Chapter 17

253 48 6
                                    







Akhirnya, aku akan pisah kamar kembali. Kalian tidak akan bisa merasakan betapa tersiksanya aku tidur di atas sofa yang ukuranya sangat pas untuk tubuh mungil ini. Bergerak sedikit, aku akan terjatuh. Dengan hati yang gembira aku menuju kamar setelah Pak Dirga pergi.

Hmm, ngomong-ngomong apa yang sedang di perbaiki dari kamarnya ya? Aku penasaran sekali. Sebelum ke kamar aku berhenti dahulu di depan pintu ruangan pribadi Pak Dirga itu. Selama ini aku hanya bisa menatap pintunya saja, jika isinya tidak tau seperti apa.

Apa ini? Di gembok.

"Kok di gembok sih?"

Aku memutar-mutar sisi gembok besi berwarna keemasan itu, kalau sedang ada perbaikan bukannya harusnya ada pekerja? Ini sepi saja.

Apa mungkin belum di kerjakan ya ... yaudah deh lebih baik aku memindahkan beberapa baju ke kamar pembantu hanya untuk berapa hari ini. Tapi anehnya semua kamar digembok, baik kamar pembantu atau gudang sekalipun. Hanya kamarku yang bebas terbuka, cuma satu kamar dirumah gede ini? Yang bener aja.

Lelah berkeliling sudah seperti mencari kost di pinggir jalan, akhirnya aku kembali meletakkan pakaian itu ketempat semula. Mau tak mau, sofa kecil ini harus menjadi kasurku sementara.

*

Saat Pak Dirga pulang pada malam hari, aku menghampirinya dan meraih tas kantornya. Tak lupa punggung tangannya kembali kusalim hangat. Hanya ada 1 pembantu yang datang pada pagi hari dan pulang saat Pak Dirga pulang, ia hanya bertugas membersihkan rumah sedangkan memasak, aku melakukannya sendiri.

"Bapak mandi dulu, saya kebawah nyiapin makan malam."

"Heem." dehemnya singkat sembari membuka jas.

Aku segera turun kebawah menata makanan itu satu persatu diatas meja makan,  semoga saja Pak Dirga suka karena hanya ini yang kutahu apalagi sedang tidak ada Bi Rusnah yang biasanya ahli masak dirumah ini.

"AMEL!"

uhuk.

Aku tak sengaja tersedak air putih saat baru saja mencicipi benda bening itu, tiba-tiba saja haus melanda. Ada yang memanggil ya? Kumiringkan tubuhku melihat kearah tangga menuju kamar.

Tidak ada? Salah dengar pasti.

"AMEL!"



Astaga, benar panggilan berasal dari kamar. Dengan gerakan secepat kilat aku berlari menuju atas. Di dalam kamar aku linglung sendiri, sebelum akhirnya ada yang memanggil kembali. Oh, Pak Dirga.

"Iya Pak, kenapa?" sahutku dari balik pintu kamar mandi.

"Cepet kesini Mel, tadi ada hewan geli-geli gitu."

"Jadi?" tanyaku sedikit berteriak.

"Ya kamu kesini, buang!"

"Kan Bapak bisa buang sendiri."

"Aduh. Saya ini jijik pegangnya, dan mata saya lagi perih kena busa mandi. Gak bisa lihat!" gak bisa lihat tapi kok tau ada hewan?

"Saya tau karena dia tadi datang ke tangan saya, udah cepat kesini!" lah, tau lagi dia. Apa Pak Dirga selama ini dukun?

"Bapak pake baju gak? Kalo gak, saya gak mau ah!"

"Ya gak lah! Orang mandi. Gimana sih kamu."

"Kan, saya gak bisa Pak. Buang sendiri aja."

"Oke. Oke. Saya udah pakai ini, cepat masuk perih ..."

Dear Pak DIRGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang