdiri, menyusul Ricky. Zweitson menoleh ke arah foto Radhil, mulutnya sudah siap mengeluarkan sebuah kata tapi dia urungkan. Setelah mendesah pelan, Zweitson berjalan menjauh dari makam Radhil. Bernice menatap kepergian ketiga laki-laki itu dengan sedih.

Di dalam mobil, Shandy menyetir seperti biasa. Zweitson -yang duduk di samping Shandy melihat kertas rusak yang ditemukan polisi sebelumnya. Zweitson mencoba untuk membaca beberapa kalimat yang tidak terbakar api.

"Lagu dan tarian gue diambil."

"Wajah gue dirusak."

"Gue memutuskan untuk bunuh diri sebagai tempat peristirahatan terakhir."

"Sekarang di sini sangat panas." Ucap Ricky pelan.

Refleks, Zweitson dan Bernice -yang duduk di jok belakang samping Ricky menoleh ke arah Ricky.

"Pada saat meninggal, dia pasti pengen bilang kalimat itu." Ricky menundukkan kepalanya.

"Semua pasti bakal berjalan dengan lancar mulai sekarang." Ucap Bernice cepat. "Gue yakin akan hal itu." Bernice tersenyum lebar sembari menepuk pelan pundak Ricky.

Kriiing...

Terdengar nada dering dari smartphone Zweitson. Dengan cepat, Zweitson menaruh kertas rusak tadi di atas dashboard mobil dan mengeluarkan smartphone dari dalam sakunya. Tertera nama Kak Patrick pada layar smartphone. Tanpa menunggu lama, Zweitson langsung menjawab panggilan masuk tersebut.

"Iya, kak?" Zweitson meletakkan smartphone pada telinga kanannya. "Iya, kami lagi di jalan. Bentar lagi sampe." Zweitson menjawab pertanyaan seseorang di ujung telepon.

Perlahan, Ricky mendongakkan kepalanya. Ricky tersenyum tipis, dia berpikir bahwa semua ini telah berakhir.

꙰꙰꙰

Shandy duduk di samping tempat tidurnya. Jari Shandy mulai bergerak cepat di atas layar smartphone -seperti sedang mencari sesuatu. Shandy menghela nafas, mendongakkan kepalanya perlahan. Dari sela pintu kamar, Shandy dapat melihat seseorang berjalan di depan kamarnya. Dengan cepat, Shandy berdiri dan berlari menuju pintu kamar.

"ZWEITSON." Panggil Shandy dalam posisi mengintip dari balik pintu.

Merasa namanya dipanggil, Zweitson membalikkan tubuhnya cepat.

"Sini." Ucap Shandy singkat sebelum akhirnya menghilang di balik pintu.

Zweitson mengerutkan dahinya heran. Perlahan, Zweitson berjalan kembali menuju kamar Shandy.

FA1MOS || UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang