Minho

554 40 0
                                    


"Nak ini sudah 4 hari kau tak sadarkan diri"
Seorang kakek terus menunggu pemuda yang terbaring di atas ranjang rumah sakit, sambil mengusap usap tangan pemuda itu dan mengajak nya untuk berbicara, tapi tak ada jawaban sama sekali. Pemuda itu tetap memejamkan matanya "nak aku ingin pulang dulu, besok aku akan kembali lagi menjenguk mu. Ku harap besok kau bangun" ujar si kakek lalu pergi.

Besoknya benar saja kakek itu datang lagi untuk memastikan pemuda itu bangun atau belum. Hasil nya tidak mengecewakan, pemuda itu sudah duduk sambil bersandar dan memperhatikan ruangan sekeliling nya yang berwarna putih.

Perlahan kakek berjalan mendekati pamuda itu dan duduk di sampingnya "nak bagaimana keadaan mu ?" Tapi pemuda itu diam hanya menatap ke arah si kakek "siapa namamu nak ?" Tanya si kakek lagi tapi pemuda itu menggeleng tanda iya tak tahu

Karena bingung kakek memanggil dokter dan tak lama dokter pun datang untuk memeriksa si pemuda

"Dia mengalami hilang ingatan sementara karena benturan keras di kepalanya, namun perlahan dia akan bisa mengingat masa lalu nya lagi, jadi kakek tenang saja" ujar dokter lalu keluar dari kamar itu

Mereka berdua kembali hening, pemuda itu menatap si kakek yang terlihat berpikir

"Karena kau lupa dengan nama mu sendiri, Aku akan menamai mu Minho, dan kau bisa memanggilku ku dengan kakek Minhee. Bagaimana ? Kau suka dengan baru mu ?" Tanya kakek Minhee sambil tersenyum lebar.  Tak sadar Minho ikut tersenyum "aku suka kek"

Kakek Minhee dan Minho sekarang akan pulang, tentu saja ke rumah kakek Minhee. Mereka sudah tiba di dekat Supermarket, saat akan memasuki jalan sempit itu kakek Minhee menawarkan untuk menutup mata Minho tetapi dia menolak "aku tidak ingin di tutup, ayo kita jalan lagi" baiklah kakek Minhee tidak bisa memaksa.

Mereka berdua sudah masuk ke jalan sempit itu, masuk ke dalam hutan dan melihat reruntuhan bangunan yang sangat kacau. Minho menatap heran dengan reruntuhan tersebut, dada nya sesak.

"Mari bertarung sampai mati"

"Teman masa kecil sebelum kita di racuni rasa ingin balas dendam"

Dia melihat kilas balik yang sangat singkat itu, membuat hatinya terasa sesak. Dia mengeratkan genggaman tangannya pada kakek Minhee, dan lanjut berjalan untuk sampai ke rumah. Tak jauh dari reruntuhan bangunan kuno itu ada banyak sekali gundukan tanah, Minho menatap penuh pada gundukan tanah itu

"Itu adalah makam orang orang yang ku temukan disekitar reruntuhan tadi, aku hanya bisa menguburkan jasad mereka seperti itu karena aku tidak punya banyak uang untuk membeli batu nisan sebanyak jumlah jasad mereka. Tapi aku meletakkan barang barang mereka di samping masing-masing makam nya, jikalau ada keluarga mereka yang mencarinya" ujar Kakek Minhee seakan menjawab tatapan Minho terhadap banyak makam tersebut "ayo kita berjalan lebih cepat agar cepat sampai ke rumah dan kau bisa beristirahat".

Setelah sedikit jauh berjalan, Minho melihat rumah yang terbuat dari kayu. Sangat sederhana dan tua, mereka berdua masuk ke rumah itu. Kakek Minhee menyuruh Minho duduk, dia ingin membuatkan Minho teh hangat tapi pemuda itu menahan tangan si kakek "apa aku boleh bertanya sesuatu ?" Ujar si pemuda sambil tersenyum canggung, kakek Minhee ikut di di sampingnya "silahkan nak" jawab kakek

"Maaf jika pertanyaan ku menyinggung mu, aku hanya ingin bertanya kenapa kau tinggal di sini ? Apa tidak ingin pindah ke luar dari hutan ini saja ?" Tanya Minho agak hati hati takut menyakiti perasaan sang kakek

"Ahahaha nak kau sangat peduli dengan perasaan orang lain rupanya, anak baik. Begini nak, awalnya disini adalah desa yang cukup banyak penduduk tapi seiring berjalannya waktu orang orang mulai pindah ke kota besar dan membangun rumah di sana, aku tidak bisa karena aku tak punya banyak uang untuk membangun rumah di kota seperti teman teman ku yang lain. Apa kau tak keberatan tinggal disini nak ?" Kakek Minhee tersenyum tulus menatap ke arah Minho yang dengan seksama mendengarkan cerita si kakek

Minho mengangguk tanda iya tak apa apa jika tinggal disini "aku suka disini, lebih tenang"

***

"Fero apa kau benar benar sudah yakin ?" -Mingi

"Iya Mingi, kau sudah bertanya 8 kali pagi ini" Fero tetap fokus mengemasi barang-barang nya agar tak ada yang tertinggal

Hari ini mereka akan pergi ke Jepang, di mana anak-anak Reyno tinggal. Fero akan memulai hidup yang baru, dia ingin merelakan Reyno dan fokus mengurus Sunoo dan Jungwon. Fero sudah mengunjungi semua ruangan di rumah ini untuk yang terakhir kalinya dan terakhir dia masuk ke kamar nya dan Reyno, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar itu dan berhenti pada foto yang di atas nakas. "Aku hampir melupakan itu"

Fero mengambil foto itu dan mengusapnya perlahan, air matanya menggenangi pelupuk mata nya "Daddy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fero mengambil foto itu dan mengusapnya perlahan, air matanya menggenangi pelupuk mata nya "Daddy.. aku akan menjaga anak-anak. Tenang saja" foto itu di masukkan ke dalam kopernya

"Fero kau sudah siap ? sebentar lagi jadwal keberangkatan kita" Mingi menepuk pundak Fero

Dengan cepat Fero mengusap air matanya "ah ya ayo, tapi apa kau sudah mengatakan pada kak Jihyo dan kak Momo agar mereka yang mengurus Mansion ini ?"

"Tentu sudah, ayo" Mingi merangkul Pahu temannya itu, dia mengerti dengan perasaan Fero dia pun juga sama kehilangan. Mingi kehilangan adik nya padahal mereka baru saja bertemu lagi.

Setiap langkah Fero ingin menuju pintu utama Mansion itu, kenangan dan suara Reyno terus terputar di ingatannya

"Sayang ayo cepat aku tak ingin calon istri Reyno Alderick terlambat"

"Aku mencintaimu mu sayang"

"Sayang ayo sarapan dulu"

"Kau tidak bisa tidur ? Tak apa sayang aku akan memeluk mu sampai tertidur"

"Tenang saja, aku akan menjagamu walaupun akan mempertaruhkan nyawa ku"

Fero sudah berusaha menahan semuanya, tapi air mata tak bisa membohongi nya. Dia menangis sekeras-kerasnya saat sudah hampir meraih knop pintu, rasanya dia tak sanggup. Pelayan pelayan yang ada di rumah itu menatap iba pada Fero yang terduduk di lantai dan terus menjambak rambutnya sendiri dengan kuat. Mingi yang sudah tak kuat melihat Fero akhirnya berjongkok dan memeluk Fero dengan erat "Fero sadarlah jangan menyakiti dirimu sendiri, berhenti Fero !" Mingi berusaha melepaskan tangan Fero dari rambut Fero sendiri.

Saat tangisan Fero sedikit mereda Mingi melepaskan pelukannya perlahan dan bergantian dengan Jihyo yang memeluk Fero. Dengan lembut Jihyo membelai rambut berwarna kuning itu "Fero anak yang kuat, jangan rapuh seperti itu. Kakak jadi ikut sedih, jika kakak sedih adik di dalam perut kakak juga bersedih" mendengar itu Fero langsung menatap ke arah Jihyo, wajahnya masih penuh dengan air mata "kak Jihyo sedang hamil ?" Tanya Fero dan Jihyo mengangguk. Jihyo meraih tangan Fero dan meletakkan di perut nya sendiri "dia masih kecil. 2 bulan" ujar Jihyo tersenyum tipis

"Kasian sekali bayi ini, dia sudah kehilangan ayahnya saat masih dalam kandungan" batin Fero sambil mengelus lembut perut Jihyo

"Nanti jika bayi nya sudah lahir, jangan lupa kembali kesini ya Fero. Jenguk dia" ucap Jihyo sembari mengusap air mata yang memenuhi wajah Fero

TBC

Vote and komen ya

FALL IN LOVE WITH DEVIL🔞🔞 #minlix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang