Chapter 15

291 52 16
                                    


Harus bagaimana? Harus bagaimana hubungan tak mendasar ini dijalani. Aku merasa sikap Pak Dirga benar-benar tidak adil padaku, bukan aku tidak mau menuruti perkataannya. Tapi ... dari segi manapun ini memang bertentangan.

Semakin hari kian terpuruk, aku sering mendapat hukuman bila barusaha membahagiakan diri sendiri. Ia terlalu banyak menuntut, dan mengaturku sesuka hati. Bahkan, dia tidak main-main dengan hukumannya.

Ia memberi perintah dan larangan untukku saja, seolah hanya aku yang bersalah. Ia pulang larut malam atau tak pulang sekali pun, aku tidak pernah protes. Ia mengatakan bukan seperti itu sikap yang baik, aku tidak boleh ini dan itu.

Aku tidak boleh berdekatan dengan pria manapun, sekalipun hanya sahabat atau teman dekat. Sementara ia? Aku tidak pernah mengatur kehidupannya lalu apa salahku? Johan. Dia itu hanya sahabat tidak ada yang aneh, aku menganggapnya seperti Kakakku sendiri.

Aku berusaha tetap diam, saat ini aku harus fokus mempersiapkan untuk kelulusan tahun depan. Mulai dari berburu bacaan hingga memperbanyak soal latihan. Pak Dirga juga menuntut hal yang sama dariku, aku tahu dia akan mengatakan itu.

*

"Bi, em Amel keatas dulu ya. Pak Dirga belum turun?"

Bi Rusnah diam sejenak dari aktivitas menyajikan sarapan pagi dimeja makan. "Non emang gak tau?"

"Tau apa bi?"

"Lah, Bibi pikir udah tau. Ituloh, Tuan Dirga pergi keluar kota selama beberapa hari ini. Tadi pagi-pagi banget udah berangkat non."

Seketika pikiranku buntu, tidak tahu harus menanggapi seperti apa berita mendadak ini. Tidak ada informasi sedikitpun darinya seperti tidak menganggapku apa-apa dirumah ini. Oh iya, tentu saja. Siapa memangnya aku?

'Sekali lagi ini terjadi. Tapi semoga kau baik-baik diperjalanan Pak, walau aku tidak penting tapi selalu kudoakan yang terbaik untukmu.'

Ah, untuk apa mempersulit hidupku sendiri. Aku mulai makan dengan semangat, ada target nilai yang harus aku kejar dan capai. Bukankah ini kesempatan? Selama dia dirumah aku sama sekali tidak bisa kemanapun, terkurung bagai burung dalam sangkar. Setidaknya aku bisa bersantai sejenak keluar dari bangunan besar ini.

*

Johan melambaikan tangannya kearahku saat baru saja memasuki halaman sekolah.

"Mel, hari ini gue ada tanding. Lo ikut ya?"

Aku hanya berdehem lalu memutar pandangan. "Hmm, gimana ya?"

"Serius, nanti lo sorakin gue ya!"

"Gimana?"

"Semangat Johan ganteng, semangat semangat!"

Aku terkekeh melihat mimik wajahnya yang sangat lucu, sambil berjalan menuju kelas tak henti-hentinya ia membujukku. Sepertinya tidak ada salahnya jika aku ikut mendukung nanti siang, aku juga sangat jarang menemaninya tanding. Sebagai seorang sahabat pasti itu sangat dibutuhkan.

"Iya, gue ikut."

"Yes! Gitu dong. Nanti lo jangan jauh-jauh dari gue ya."

"Kenapa gitu?"

"Gini Mel, bukan sombong atau sok. Selesai tanding banyak banget cewek-cewek rebutin gue. Kalo ada lo kan ada pawangnya nanti." Johan mengedipkan sebelah matanya padaku.

"Gue mau aja sih, berani bayar berapa nih?"

"Jadi harus bayar? Mau berapa?"

"Canda-candaa, pokoknya jangan sampe kehausan disana."

Dear Pak DIRGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang