Ponsel dengan case berwarna putih itu terus bergerak, beralih fungsi menjadi senter untuk menerangi koridor yang tampak gelap, menuntun kedua siswi dengan nyali berbeda itu.
"La … aa please … gue masih mau idup, sekolah dengan tenang, pacaran sama kakel yang gue suka, gue mau balik, Laaa … pleasee … ," ujar gadis itu dengan nada merengek sepenuhnya, bahkan matanya sudah berair, kakinya gemetar, tangannya terasa dingin sedingin hawa aneh di koridor ini. Ia ketakutan setengah mati, menyesali perbuatannya, menerima ajakan temannya untuk menyelidiki koridor terkutuk ini.
Gadis yang dipanggil Lala itu berhenti, tak dapat dipungkiri hawa koridor di depannya jauh lebih mencekam. Perlahan, gadis itu mengangkat menyentuh gagang pintu yang terasa dingin di tangannya.
"La! Kita udah diperingatin sama pihak sekolah untuk gak main-main di koridor terkutuk ini. La!! Kita masih bisa mundur sekarang, balik ke kelas seolah gak pernah terjadi apa-apa!" gadis ber-nametag Ayu ini terlihat pucat, keringat dingin terlihat jelas mengalir di pelipisnya.
Ciitt..
Terlambat, teman keras kepalanya lebih dulu membuka pintu dan melangkah ke dalam, membuatnya tak mempunyai pilihan selain mengikuti jejak temannya, menginjakkan kaki di koridor terkutuk.
Klik.
Gadis itu berjengit kaget begitu mendengar suara pintu terkunci, matanya membola, dengan gerakan secepat kilat ia berbalik meraih gagang pintu, menggesernya. Pias, tak ada pergerakan, pintu itu terkunci dengan sendirinya, matanya memanas, pikiran-pikiran buruk datang menghantui. Sampai kalimat yang terlontar dari temannya, menyadarkan akan kemungkinan terburuk yang ada.
"Ayu, di … depan … ada orang."
Ia mematung beberapa saat, bulu kuduknya meremang, dengan kaku ia membalikan badannya. Di sana, berjarak lima langkah dari mereka, berdiri 'seorang' siswi dengan seragam sekolah beberapa tahun yang lalu, bajunya terlihat lusuh, acak-acakan dengan noda darah hampir di seluruh permukaan seragam. Rambut panjangnya terlihat acak-acakkan, menutupi seluruh permukaan wajah.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
(Menjelang malam, dirimu/bayangmu mulai sirna)
Lagu khas pemanggil setan mulai terdengar, keringat dingin makin membanjiri kedua remaja itu, Ayu bahkan sudah terisak, membalikan badan dan menggedor-gedor pintu yang mereka tau adalah hal sia-sia. Suara sinden itu terus berlanjut.
Ojo tangi nggonmu guling
(Jangan terbangun dari tidurmu)
Awas jo ngetoro
(Awas, jangan terlihat/memperlihatkan diri)
Aku lagi bang wingo wingo
(Aku sedang gelisah)
Jin setan kang tak utusi
(Jin setan kuperintahkan)
Sampai di lirik ini, sosok itu mulai bergerak, melangkah pelan dengan terseret-seret. Makin mendekat.
Dadyo sebarang
(Jadilah apa pun juga)
Sosok itu berhenti, mengangkat wajahnya yang menyeramkan, tengkorak kepala yang pecah, dengan darah yang terus mengalir, matanya kosong.
Wojo lelayu sebet
(Namun jangan membawa maut)
Lalu bertepatan dengan akhir lagu, hal yang terakhir ayu dengar adalah teriakan temannya, sebelum kegelapan menyelimuti.
---
"Parah-parah!" seru siswi berkacamata, dengan gelengan pelan, entah maksudnya apa.
"Lo tau cerita ini dari mana? Ini kisah nyata apa gimana sih?" lanjutnya.
Siswi itu diam, tak menjawab. Mata itu terkunci kaku. Ya, wejangan itu baru teringat.
Jangan menceritakan makhluk tak nyata di wilayahnya.
🌷Karya : Key Thahirah
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN DAN CERMIN
Short StoryPoject rutin dari member & admin komunitas Incredible Pen Literacy. Kumpulan cermin dan cerpen menarik, serta beragam tema. [Jangan lupa dukungannya dengan vote dan comment]