Chapter 30

396 80 20
                                    




"Ya, sebenarnya saya sudah mendengarnya tadi." balas ketus wanita itu, Rendi menarik diri kembali duduk namun pandangan tak lepas dari mata dan gerak tubuh Dirga. Dia harus cepat tanggap bila Bos itu memberi kode atau sinyal kerisihannya.

"Bagaimana kabar hati, anda Pak?"

Dirga mengernyit, hati apa? Dia tidak punya penyakit dengan hati.

"Tidak, maksud saya kabar kehidupan asmara anda. Hahah .... belum pernah ada kabar sepertinya ya, Pak Dirga. Anda tampak betah sendiri."

Ia tertawa pelan merespon candaan sekaligus sindirian yang memang selalu akan ia dapat, menurutnya orang zaman sekarang selalu keburu mikir pasangan. Diumur akan kepala tiga, tidak selalu harus menikah 'kan? Tapi nyatanya dirinya memang sudah menikah tersembunyi.

"Saya masih sibuk, Pak. Belum terjun kesana, tidak punya waktu." jawabnya singkat.

"Anak sekarang memang punya pemikiran yang sangat luas, putri saya juga mempunyai pendapat yang sama. Katanya hidup tidak melulu soal menikah atau pasangan nantinya, kesuksesan yang utama. Bukan begitu, Pak?"

"Ya, putri Bapak benar. Saya menyukai pola pikirnya yang dewasa." Shena diam-diam tersenyum lebar, kenalan Ayahnya memang tak main-main. Sudah masih muda, memiliki kekuasaan, ditambah parasnya yang tidak terduakan.

Dirga melirik tajam, untung hanya Rendi yang melihatnya. Tatapan pria itu memang kadang mematikan, menurut dan pengalaman Rendi tentunya. Dirinya tidak sedang memuji, tapi dia sudah senyum tidak jelas. Tapi kenapa malah kepikiran senyum milik Amel ....

Sedikit ada debaran di dada ketika memikirkan istri, pernapasan lelaki itu mendadak sedikit sesak akibat dihantam kerinduan. Dia ingin, dia rindu disamping gadis kecilnya. Cara apa yang dapat dia lakukan agar cepat pulang dari hotel ini, disini tidak ada Amel sebagai obat cuci mata.

"Kalian bisa saling berbicara untuk mengenal, Shena sepertinya memiliki keserasian dengan anda. Mungkin mengatur jadwal mengobrol berdua perlu kalian lakukan." perkataannya memang diiringi kekehan kecil, tapi Dirga sudah peka kearah mana pembicaraan itu akan berakhir.

Beruntung pembawa acara telah menaiki panggung, sepertinya akan segera mengucapkan beberapa kata pembuka acara ini. Dirga menghela napas, berarti tidak perlu berbicara untuk membalas tadi, saat acara dimulai maka semua diminta fokus.

Shena terus mencuri pandang tanpa lelah, ia menelan ludah saat tanpa sengaja memandang leher Dirga dengan sesuatu yang naik turun, Dirga benar-benar terlihat sexy baginya. Bersekolah di London selama beberapa tahun, tentu memiliki pengalaman pergaulan yang berbeda dari sini.

Disana, Shena melakukan kesenangan apapun bersama teman-temannya. Tanpa sepengetahuan sang Ayah, disana ia bergaul cukup bebas. Jadi wajar melihat pemandangan seperti itu membuat dia kepanasan, jiwa wanita liarnya sedikit keluar.

Bagaimana cara dekat dengannya, Shena benar-benar berfikir keras. Sentuhan tangan saja tadi gagal, dia bisa gila mendambakan cowok ini.

Disisi lain Dirga dengan tenang menyimak acara, jika ada yang maju dirinya akan bertepuk tangan, jika tidak ada ia hanya akan diam memperhatikan. Sikapnya yang terbilang kaku, sudah tidak heran lagi dalam kalangan pebisnis yang mengenal satu sama lain.



*

Huft ....

Amel menghembuskan napas keudara, ia mengelus perutnya dengan bibir menerbitkan senyuman. Dia sudah makan pizza hampir dua kotak hanya dalam satu jam saja, gila. Ia sendiri juga heran, kenapa perutnya bisa menampung sebanyak itu?

Minuman kemasan sudah habis dua botol sedang, sementara beberapa cup mie berserak diantara tubuhnya. Ia menggeliat manja diatas lantai, untuk pindah ke sofa saja tidak tidak mampu berdiri menopang berat perutnya saat ini, seakan mengandung delapan bulan.

"Mas Dirga lama banget, aku bisa khilaf mesan makanan lagi kalo gini."

Ia menggeser layar ponsel barunya, sedang di beranda salah satu aplikasi pemesanan online. Air liurnya hampir menetes melihat minuman yang sedang terkenal saat ini. Bola-bola coklat itu sepertinya sangat nikmat, ragu jarinya untuk memesan kembali. Ia melirik jam di pergelangan tangan, dan sudah menunjukkan malam yang mulai larut.

"Ah bodoamat, keknya Mas Dirga masih lama deh. Pesan aja kali ya? Tapi udah malem ga boleh minum es!" ia mengetuk-ngetuk belakang ponsel menggunakan kuku miliknya yang sedikit penjang.

"Udahlah pesen, mampus ah! Nanti kalo dia datang, bungkusnya aku sembunyiin biar gak ketahuan."

Klik!

"Yeay! Minum boba!" serunya semangat.

Ia membereskan kamar dengan langkah diseret tidak memiliki tenaga, jika Dirga berada disini sekarang entah bagaimana reaksinya. Marah karena Amel makan dan memesan lumayan banyak, atau justru tertawa melihat keadaan prihatin istrinya.



*

Lengan Rendi ditarik paksa untuk keluar, Dirga terlihat buru-buru sekali. Padahal dia belum mencicipi menunya, masih ingat Dirga sendiri yang memberi ijin.

"Ini, makan diluar saja. Saya mau pulang."

Rendi menerima sepuluh lembar uang merah itu, walau gerakan tangannya terkesan lambat tapi uang-uang itu berhasil memasuki saku celananya. "Baik, saya antar sekarang, Bos."

"Ah, tidak usah seperti itu. Saya kebelet pulang soalnya, gak betah."

"Didalam ada kamar mandi, Bos. Jika anda memang ingin buang air."

"Bukan itu, saya kebelet pulang. Pengen liatin istri."

Bucin! Bucin!

Rendi memukul stir mobil cukup kuat membuat Dirga menoleh kaget. "Kenapa kamu?"



"Gak, Bos. Gak papa, ada nyamuk tadi."

*

Dirga mematung didepan pintu kamar, diatas lantai dekat sofa ada Amel yang duduk santai sambil menyeruput minuman miliknya. Gadis itu terlihat kesal saat sesekali kesulitan meminum dengan sedotan.

Boba itu beberapa kali tersangkut saat ia seruput, kemudian dia akan goyangkan hingga turun kebawah. Tingkah anehnya ditangkap Dirga langsung, namun ia belum menyadari.

"Hush! Ih kok nyangkut sih."

Slurp ... slurp

Terdengar bunyi nyaring dari mulutnya, cairan boba itu tinggal setengah saja. Begitu cepatnya ia habiskan dalam 10 menit terakhir.

"Amel."

Uhuk! Uhuk!

Ia tersedak, memutar pandangan dan tampaklah Dirga berdiri dengan lirikan tajam. Sekitar lima butir boba masih antri dimulutnya, tak sempat menelan.

Gluk gluk gluk

Bunyi bulatan boba melewati tenggorokan, kemasannya segera dia sembunyikan dibelakang berharap Dirga tidak sempat melihat. "Mas lama, aku mau tidur tadinya."

Pria itu langsung mengunci pintu dari dalam, mendekat kearah Amel sedang bergerak gelisah. Kedua kakinya berjongkok menyamai tinggi istri yang enakan duduk di lantai. "Buka mulut." perintahnya.

"Ih kenapa sih, aku ngantuk nih. Tidur yuk, Mas."

"Buka mulut."

Sebelum melakukannya, Amel sudah pastikan tidak ada jejak-jejak boba didalam, atau dia bisa tidak diberi makan sebulan jika ketahuan.

Aaa

"Gak ada apa-apa 'kan, Mas. Kenapa sih, aneh banget."

Dirga terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. Disuruhnya kembali dia membuka mulut, dengan tanpa curiga Amel tetap menurut. Tubuhnya maju sangat cepat, melahap kembali bibir sang istri.

'Jantung, jantungku rasanya ... Mas Dirga!!'

"Ada rasa greentea disitu, katakan. Kamu habis minum apa?"

Dear Pak DIRGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang